Perdana

15 0 0
                                    

Dari kejauhan, aku mulai menyaksikan berbondong-bondong anak berseragam putih abu-abu menepi digiring seorang pria tegap memakai setelan berwarna cokelat, menyisip sebuah pistol di kantong kirinya.

"Aih, kenapa sekarang!" Gerutu ku dalam hati dan bersiap memperlambat laju motorku.

Dengan senyum dan rona wajah memerah, salah seorang pria berseragam serupa dengan yang menggiring anak-anak berseragam putih abu-abu tadi, menebarkan senyum congkak dan arogannya di hadapan wajahku.

Aliran darah yang kurasa mulai mengalir lebih cepat dan desirannya terasa hingga ke Ubun-Ubun membuatku ingin menampar pipi ku sendiri.

PLAK!

"Astaga, ini nyata!" Aku memandang lemas ke arah pria yang berdiri tegap tepat di sampingku, aku masih mematung dibarisan orang-orang yang seolah mengantri sembako.

Kulesatkan lagi tatapan memelas ku ke arah pria itu. Ia tersenyum manis sekali sembari meminta ku untuk menunjukkan surat izin mengemudi lengkap dengan STNK motor yang baru kudapatkan selama kurang lebih satu setengah tahun itu.

Akan kuceritakan bagaimana aku mendapatkan sepeda motor yang kuberi nama "upay" ini. Tapi setelah aku terbebas dari jeratan para pria berseragam cokelat ini.

Hufttttt

Ku tarik nafas dalam-dalam saat menjawab pertanyaan salah seorang pria itu.

"Mana SIMnya" katanya lembut
"Ketinggalan" jawabku santai
"Mana kartu pelajarnya" pintanya lagi

Aku terdiam dan kuserahkan kartu berwarna putih berpadu kuning itu.

"Bohong ni, masih belum cukup umur. Sana datangi ibu yang yang rambut pendek itu tu" ambil menunjuk ke arah wanita berambut hitam legam dengan wajah bulat dan senyum yang mengembang dibalik kertas-kertas yang ada Dihadapannya.

Aku berjalan gontai sambil memandangi sekelilingmu. Monumen Pancasila yang membisu dengan patung burung Garuda bertengger ditengah dengan gagahnya. Air mancur yang dulu selalu menjadi tempat wisata para katak hijau gemuk, dan aku berharap suatu hari nanti bisa berenang di dalamnya.

"Ni dek tanda tangan ya" dengan ramahnya ia menyodoriku kertas dengan jelas nominal satu juta rupiah tertera diatasnya.

Dengan santai ku ikuti perintahnya. Senyumnya semakin sumringah. Aku bertanya untuk menitipkan helm ku karena motorku sudah jelas akan menginap sementara di kantor polisi.

"Dibawa aja ya helmnya" dengan senyum yang makin mengembang dan menunjukkan gigi putih ratanya.

Aku berlalu dengan menenteng helm ku.

Penderitaanku masih berlanjut, justru penderitaan sesungguhnya pagi itu saat aku melewati gerbang sekolahku SMAN 1 Tenggarong.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 15, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Juju, 3 town, and RainWhere stories live. Discover now