Desir angin menghembus pelan menggoyangkan rambutku. Pagi ini, tepat diteras rumah, aku menikmati teh hijau hangat tanpa gula yang dibuatkan ibu.
Pahit.
Dahiku mengernyit. Itu kesan pertama saat menyeruput teh hijau tanpa gula itu. Persis sekali hidup, kata ibu. Hidup tak akan manis jika tidak ada pemanis. Salah satu pemanis hidup yang ibu maksud adalah, cinta. Cinta pun bisa menjadi pahit, jika pemanis nya terlalu banyak.Memang, aku belum pernah merasakan pahit manisnya cinta. Bisa jadi aku terlalu takut untuk memulainya. Kata ibu, jika kamu berani jatuh cinta, berarti kamu sudah siap untuk patah hati. Aku belum siap untuk itu.
Aku hany—
Tunggu! Ada yang mengalihkan pemikiranku. Ada sosok laki-laki yang mengalihkan pemandanganku juga. Dia adalah laki-laki yang saat ini sedang membuka gerbang rumahku. Bulu mata lentiknya, menjadi yang pertama kali kulihat dari sosoknya.
"Rainy!" Sapanya riang sambil memamerkan deretan giginya yang rapi. Itu dia! Kata ibu cintaku datang. Cinta pertamaku. Setiap aku tanya mengapa ibu bilang dia cintaku, ibu selalu menjawab:
"Rainy, nanti kamu akan tahu"
Dia, Ale Aldrian. Baru beberapa bulan datang dikehidupanku. Aku kenal dia saat sosialisasi peduli bencana.
Sudah beberapa hari Ale datang mengunjungi rumahku. Dengan alasan ingin bertemu ibu, dan minta ditemaniku membeli keperluan sekolah. Well, sedikit lagi memang tahun ajaran baru sekolah.
Oh ya, Aku dan Ale tidak satu sekolah. Jarak rumah kami sekitar 16,9 km.
"Ale!" Balasku tak kalah riang. Dia menghampiriku, dan duduk disebelah kananku.
"Ibu mana?" Tanyanya. Itu adalah kata pertama yang selalu Ale katakan setiap datang kerumahku.
"Tuh didalam rumah. Kayaknya sih lagi masak. Oh iya, kamu mau teh?"
"Gak usah. Kita langsung berangkat aja yuk? Aku gak bisa lama-lama." Katanya.
Aku tersenyum. "Mau pergi sama Dina?" Tanyaku.
Ale mengangguk. Dina adalah mantan kekasih Ale. Mereka sudah menjalin hubungan hampir 2 tahun lamanya dan baru putus beberapa minggu yang lalu. Tapi, mereka masih menyempatkan bertemu untuk sekedar menjalin silaturahmi.
"Kenapa gak sekalian nanti sama Dina beli peralatan sekolahnya?" Tanyaku sambil menutup cangkir teh yang semakin mendingin.
"Rainy, dengar. Aku dan Dina udah gak ada apa-apa. Kita jalan juga sekedar cuma teman biasa kayak aku dan kamu. So, please stop asking about her. Aku minta ditemani kamu karena aku mau ketemu kamu dan ibumu." Kedua alisnya terangkat hingga kerut-kerut di dahinya tampak demikian kentara.
"Okay, im sorry. Yuk berangkat, kita pamit dulu sama ibu." Kataku sambil mengambil cangkir teh untuk kubawa kedalam rumah.
"Yuk!"
****
"Rain, tokonya penuh banget. Gapapa?" Kata Ale sambil meletakan helm nya di tempat penitipan helm.
Kami sudah sampai di toko seragam. Kata Ale, yang terpenting itu seragam. Oleh karena itu, yang pertama kali harus dikunjungi adalah tempat ini.
"Its okay, udah sampai di toko nya juga kan." Kataku.
"Yaudah yuk masuk." Katanya sambil memegang pergelangan tangan kananku. Sepersekian detik kemudian, jantungku berdegub tak karuan. Loncat sini, loncat sana. Ah, rasanya seperti mau mati saja.
"Sana ngantri, aku tunggu disitu ya." Kataku sambil menunjuk kearah tempat duduk. Aku sengaja menjauh dari Ale, karena aku tak ingin jantungku menaikan kecepatan loncatnya.
"Rain. Kamu nunggu luar aja mau gak?"
Tiba-tiba Ale menghampiriku. Meninggalkan antreannya. Dahi nya bercucuran keringat.
"Loh. Kenapa?" Tanyaku penasaran.
"Ya gapapa, kamu tunggu luar aja ya? Disini ramai banget."
"Yaudah iya, kamu jangan lama-lama."
Aku berjalan menuju luar toko, tepatnya aku menunggu ditempat penitipan helm.
15 menit kemudian, Ale datang membawa 2 kantung plastik. Dia sudah mendapatkan seragamnya.
"Yuk pulang. Kita main dirumahmu."
Ale menaruh 2 kantung plastiknya didalam bagasi motor. Setelah itu, dia mengambil helm dan menyerahkan kepadaku satu. Kemudian, kita memulai perjalanan tanpa ada suara satu katapun.Setibanya dirumah, kami langsung memunculkan wajah dihadapan ibuku. Setelah itu, kami duduk diteras rumahku.
"Tau gak kenapa aku tadi nyuruh kamu keluar toko?" Tanya Ale memulai percakapan.
"Nggak."
"Tadi ada temen adiknya Dina. Aku takut aja dia bilang ke adiknya Dina, terus adiknya bilang ke Dina kalau aku jalan sama cewek selain Dina."
Entah mengapa, hatiku mencelos kedalam mendengar perkataannya. Jantungku seperti terbentur oleh batu karang di laut. Sakit, tapi tak ada luka yang menampak.
Apakah yang ibu bilang benar?
Cintaku telah datang.**************************************
Im so sorry for bad grammar. Aku seorang penulis yang sangat-sangat pemula. So, aku minta banget dukungan kalian. Comment apa aja yang salah dari tulisanku. Thank u!💙💙💙
Im so sorry juga kalo ceritanya garing EHEHEH.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ale! I love you.
Romance"Terkadang yang diharapkan hanya menjadi halang rintang untuk menuju yang disiapkan Tuhan." -Rainy Serenade