The Keeper
-Lang Leav, Love & MisadventureYou were like a dream,
I wish I hadn't
slept through.Within it I fell deeper,
than your heart would
care to let you.I thought you were a keeper,
I wish I could
have kept you."Sudah kubilang cukup! Cukup, Zoe! Aku benci kamu yang seperti itu. Maafkan aku, Zoe! Maaf! Aku sangat menyayangimu sampai aku juga tidak rela apabila aku harus pergi. Meninggalkan dirimu di sini sendiri. Aku juga tidak rela apabila kau nanti menjadi dekat dengan orang lain. Terutama laki-laki lain selain diriku." Dapat kulihat dengan jelas, mata Lucas yang berkaca-kaca.
Ini adalah pemandangan yang langka. Aku jarang sekali melihat Lucas yang sewaktu-waktu akan menangis. Seingatku, Lucas bilang, kalau menangis tidak akan menyelesaikan apapun dan menangis itu tidak pas untuk profilnya sebagai laki-laki.
Dalam sekejap, berbeda dengan diriku, Lucas dapat mengendalikan emosinya. Ia berkata padaku dengan lembut, "Walaupun kamu hanya memandangku sebatas saudara saja."
Menyadari perkataanya, dengan cepat Lucas mengalihkan topik pembicaraan yang agak melenceng ke topik utama. "Tapi! Tapi kamu pun juga tahu alasan mengapa aku pergi! Mengapa aku harus pergi."
Aku menatapnya dengan pandangan bingung. Apakah dia lupa kalau ada satu hal yang belum ia ceritakan padaku?
Kami mengenal satu sama lain selama 10 tahun bahkan lebih. Jadi, ketika Lucas melihat tatapanku itu, ia mengerti kalau aku menuntut sebuah penjelasan. Lucas menghela nafasnya dan mulai menceritakan "siapa itu" yang selama ini selalu terngiang-ngiang di kepalaku.
Ternyata, "siapa itu" adalah seseorang dari keluarga Lucas. Aku baru menyadari bahwa akhir-akhir ini Lucas jarang bercerita tentang keluarganya.
Lucas menatap kosong ke arah langit malam yang indah. Berbalik dengan suasana kami yang tidak dapat dibilang indah. Kata demi kata mulai mengalir dari mulutnya.
Aku tahu Lucas telah menyiapkan hatinya untuk dapat bercerita seperti ini. Aku tahu, dia tahu, bahwa suatu saat nanti dia memang harus menceritakannya padaku. Kata demi kata yang keluar dari mulutnya mulai menohok diriku perlahan.
Seseorang itu adalah ibu kandung Lucas. Ibu yang selama ini bersama dengannya adalah ibu tiri. Ayah Lucas tidak memberitahu Lucas karena ia tidak ingin Lucas sedih. Lagipula, ayah Lucas kira, istrinya sudah meninggal ketika kecelakaan pesawat yang mereka tumpangi saat akan berbulan madu.
Pantas saja, wajah Lucas tidak mirip dengan wajah ibunya saat ini. Lucas baru mengetahui berita ini ketika sepucuk surat datang ke rumahnya.
Ibu kandungnya sudah mencarinya sejak lama dan akhirnya dapat menemukan Lucas. Sekarang, aku bisa apa? Tidak ada alasan lagi supaya aku menahannya disini. Mana mungkin aku menahan seorang anak yang belum pernah bertemu dengan ibu kandungnya sendiri.
Ketika aku mau mulai mencerna lagi kalimat-kalimat Lucas, Lucas mengatakan hal yang aku tidak duga.
"Sebenarnya.. aku malu."
"Aku malu karena aku berasal dari keluarga yang broken home. Oleh karena itulah, aku tidak pernah menceritakan hal ini kepadamu. Kadang aku juga dapat berpikir yang tidak-tidak. Oleh karena itu, aku benci apabila kamu berbuat yang sama. Aku tidak mau melihat dirimu hancur dengan pikiran negatif itu. Aku pikir inilah saatnya menceritakan semua ini kepadamu. Aku tahu aku mengatakan kepindahanku dengan mendadak. Maka dari itu, --"
"Tolong maafkan aku, Zoe."
Tubuh Lucas sangat terguncang. Refleks, aku memeluknya dengan kencang untuk menguatkannya.
"Sudah sampai kapan kamu menahan semua ini? Kamu menangis dan tubuhmu gemetar. Aku juga minta maaf karena selama ini aku tidak peka terhadap kondisimu dan egois, hanya memikirkan nasibku sendiri saat kau akan pergi nanti." kataku dengan suara lembut.
"Setelah mendengar cerita mu, aku jadi menyesal karena telah mendesak dan memojokkanmu untuk segera menceritakan hal tersebut. Tapi, di satu sisi, aku merasa lega karena sekarang, aku bisa merelakanmu pergi dan aku berjanji kalau aku akan bertahan disini sampai kau kembali."
Aku menatap ke arah langit yang ternyata sudah mulai berubah warna menjadi oranye. Kami sudah mengobrol hingga subuh. Tak terasa waktu makin cepat berlalu. Mataku maupun mata Lucas pasti sembab. Kami melihat satu sama lain dan mulai tertawa terbahak-bahak.
----
Sekarang sudah tanggal 3 Januari, hari dimana Lucas akan berangkat ke negara tetangga. Kami turun dari atap dan kembali ke kamar Lucas. Aku menyuruhnya untuk tidur supaya ia mempunyai energi ketika bertemu dengan ibunya nanti. Kulihat mata Lucas mulai terpejam. Aku menempatkan diriku kesamping tempat tidurnya dan mendekatkan wajahku ke telinganya.
"Aku menyayangimu, Lucas. Biarpun aku selalu bilang hanya sekedar saudara, tanpa kamu tahu aku menyayangimu lebih dari itu." bisikku pelan.
"Tidak, aku tahu itu."
Aku tersentak kaget. Mata Lucas yang tadi terpejam sekarang sudah terbuka dan menatapku hangat.
"Aku pasti akan kembali. Bila kamu rasa aku tidak akan kembali lagi, kamu boleh melupakan aku dan mencari laki-laki lain. Tapi, bila aku boleh egois, bisakah kamu menungguku hingga aku kembali?" tanya Lucas.
"Tentu aku akan menunggumu, Lucas. Selama apapun itu. Karena aku sudah berjanji dan janji harus selalu ditepati kan?" kataku dengan segenap hatiku.
Waktu itu kami gunakan untuk saling memandang wajah satu sama lain dan tersenyum. Lucas mengatakan bahwa aku harus tidur, tapi aku bersikeras untuk tetap menemaninya hingga akhirnya Lucas tidak dapat menahan rasa kantuknya lagi dan tertidur. Ku kecup bagian dahinya dan pulang ke rumahku.
Jam telah menunjukkan pukul 18.00 WIB, aku mengantarkan Lucas ke bandara Ulrica. Aku mengatakan "Sampai jumpa lagi, Lucas Keegan " bukannya "Selamat tinggal, Lucas Keegan" karena aku yakin Lucas akan kembali lagi.
Tidak perlu ditanya, tentu sampai detik-detik terakhir pun aku menangis, tapi tidak se-histeris dulu. Aku duduk termenung di bandara selama beberapa jam. Aku menguatkan diriku sendiri. Aku berusaha berpikir postif seperti yang selalu Lucas katakan padaku. Lucas disana mengejar cita-citanya. Aku tidak boleh kalah dengan Lucas dan akan mengejar cita-citaku disini.
----- Bersambung -----
Tolong di vomment ya! Disini aku menerima segala kritik maupun saran!!
Terima kasih! ♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Mémoire ; Memori
Historia CortaA million feelings A thousand thoughts A hundred memories One person