Nenek itu berjalan mendekatiku, perlahan-lahan namun pasti, jalannya membungkuk, matanya hitam yang membuat bulu kudukku merinding, keringatku bercucuran dengan deras. Nenek itu semakin dekat, dekat , aku mencoba menjauhinya, tiba-tiba aku tersandung anak tangga, jatuh ke belakang. Dia mengangkat tangannya dan menunjuk kepada ku dengan meringis kesakitan.
"Tolong Aku."
Dan tiba-tiba semua menjadi gelap.
...........
Cahaya itu membangunkan ku, begitu silau, hangat tapi menggangguku. Ku halangi cahaya itu dengan tanganku, Aku pun membuka mataku, mencoba untuk fokus beberapa saat, Dimana aku? Aku tak tahu dimana aku berada, pandanganku masih pudar, Aku berada di tempat tidur, terlihat pintu di depanku, mungkin 10 kaki jaraknya dari diriku. Aku berada dikamar, kamar ini cukup mengerikan. Dindingnya retak di berbagai sisi, ada yang sebagian lumut yang berwarna hitam, aku tak tahu kenapa bisa seperti itu, tiba-tiba pintu itu terbuka dan ternyata wanita rambut pendek itu.
"Ratna, dimana aku?" hanya itu yang terlintas di otakku.
"Ratna? Siapa Ratna?" Aku lupa, waktu itu aku bermimpi, tapi mimpi itu begitu nyata, entahlah, tapi saat ini aku tidak bisa membedakan mana mimpi dan kenyataan.
"Kenapa jadi diam? Kamu sudah membaik? Maaf sudah menyuruhmu berjaga sendirian saat tengah malam, itu salahku dan kau tanggung jawabku. Ngomong-ngomong namaku Dias, bukan Ratna, siapa ratna?" Penjelasan ini cukup untuk menjawab pertanyaan ku.
"Lalu apa yang terjadi dengan diriku?" Tanyaku.
"Kami menemukan dirimu di luar dengan luka di kepala belakang." Aku baru sadar bagian belakang pala ku di perban, Jadi yang mimpi itu nyata? Saat itu aku terjatuh. "Dan kami sudah membersihkan badanmu termasuk darah-darah di baju dan tangan, nama kamu Ian kan?" ia pun menghampiriku.
"Ian? Namaku Joe bukan Ian." Jelas ku, aku pun mencoba untuk bangun, aku sempat terjatuh saat mencoba untuk turun dari tempat tidur, "Tunggu, badan kamu belum sehat." dia pun dengan sigap menahan ku dan membantuku untuk berdiri. Aku pun berusaha untuk berjalan, berusaha untuk keluar dari kamar ini.
"Kamu kenapa sih? Kamu mau pergi kemana?."
"Kita harus pergi dari sini."
"Kenapa?"
Tiba-tiba saat ku berjalan, aku terjatuh, seperti ada yang menarik kakiku, menahan dan membuatku jatuh tapi tidak ada apa-apa di sini, hanya lantai kotor yang tak terawat.
"Aku tidak mau tinggal disini." Jawabku dengan tegas.
"Tapi kamu masih sakit."
"Kalau begitu bawa aku keluar dari kamar ini."
Dias pun membantu aku berjalan keluar dari kamar, ternyata kamar ini berada di pojok ruangan, ternyata di rumah ini terdapat tangga besar, bersebelahan dengan kamar ini. Semuanya berkumpul di aula, sepertinya masih depresi karena terdampar di pulau ini, beberapa merenungkan nasib, tatapan mereka kosong dan yang mereka lakukan hanya diam tanpa kata.
"Kenapa dengan mereka?" Tanyaku."Mereka hanya lelah." Jawabnya dengan singkat.
"Lalu bagaimana dengan kapten kapal?" Diriku hampir tak percaya dengan semuanya, aku seperti bimbang memilih hidup atau mati, layaknya tersiksa dalam sukma, tak terlihat tapi bisa dirasakan.
"Dia belum sadar, sepertinya ia koma." Ujarnya sambil membantuku berjalan, tiba-tiba dua orang turut membantu Dias. "Tak apa-apa. Aku akan duduk disini, terima kasih." Dias pun menurunkan ku dan berdiri dihadapan semuanya.
"Semuanya tolong perhatian." semua pun menoleh ke arahnya.
"Terima kasih atas waktunya, nama saya Dias, saya akan memimpin kelompok ini, sekaran..""Tunggu dulu!" Seseorang memotong ucapannya, dia pun berdiri, ternyata dia seorang laki-laki, berambut gimbal, badannya tinggi, berkumis tebal, memakai kacamata bulat serta anting, layaknya seniman.
"Siapa yang memilihmu menjadi pemimpin disini?" Tanyanya dengan nada kesal, dugaan ku benar, dimana seseorang akan mengambil alih pemimpin kelompok ini. Ia pun berjalan menghampiri dias, suasana menjadi tegang, beberapa orang mulai membisikan sesuatu, seperti mulai meragukan Dias sebagai pemimpin.
"Aku sendiri, karena aku Markonis kapal, disini tidak ada awak kapal yang lebih tinggi selain kapten yang sedang pingsan, dan itu sekarang menjadi tanggung jawab ku untuk menjaga kalian." Dias pun menarik nafas sejenak. Pria itu sepertinya tidak bisa membantah kata-kata Dias, "Di pojok kalian namanya Rian, dia adalah Mess boy kita, dia akan juru masak kita karena dia yang lebih tinggi di bagian dapur, dan di samping saya ialah Tio dan Dewanto, mereka adalah Oiler dan Electrician, mere.."
"Cukup." potong lelaki itu, "Persetan dengan itu, kita hidup bebas, layaknya angin, tak terikat oleh apapun. Buat apa kami mengikuti kalian? Bahkan kalian yang membawa kami ketempat ini, lalu masih pantas kah kami mengikuti kalian?." suasana menjadi tegang, orang-orang mulai berpikiran aneh-aneh, entah apa yang akan terjadi, aku berharap semua akan baik-baik saja.
"Kita hidup harus tertata, layaknya komunitas hidup bergandengan di bawah payung aturan mereka sendiri, maka hidup kita akan sejarahtera." Dengan penjelasan tersebut mudah-mudahan dia tidak berbuat macam-macam.
"Omong kosong! jika itu akan mensejahterakan hidup kita, kenapa masih ada munculnya konflik-konflik? Persetan dengan kalian! Aku akan pergi dari sini." Dia pun mengambil tasnya, "Yang mau ikut aku silahkan berkemas." semuanya hanya terdiam, beberapa ingin mengikutinya tapi ragu akan sesuatu. "Buat apa kalian ikut bersama mereka? Lihat lah, kita terjebak di pulau ini karena mereka! karena mereka kita tidak bisa bertemu keluarga kita lagi, saudara kita, sahabat kita, dan orang yang kita cintai. Tunggu apa lagi, kemas barang-barang kalian." Muka Pria memerah, benar-benar marah dengan awak kapal tersebut. Membuatnya kehilangan apa yang pernah ia perjuangkan.
Beberapa terhasut olehnya, mereka berkemas, sekarang mereka di pihak pria itu. 14 orang berdiri lalu berjalan ke pria itu, setengah dari kelompok ini mengikuti dia, aku hanya diam, menjadi pendengar, tidak tau harus berkata apa. "Kak! Jangan pergi." Tiba-tiba orang itu sorot perhatian semua orang, "Biarin kakak pergi! gara-gara mereka orang tua kita tenggelam di lautan sana!"
"Tapi disini bersama mereka aman kak, paling tidak kita menunggu bantuan datang."
"Hah!? Bantuan? Kita berada di pulau kecil yang entah berantah keberadaannya, kamu tuh mikir harus dewasa, liat kenyataannya."
Ternyata pertengkaran adik-kakak, Pria itu mendekati adiknya yang sedang menahan tangan kakaknya untuk pergi. tangan dia langsung datang dan menarik bajunya, "Biarkan apa yang kakakmu lakukan, itu hak dia untuk melakukan apapun, jangan kamu tahan dia lagi, kamu itu laki-laki seharusnya ikut dan menjaga kakak perempuanmu."
"Hei!" Teriak ku tanpa berpikir panjang, "Tidak boleh ada kekerasan disini." Ucapku sambil terengah-engah, "Kami juga tidak memaksa seseorang untuk tinggal disini, jadi kalian bisa pergi dari sini atau tetap tinggal bersama kami."
dia pun melepaskan baju adik kecil itu, "Baik, kalau begitu, kami akan pergi, jangan pedulikan kami, karena kami tak akan pernah datang kembali." Mereka pun pergi mengikuti pria itu, berjalan keluar, meninggalkan kami semua. Dan aku merasakan sesuatu yang tak biasa dalam diriku, seperti petanda buruk akan datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN US
Horror( Re-Cover Later ) Bercerita tentang pengalaman Joe yang terdampar di sebuah pulau misterius, banyak hal aneh yang terjadi disana, Tapi joe merasakannya, dan itu nyata. ( Update saat malam )