appuntamento

21 1 0
                                    

"pah, kita sudah bahas ini berapa kali. Al sudah bilang ke mama, al tidak ingin dijodohkan dengan Gadis manapun. Al sudah punya pilihan" sudah kali keenam alfian menjelaskan ini ke papanya. Ia tau bahwa papanya mungkin sudah bosan dengan perkataannya. Tapi sungguh ia mengharapkan kesabaran kedua orangtuanya ini. mamanya malah menganggap alfian selalu berulah dan berbohong seperti zaman ia sekolah dahulu. Padahal ia tau bahwa anaknya sudah berubah. Anak laki-lakinya sudah dewasa.

" iya al,mama tau. Tapi mana calon yang kamu bangga-banggain itu. Kamu tau kamu sudah jadi Perwira Alfin. Kamu itu sudah tua,Kamu belom nikah lagi. Nunggu apa lagi? Nunggu burung kamu gak bisa kepakek lagi" mamanya memang suka ngomong sembarangan. Mamanya tipe wanita penyayang keluarga, sangkin sayangnya ia akan sangat terbuka dengan seluruh anggota keluarga. Tidak terkecuali soal ranjang.

" ma, Alfian kan sudah ingeti mama sama papa. Alfian gak akan bawa calon alfian dihadapan kalian. Tapi kita yang akan kesana. Kita akan melamar dia dihadapan ayah dan ibunya, dan alfian lagi mengusahakan itu ma" ia mengusap wajahnya berkali-kali. Ia lelah setiap pulang dari perjalanan dinas kedua ornagtuanya terus meracuninya dengan pertanyaan tolol itu. Malah sekarang makin ada kemajuan, ia malah mendapat ancaman perjodohan. Ia tidak akan mau menikah dnegan gadis manapun selain gadis itu. Gadis itulah yang berhak ia nikahi.

" sudah la ma pa. Kalian buang-buang tenaga aja kalo ngomong ke bang alfin. Gak capek apa, aku aja capek dengernya." Nindi melengos kearah ke TV. Alfin tau adiknya itu malas mendengarkan drama kedua orangtua mereka. Alfin melirik adiknya dan tersenyum berterimakasih. Sebenarnya ia ingin memeluk adiknya sekarang juga, ia tau adiknya ingin membantunya dalam situasi pelik ini. Gadis yang baik, Nindi bukanlah tipe adik yang cerewet tapi juga tidak lemah. Dibesarkan dikeluarga yang cukup menyeramkan karna semuanya adalah anggota TNI tidak membuat ia menjadi wanita bar-bar. Ia malah sekarang sudah menyelesaikan Koasnya di salah satu Rumah sakit ternama milik tantenya.

Tiba-tiba alfin berdiri, bersimpuh dihadapan mamanya. Ia juga harus membuat drama yang baik jika ingin kedua orangtuanya bungkam. " mah, alfin sayang banget sama mama dan papa. Alfin gak akan bohongi kalian, alfin banyak banget ngambil pelajaran dari kejadian 3 tahun silam dan itu buat afin hampir jatuh dari kehidupan. Alfin minta kalian bersabar, alfin akan bawa kalian sebulan lagi ke rumah gadis itu dan kita akan melamarnya. Kita akan bawa mantu mama ke rumah kita ya ma." mama alfin yang di tatap begitu dalam oleh anaknya menangis haru dan memeluk alfin dalam-dalam.

" janji ya fin. Mama mau punya cucu"

"janji ma... mumpung burung alfin masih bisa kepakek ma" alfin mengedipkan mata menjahili mamanya.

" huss kamu ngomongnya ya. Nakal" sambil menjewer kuping alfin gemas.

" lah kan mama sendiri yang ngomong gitu. Alfin tinggal coppy paste aja" hahhaah alfin tertawa riang dan berlari kekamarnya. Ia selalu bahagia jika bisa menjawab perkataan mamanya. Sekali-sekali bikin mamanya gemas, asal jangan tiap hari nanti dia gak bakal dikasih jatah makan lagi.

Alfin menutup kamarnya dan menguncinya. Semenjak 2 tahun yang lalu ia tidak pernah membiarkan kamarnya dimasuki oleh orang lain. Ia akan sangat marah, tidak terkecuali mamanya karena didalam kamar inilah ia menyimpan seluruh kepahitannya dan rahasia besarnya kan seorang gadis. Alfin menatap foto besar yang 2 tahun ini menghiasi sudut kamarnya. Ia memperhatikan dalam-dalam gadis itu, bukan dengan perhatian cinta namun lebih kepada perhatian terluka dan bersalah. Karenanyalah gadis itu menanggung akibat kesalahannya. Gadis itulah yang telah susah payah menebus apa yang sudah dimulai keluarganya.

Satu tetes air mata merembes di pelupuk mata Alfin, ia siap.. ia siap mempertaruhkan apapun demi Gadisnya.

Alfin mengeluarkan Telpon genggamnya dari kantong bajunya, HP keluaran terbaru itu menguhubungkannya pada seseorang yang selama 1 tahun terakhir ini menjadi mata-matanya. Walau sebenarnya ia tahu bahwa ini bukan tugas anak buahnya ini, namun ia tetap meminta bantuan mereka selama 3 tahun terakhir ini.

"Assalamualaikum Res, apa kabar kamu?"

"Siap. Baik pak, ada apa pak"

"gimana??" tidak usah dijelaskan maka Ares akan mengetahui apa yang di pertanyakan komandannya ini.

" kabarnya baik pak. Tapi sekarang ia semakin gila kerja pak, ia semakin tak terkendali. Jarang menemui ayahnya, ia jarang makan dan bersenang-senang. Malah menurut saya dia menjadi kaku. Ia berbeda dari gambaran Komandan Ibnu pak, namun ia tetap pulang dan pergi dari rumah dengan teratur pak"

Afin menghembuskan nafas keras. Ia sepertinya tidak bisa menahannya lagi. Ia seharusnya langsung mendekatinya, bukan mengawasi gadisnya dari jauh seperti maling terus-terusan.

Deng...

Gadisnya...

" ibdahnya bagaimana res?"

" alhamdullah pak. Itu yang terlihat konstan, ia tetap beribadah pak. Malah lebih baik, saya malah ingin memberi kabar bahwa ia sudah menutup aurat sepenuhnya."

Hati alfin bagai tersiram air dingin. Ya allah, cobaan apa ini. Gadis ini terlihat sempurna digambarkan, tapi nyatanya ia tidak sempurna. Dan tugas alfinlah menyempurnakannya. Tak apa jika ia diolok-olok orang. Demi gadisnya, ia berhutang nyawa pada gadis itu.

"alhamdulillah, bagus Res. Saya tunggu perkembangan kamu. Oh ya, besok malam kamu saya undang makan malam. Jangan tidak datang"

" baik komandan. Siap"

"Assalamualaikum Res"

" Waalaikumsalam"

Alfin menghempaskan diri di kasur empuknya dan menatap langit-langit kamarnya. Ia berfikir keras, tentang gadisnya, tentang si bangsat di masa lalunya dan tentang kamarnya. Untuk apa ia tidak memperbolehkan orang lain masuk. Ia sudah membuang foto si bangsat yang sudah tecabik-cabik belati olehnya, yang selama 3 tahun yg lalu selalu ia jadikan tempat amarah, tapi masih ada foto gadis itu dan semua bukti kekejaman bangsat sialan itu. Ia tidak mau semua orang dirumah ini mengetahuinya.

UNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang