Jam pelajaran ke-5 dan ke-6 terpaksa dikosongkan karena adanya rapat dadakan yang mengharuskan seluruh dewan guru untuk menghadirinya. Namun tak hanya itu saja yang kosong, ruang kelas X-2 juga ikut-ikutan kosong akibat ditinggal penghuninya. Seluruh siswa kelas X-2 menyebar ke berbagai tempat. Sebagian besar masih ada di kantin, dan sebagian yang lainnya berkumpul di tepi lapangan.
"Bil, lo ngerti kamera ginian nggak?" Suara Sabrina mulai terdengar. Kini cewek itu tengah duduk di tepi lapangan dengan sebuah kamera DSLR di tangannya.
"Baru beli?" tanya Billy, teman sekelas Sabrina yang kini tengah duduk di sebelahnya. Ia terlihat tidak sabar untuk menunggu pertandingan basket antara kelas X melawan kakak kelas mereka dari kelas XII yang katanya akan berlangsung beberapa saat lagi.
"Nggaaaak," Sabrina menggeleng sekali. "Bukan punya gue," lanjutnya.
Billy tampak mengangguk menanggapinya. "Terus? Lo mau minta tolong gue buat fotoin lo, gitu?" tebaknya.
"Nggak juga," Sabrina menggeleng lagi. "Gue mau minta tolong lo buat nyariin foto gue yang ada di sini, terus lo hapusin semua deh tuh foto-foto gue!" Sembari menjelaskan, cewek itu juga menyerahkan kamera yang dibawanya kepada Billy. "Atau nggak, lo keluarin memory cardnya aja deh. Entar biar gue hapus sendiri. Ini kamera pasti pake memory card kan?"
Billy memerhatikan kamera yang kini ada di tangannya itu dengan seksama lalu menekan-nekan tombolnya, hingga foto-foto Sabrina muncul di layar LEDnya. "Ih, ini foto lo ya? Kok beda banget sih?" komentar Billy kemudian.
"Beda gimana? Gue jadi keliatan makin cantik ya? Ya kan... ya kan... ya kan?"
Namun sebelum Billy sempat menjawabnya, seorang cewek hadir di tengah-tengah mereka. "Sabrina, dipanggil Bu Mira tuh! Katanya ada tugas buat kelas lo!" kata cewek tidak dikenal itu. Sabrina sendiri bingung dari mana cewek itu tahu namanya.
"Lho kok gue? Kan biasanya kalo ngasih tugas ke KM..." bantah Sabrina.
"Sebenarnya sih gue juga disuruhnya manggil KM kelas X-2, cuman dari tadi gue keliling nggak ketemu-temu. Udah lo aja deh sana!"
"Bil, lo aja gih! Gue males ah," ujar Sabrina seraya menyikut lengan cowok yang masih fokus dengan kamera yang ada di tangannya itu.
"Ogah ah! Kan gue lagi ngapusin foto-foto lo nih," bantah Billy. Sejujurnya, cowok itu sama malasnya dengan Sabrina.
"Ah, elo mah..." kata Sabrina akhirnya. cewek itu pun berusaha berdiri dengan ogah-ogahan lalu dialihkannya perhatiannya kembali ke cewek tidak dikenal itu."Di mana emang Bu Miranya?"
"Ikut gue!" perintah cewek itu tegas, lalu berjalan cepat menjauhi lapangan dengan Sabrina yang mengekor di belakangnya.
Langkah kedua cewek itu baru terhenti ketika mereka telah sampai di ujung tangga lantai tiga. Dari posisi itu, Sabrina dapat melihat pintu-pintu ruangan kelas XII berjejer rapi di hadapannya. Ya, semua ruangan di lantai tiga itu memanglah dihuni oleh siswa kelas XII, yang pada siang itu entah menghilang ke mana karena tak satu pun siswa yang berkeliaran di sana.
Seketika itu, perasaan tidak nyaman mulai merasuki hati dan pikiran Sabrina. Apalagi begitu didengarnya derap langkah yang menaiki tangga. Derap langkah yang membuat detak jantungnya berpacu dengan cepat. Derap langkah yang terdengar beramai-ramai serta dibumbui dengan suara serak serta tawa khas para cowok. Derap langkah yang membuatnya ingin lari sekuat tenaga, namun ia tak kuasa untuk melakukannya.
"Oh, tamu spesial udah datang?" tanya cowok yang merupakan pemilik salah satu derap langkah yang menaiki tangga tadi dan kini berdiri tepat di belakang Sabrina. Cowok dengan tinggi badan mencapai 175 cm. Cowok kharismatik yang ditemui Sabrina di kantin pada jam istirahat tadi. Cowok itu... Rama!
"Masuk dong! Yang lain udah pada nunggu tuh!" Suara lain ikut menyahut. Suara milik cowok yang juga baru saja datang bersama Rama dan dua cowok lainnya.
"Udah ya, Kak? Aku boleh pergi kan?" tanya cewek yang tadi mengantar Sabrina. Sorot matanya memancarkan binar-binar ketakutan.
"Ya udah, ya udah! Pergi sana! Thanks ya?" kata salah satu cowok, yang kemudian disusul dengan kepergian cewek tidak dikenal itu.Tiba-tiba saja, lengan Sabrina sudah dicekal oleh kedua cowok yang berdiri di sisi kiri dan kanannya. Kemudian mereka berempat sama-sama menggiring cewek itu untuk masuk ke salah satu pintu ruang kelas terdekat dari posisi mereka. Hanya membutuhkan waktu kurang dari satu menit bagi mereka untuk membawa masuk Sabrina lalu mendudukkannya secara paksa di atas kursi kayu yang telah dipersiapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Seniority [Completed]
Teen FictionIni tentang masa SMA. Masa SMA yang hanyalah fiktif belaka, di mana penindasan merajalela... Di mana harga diri direndahkan, ternoda dan terinjak-injak... Di mana patuh pada senior merupakan kunci utama untuk dapat bertahan dari segala macam ancaman...