Gila.Sepertinya kata itu cocok untuk menyapa keadaannya saat ini. Sebenarnya apa yang di pikirkan Farhan? Mengapa ia juga ikut terseret dalam hal labil seperti ini. Andini sangat tidak suka. Kenapa harus dirinya yang menjadi tempat pelarian, meskipun Farhan bilang hanya untuk membuat Wenda cemburu tapi menurutnya hal ini sama saja di sebut pelarian. Yang di suka siapa yang di tembak siapa? Pertanyaan tersebut seolah telah menggantung tepat di depan mata Andini, hanya dapat di lihat namun tak dapat di jawab oleh dirinya sendiri.
"Ujan makin deres gini, gak ada payung. Ahh Farhan bego," Andini merutuki apapun yang membuatnya kesal, hujan pun ia rutuki. Satu-satunya yang tidak ia gugat hanya jaket maroon Farhan, karna jaket itu menghalaunya dari kedinginan yang selalu berusaha menerobos pertahanannya.
"Mending gue lari aja, dari pada teduh di bawa pohon kesamber petir, kan gak lucu" Andini berlari sekuat tenaga, berusaha menghindari hujan yang mustahil untuk di lewati. Sebelumnya Andini merasa cukup, bahwa air hujan turun saja yang menimbulkan suara nyaring namun, tak di sangka terdengar suara bunyi klakson motor beruntun menambah kebisingan di telinga Andini yang mulai merah padam.
"Apaan sih Far, gue gak mau bantu lo, oke!?" Andini menoleh ke sumber suara, langkahnya terhenti. Matanya seketika memancarkan binar kaget sekaligus malu, bahwa sebelumnya Andini mengira suara klakson itu berasal dari motor Farhan tapi ternyata "Ehh Andin, ngapain ujan-ujanan kayak gitu, sini ikut mamang, biar tak anter ke rumah" Mamang Said adalah tetangga Andini. Ia memberhentikan motornya tepat di samping Andini, menawarkan tumpangan. Namun, Andini menggeleng, menolak secara halus.
"Ng..nggak usah mang, lagian rumah udah mau deket, mang Said duluan aja. Makasih sama tawarannya" Andini tersenyum, ekspresinya masih campur aduk. "Beneran ndak mau ikut? Dari pada entar nak Andin sakit," Mang Said kembali membujuk Andini tapi jawabannya tetap sama. Ia tetap menolak secara halus.
"Yo wes kalo gitu, Mamang duluan yah Din." Mang Said melajukan motornya, jas hujan yang di pakainya melambai-lambai tertiup angin, seolah mengatakan selamat tinggal.
Andini sesaat tertegun lalu menepuk jidat berulang kali, tersadar akan dirinya yang baru saja menolak tawaran untuk pulang lebih cepat, padahal Andini berusaha lari untuk menghindari hujan namun, saat ada tawaran dari mang Said ia tolak, ah sepertinya jalan pikiran Andini konslet semenjak pertanyaan konyol Farhan muncul.
"Andini, ngapain ujan-ujanan? Sok sok an kayak sinetron aja lo maen ujan. Lagi frustasi apa?" Suara bariton mengagetkan Andini, ia langsung menoleh ke samping. Matanya kembali membulat saat melihat Sandi yang tengah memegang payung sembari membawa kantung plastik.
"Eh lo kok ada di sini? Kok bisa?" Andini menudingkan jari telunjuk ke arah Sandi, menampilkan wajah kaget di buat-buat. Sandi sesaat merasa dirinya bagaikan seorang maling yang tertangkap basah tapi tiba-tiba ekspresinya yang lalu melebur tergantikan senyum sok keren ala Sandi.
"Yah orang ganteng mah bebas, gue mau ke sana kek, ke situ kek. Asalkan Kalo si cantik ada di sini, yah gue ke sini lah. Asal lo tau, ganteng plus cantik. Itu gak bisa di pisahin." Sandi melangkah maju dan memayungi Andini, gadis itu hanya diam melihat perlakuan Sandi, mungkin masih mencerna perkataan lelaki di hadapannya saat ini.
"Yuk gue anter ke rumah lo, dari pada entar lo besok demem, gak masuk sekolah, gue kan bisa rugi sehari karna gak bisa gangguin lo" Andini menatap garang setelah mendengar ucapan santai Sandi, sementara Sandi masih memasang senyum.
"Serius deh, lo kok bisa di sini? Atau rumah lo emang di sini?" Andini masih mencecar pertanyaan, rasa penasarannya belum hilang.
"Yak rumah gue emang disini, udah ke tiga hari kalo gak salah. Rumah lo sama rumah gue cuma kelang satu rumah. Kaget gak lo? Gue aja kaget kalo lo tetangga gue." Benar kata Sandi, Andini kembali di buat kaget. Mengapa ia tidak tahu jika Sandi tetangganya? Ahh ternyata dirinya begitu kuper selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong?
Teen FictionApa hasilnya jika suatu hubungan di dasarkan atas 'main-main'? Berjalan baik kah atau justru sebaliknya. Berawal dari pernyataan cinta oleh seorang lelaki berambut cepak terhadap gadis biasa tapi tahu akan segalanya. Dari sini lah perjalanan mereka...