Reni Mutia #2

48 1 0
                                    

"Mas, pop ice rasa melonnya satu, gak pakai seres sama gulanya kurangin yaa, biar resiko diabeth berkurang, haha..." pintaku diselingi tawa kecil.

Mas-mas itu hanya mengangguk kecil dan segera memasukkan es batu ke dalam gelas. Cuek banget nih mas-mas, masih untung aku mau beli disini..

Baru kusadari, ada suara tertawa berbisik-bisik di pojok lapak ini.

Sekumpulan laki-laki ber id card biru melihatiku, sekali-kali mereka mengalihkan pandangannya dan tertawa.

Dan sekali lagi baru kusadari, aku menjadi bahan tertawaan mereka.

Ohh, gerakan mas ini terasa lamabt dimataku, ingin secepatnya aku pergi dari sini. Kehadiran mereka sungguh membuatku tak nyaman.

Akhirnya selesai juga.

Kuterima gelas pop ice ku dan kurogoh sakuku. Sekali lagi kurogoh lebih dalam.

Matii.

Uangku tidak ada. Duhh, bodohnya aku.

Baru kuingat, tadi aku cicil bayar iuran organisasi di Hana. Iuran sudah nunggak tiga minggu, si Hana kejar-kejar lagi.

Baiklah,

"Mm.. begini..ehh..mas, kan eh uangku tadi dipakai untuk bayar iuran, nah..jadi sekarangku nggak ada sama sekalii.. jadi bisa besok kan mas??" Bisikku sekecil mungkin.

"Oh..jadi dek mau bayar besok? Okelah gak papa kok..."

Alhamdulillah bisa, tapi masalahnya suara mas itu besar banget, dan feelingku berkata mereka yang dipojok sana dengar.

Huft, maluku.

Samar-samar kudengar suara tawa itu lagi. Berusaha tuk kuabaikan, dan berjalan pulang sambil menyeruput pop ice melon yang berstatus 'utang' kesukaanku.

~~~~

Hari kemarin berganti hari ini.
Ingatanku menuju kepada satu hal.
Dimana masa lalu yang kelam pernah menyelimuti diri ini.
Masa dimana sekarang aku bahkan tak ingin mengklaimnya.
Berusaha tuk kubur se-dalam mungkin.
Berusaha tuk kubur se-lama mungkin.

Diri ini tak pernah mengerti bagaimana bisa menjadi pemeran utamanya.

Aku ingin merubah diriku menjadi lebih baik dari hari itu.

~~~~

Sebuah dreamcatcher yang bergantung di lemari menyambut kedatanganku.
Dulu aku pernah percaya bahwa dreamcatcher ini mampu menangkal segala mimpi-mimpi yang tak diinginkan a.k.a mimpi buruk.
Lugunya diriku.

Tas jansport kuletakkan di atas meja belajar bersamaan dengan tas jenjengan yang selalu kubawa. Alasannya tidak lain tidak bukan buku-buku pelajaran yang selalu kubawa terlalu over, jadi tulang punggungku nggak bermasalah.

Badan terebah di atas kasur empuk, seolah meluapkan segala lelah. Tak terasa mata mulai menutup perlahan dan tertidur.

~~~~~

"Reniiii.... bangun sudah adzan Ashar tuhh, jangan molor terus, masih muda harus produktif..!!" Teriakan mama dari luar kamar membangunkanku.

Betul saja, waktu Ashar telah tiba. Aku agak kesal juga sih kalau dibangunin pas tidur siang. Tapi ya mau gimana lagi coba.

Segera kuambil air wudhu, yang pertama telapak tangan, lalu kumur, selanjutnya muka.

Eh salah, segera kuulangi dari telapak tangan, menyusul kumur, hidung, muka, hingga akhirnya kaki.

Mukenah putih motif bunga merah jambu tergantung di belakang pintu, segera kukenakan dan kutunaikan ibadah shalat wajib 4 rakaat.

"Assalamualaikum.. Reni..Renii.." seseorang mengetuk pintu saat kuakhiri shalat dengan salam.

"Renii....Renii...." kali ini nadanya agak dibuat-buat. Aku sudah tahu siapa ini. Tetanggaku yang super cerewet, Alifkah.

"Waalaikumsalam, iya..iya..tunggu sebentar Kah.."

"Cepetan gih, ada berita super gawat nihh...!!"

~~~~


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dapatkah Sesempurna Cinta Fatimah Az-Zahra?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang