"ibu mana tas Nais yang warna coklat" inilah kebiasaan gadis ini, berteriak-teriak memanggil siapa saja, meneriaki apa saja. Tapi jangan harap sikap kekanakannya ini akan diperlihatkannya selain dengan keluarganya, ia akan menjadi wanita dewasa yang sangat tegas bila berada di hadapan orang lain apalagi kariawan di kantornya. Ia memang hanya seorang wanita yang berusah sekuat tenaga memperbaiki dirinya, menjaga keluarganya dan yang paling penting adalah belajar ikhlas atas semua yang ia hadapi hingga saat ini.
"nais, kamu itu kalo di rumah bisa gak gak usah teriak-teriak gitu. Ibu pusing. Tas kamu ada di atas lemari sepatu kamu. Ibu yang bereskan"
"oh okeokee bu. Makasih loh udah beresin tas nais. Tapi lain kali biar nais aja yang beresin, ibu gak boleh capek-capek" nais merangkul ibunya dengan penuh sayang.
" kamu itu udah ngomong gitu ada 30 kali dalam satu hari. Tapi gak ada yang ngerubah sikap kamu itu. Tetep aja pemalas" ibu meremas tangan anak tertuanya itu. Ia tau bahwa banyak hal yang harus dikerjakan oleh tangan lembut anaknya itu. Anak yang menanggung banyak beban kesalahan orang tuanya dari beberapa tahun yang lalu.
"ibu kalo ibu ngomong itu di depan kariawan aku, kupastikan gak ada yang percaya. Seorang wanita cantik Nais Saraswati... pemalas? Oh ya tuhan yang benar saja. Itu menipu namanya"
"kamu ini di kasih tau malah mencibir ibu ya"
"sudahlah bu, ibu gak akan menang lawan kak nais. Dia itu ular. Mulutnya itu bisa, pacar aku aja sampek nangis dia buat. Kasian banget aku jadinya" Rio, adik satu-satunya yang paling ia sayangi memang agak sensitif padanya. Pasalnya pacar si Rio habis-habisan dipermalukan oleh Nais karna mengkhianati sang adik.
"wanita pecundang yang kamu sebut-sebut sebagai pacamu adalah wanita pelacur yang melemparkan pantat dan payudaranya ke sembarang pria Rio. Kamu dengar kakak ya, sampai mati kakak akan nikahin kamu sama dia. Mendingan kakak mati sebelum liat kamu menikah. Tau kamu!!!" mata nais berkobar penuh amarah. Mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu.
"ish kakak. Aku aja udah maafin, udahlah di maafin aja lah. Dia juga gak sama aku ini lagi, lagian kakak ngomongnya jorok banget sih kan ada ibu di sini. Meja makan lagi."
"udah lah terserah kamu. Bu, nais berangkat ya." nais mencium pipi ibunya sekilas dan menyambar tas tangannya.
Sebenarnya Nais tahu bahwa adiknya tidak pernah serius dengan wanita manapun, tapi melihat ia dikhianati dengan wanita murahan itu membuat ia naik pitam.
Hari ini Nais berangkat ke kantor lebih cepat sebab ia punya janji penting dengan klien dan ini adalah proyek yang sangat penting. Siapa yang menganggap ini tidak penting, ini adalah acara ramah-tamah penerimaan Tentara Nasional Indonesia yang baru di lantik. Bahkan semua TNI akan datang dan bergabung mulai dari angkatan darat, laut dan udara. Apalagi petinggi petinggi dari instansi itu akan datang semuanya, menjadikan proyek ini sangat spesial bagi Nais.
Nais melangkahkan kakinya di kantor miliknya dengan penuh percaya diri, Nais adalah orang yang berbeda jika di luar rumah. Ia terkenal sangat kaku, bukan berarti ia jahat atau garang sebagai atasan namun ia hanya sulit mengekspresikan perasaannya jika di depan orang lain yang bukan keluarganya.
Nais menekan inkom deal no 1 yang menyambungkan dengan sekertarisnya itu, untuk pengecualian ada 2 orang yang akan ia berikan sikap lebih terbuka sedikit, yaitu gadis di depannya saat ini dan mantan tunangannya.
"Jani apa jadwal saya hari ini?"
"ibu mempunyai janji dengan beberapa klien dan daftarnya sudah saya kirim via email. Ibu juga hari ini ada janji dengan beberapa staf dibagian dekorasi untuk rapat pembahasan kelanjutan rapat sebelumnya. Itu saja bu. Cukup."
"baiklah Jani, saya sudah cek daftar klien yang akan saya temui hari ini, untuk klien dari pemerintahan itu saya mau bertemu di luar saja untuk menjamu mereka, jadwalkan pada sore hari sebelum saya pulang. Dan untuk klien yang lain jadwalkan di kantor sebelum makan siang, rapat tolong informasikan pada staf untuk memulainya pada pukul 1 setelah makan siang dan satu lagi tolong fikirkan menu makan siang saya." nais memang terbiasa untuk menangani semuany sendiri, sesuai kemampuannya. Walaupun ada banyak sekali kariawan namun ia tetap melaksanakan tugasnya seperti semula. Bukan hanya memeriksa berkas, karna pemeriksaan berkas akan ia lakukan di rumah. Dan di kantor ia akan menangani hal yang lain yan lebih penting. Hal inilah yang sangat disenangi oleh semua kariawannya. Apalagi akhir-akhir ini semenjak perusahaannya berkembang pesat Nais menjadi semakin sibuk. Tidak ada lagi jadwal kosong untuk makan siang diluar, semuanya dilakukan di dalam ruangannya ini.
"oh ya Jani, ada hal lain yang harus kamu fikirkan"
"oh iya ibu, apa?" nais melirik wajah gadis itu dan melihat ada gurat ketegangan di sana.
" bagaimana apa saya sudah bisa mengenalkan kamu ke adik laki-laki saya"
"o.o.oh soal itu bu, sa.sa.. saya belum mengambil keputusan. Namun saya rasa tidak perlu bu, saya belum terlalu membutuhkan laki-laki" nia menunduk dalam sekali.
"baiklah, jika kamu sudah memutuskannya, padahal saya berharap kamu menjadi adik ipar saya." nais terkekeh melihat Jani yang salah tingkah karna pembicaraan mereka barusan. Benar nais memang menjodoh-jodohkan adiknya itu. Tapi memang nasip jelek adiknya, belom dijodohkan saja sudah di tolak.
" saya permisi bu"
"iya calon adik ipar" nia langsung menoleh ke arah nais. Dan melototkan mata
"hahhahaha... aku hanya berdoa. Kau tegang sekali Jani" seketika nais tertawa karena telah melihat nia lari terbirit-birit dari ruangannya. Oh yang benar saja, dia kan hanya menggodanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNO
ChickLitNais Saraswati... Nama itulah yang sekarang menduduki meja Pemilik Perusahan yang bergerak di bidang Event Organizer no satu di Jakarta. Bukan mudah seorang gadis dengan usia yang sangat muda bergerak menjalankan Perusahaannya ini hingga sebesar se...