Aku berusaha melupakan semua kata-katanya yang menyakitiku, tatapan sinisnya. Aku harus tetap menjadi istri yang baik. Aku percaya anakku akan menjadi jembatan untuk cintaku dan mas Sandy. Aku percaya ia akan luluh saat anakku lahir nanti. Saat ini usiaku sudah memasuki bulan ke 3.
Hari ini aku dan mas Sandy mulai menempati apartemennya. Sebenernya berat buat aku untuk berpisah dengan mama dan papa mertuaku. Tapi mau bagaimana lagi, aku harus patuh pada suamiku.
"Mas, sarapan dulu yuk.. Aku udah masak"
Aku berdiri didepan kamarnya yang terbuka dan menawari sarapan. Yaa, kami memang tidak tidur satu kamar."......" dia hanya diam dan memandangi pemandangan diluar jendela tanpa menjawab tawaranku.
"Mas, aku sarapan dulu ya. Ntar kalo mas minat langsung kedapur aja yah"
Aku langsung menuju dapur dan mulai menyantap masakanku sendiri. Haha, miris memang. Seharusnya aku menjadi wanita yang bahagia karena sudah memiliki suami yang tampan, pintar, mapan dan dengan segala kelebihannya. Tapi sepertinya takdir berkata lain.
Tiba-tiba aku melihatnya masuk ke dapur."mas, sini sarapan" dengan semangat aku langsung menyiapkan sarapan untuknya.
"mas, mau minum teh, kopi agau susu? "
"kopi" jawabnya ketus. Lagi2 aku harus bersabar dengan sikapnya.
Sabar Lesty, ini baru permulaan. Kamu harus semangat sampai bayi kamu lahir dan kehidupanmu akan berjalan normal layaknya suami istri.
"mas, ini kopinya"
"oh ya mas, ngomong-ngomong kamu cuti berapa hari? "
"gue cuti berapa haripun lo gakusah berharap akan ada honeymoon dipernikahan ini"
"ohh nggak kok mas, aku juga nggak mengharapkan itu"
"mas... "
"heem.. " jawabnya datar
"bisakah kita menjadi pasangan suami istri yang 'normal' sampai bayi kita lahir?"
"heh, lo yang udah ngerebut semua masa depan gue, lo yang udah ngebuat gue menderita, andai aja saat itu lo gak dateng, pasti gak akan ada pernikahan ini." Sandy menatapku tajam dan meninggalkanku.
"dan ingat. Jangan pernah sebut dia bayi kita. Dia bukan anakku" katanya sekali lagi sambil menunjuk kearah perutku.
Aku hanya bisa menangis menumpahkan semua air mataku sambil mengelus perutku.
"sabar ya sayang, mungkin ayah kamu lagi kecapekan, makanya dia jadi emosi dan belum ada waktu buat nyenengin bunda sama kamu nak.. "
"mas, kamu boleh benci aku, tapi tolong, jangan pernah ngebenci anak ini. Ini anak kita mas. Jangan pernah kamu lupakan kejadian malam itu" ucapku dengan berat menahan air mataku. Kemudian mas Sandy meninggalkanku di meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Poor Wife
Teen FictionHaruskah aku menanggung deritaku sendiri? apakah aku tidak berhak untuk bahagia? Hidup dengan seorang suami yang seharusnya mencintaiku, mencukupi kebutuhanku. Tapi itu semua tidak pernah kudapatkan, justru sebaliknya. - Andara Lesty- KAU!! ANDARA...