PROLOG

229 64 123
                                    

Senin, pukul 07:00 a.m.

Bel bersuara seperti pemadam kebakaran baru saja berbunyi sekitar 10 detik yang lalu. Dan dalam hitungan detik itupun semua murid SMA Bangsa berkumpul ditengah lapangan. Untuk mengikuti jalannya upacara.

Usai pengibaran bendera, beserta lagu-lagu yang wajib dinyanyikan. Saatnya pembina upacara untuk berbicara, semua boring seketika. "Selamat pagi, anak-anak bapak yang saya sayangi." Kata Pak Sunarso usianya sekitar 37 tahunan.

Semua menjawab. "Selamat pagi....!"

"Baik sem---" ucapan Pak Sunarso berhenti ketika melihat sosok cowok bertubuh tegap dengan santainya berdiri di sampingnya. "Kamu ngapain?" Tanyanya.

Cowok itu menjawab. "Telat pak."

Muhammad Damar Wirasa. Cowok yang baru saja berdiri tegap dengan santainya bersejajar dengan Pak Sunarso guru matematika yang killer. Pak Sunarso sudah hapal betul apa alasannya jika Damar terlambat, apalagi kalau bukan kesiangan?

"Sudah sana kamu, masuk barisan." Gertak Pak Sunarso dan sedikit mengusir karena menganggu ucapannya pagi ini.

"Tadi disuruh berdiri disini pak sama pak aki, katanya--" suara Damar terdengar dari microfont karena saking kerasnya ia berbicara membuat nama yang disebut melihat ke arah Damar. Tajam.

"Udah sana! Masih untung bapak suruh masuk barisan dari pada berdiri disini." Sanggah Pak Sunarso.

"Sip pak."

Damar berjalan memutari barisan yang amat sangat ramai, berkat ulahnya pagi ini yang membuat gosip nantinya. Dipaling tengah belakang ada sosok cewek yang melihat tingkah Damar dengan jengkel sekaligus kesal. Bukan! Dia bukan pacar atau yang membenci cowok bader macam Damar. hanya heran dengan sikapnya akhir-akhir ini.

"Wey, bro! Dari mana aja lo?!" Sambar teman Damar yang satu barisan dengannya. Arjuna Aditya Purnama.

"Liburan gue." Jawab Damar sambil menepuk pundak kanan Juna. Dua kali.

"Asikk! Liburan kemana? Gak ngajak nih bocah!" Juna pun sama. Menepuk pundak kiri Damar. Tiga kali.

"Kalo ngajak bukan liburan namanya."

"Bangke emang nih bocah!"

"Haha." Damar tertawa renyah. "Lagian lo aneh-aneh aja, gue abis telat dibilang abis dari mana. Bangkean mana? Lo apa gue?!"

Juna tertawa dan mengulang tepukannya pada pundak Damar. Berulang-ulang. "Canda bro, biar lo enjoy!"

"Haha, makasih dah." Damar yang baik hati, tidak mau gara-gara pundaknya ditepuk Juna berulang-ulang. Menggeser tangan Juna perlahan sambil tertawah bersama.

Disisi kiri Damar ada cewek bertubuh kecil menyilangkan tangannya didada namanya Zelia Widya Arista.

Resiko baris dipaling belakang, membuat apapun yang berada di depan tidak terdengar sedikitpun. bahkan kalau volume microfont nya makin besar suara berisik belakang pun makin besar. Gak kebayang lebih rese cowok kalo lagi ngobrol ditempat yang gak tentu. Batin Zelia.

Damar yang insting nya kuat akan hal lirikan cewek pun melirik cewek di sebelahnya lalu menyunggikan senyuman. "Ganteng?"

"Idihhh!!!" Zelia bergidik jijik.

"Ngapain lo ngeliatin gue?!" Sahut Zelia melihat cowok di sampingnya menatapnya penuh arti.

"Lo cantik. Tapi sayang jutek! Tapi gapapa gue suka." Kata Damar lebih terdengar berbicara sendiri.

Zelia membuang muka malas. Mungkin perasaannya berbunga-bunga setelah mendengar ucapan cowok ganteng “SUKA” kepadanya. bisa dibilang Zelia bhulsing-malu-malu kucing gitu.

"Lo suka sama dia, Mar?" Tanya Juna yang sempat mendengar obrolan Damar dan Zelia. Walaupun lebih banyak Damar yang berceloteh.

"Nguping aja lo..." sungut Damar.

"Lo ngomong pake suara, gimana gak kedengeran pintar!" Balas Juna sama sungutnya.

"Tutup kupinglah biar gak dibilang nguping."

"Ibab banget jadi temen lo mar!" Tunjuk Juna ke arah mukanya Damar.

"JUNA!!! Berisik lagi bapak suruh maju ke depan!" suara Pak Aki terdengar jelas di balik belakang Juna. Juna berbalik matanya menyipit ketika melihat Pak Aki berada di belakangnya. Jaraknya hanya lima jengkal.


-----


Selesai upacara. Juna, Miko, Gery, Yadi, Kavi dan Damar langsung menuju tempat biasa. Tempat dimana Juna membeli minum, Mika dan Gery membeli makanan dan yang lainnya Cuma duduk aja.

"Seger... tenggorokan gue." Juna membuang es minumannya ke tempat sampah lalu Mengambil sepucuk rokok didalam tasnya hitamnya lalu menyerahkan satu untuk Damar.

"Gak." Tolak Damar. Ekspresi mukanya kali ini berubah dibandingkan yang upacar pagi tadi yang terlihat banyak senyum.

Ke empat temannya langsung menatapnya heran begitupun Juna. "Kenapa?" tanya Juna.

"Gue mau ke ruang BK dulu." Damar meraih tasnya bewarna coklat karena tadi belum sempat menaruh tasnya di kelas.

"Ada masalah apa tuh bocah?" tanya Juna heran.

“lo kayak gatau damar aja jun. Dia kalo di panggil guru bk mukanya memelas gitu, minta di perhatiin.” Kekeh Yadi.

“dua upil buat yadi.” Ucap Kavi dan Miko bersamaan.

Diruang BK. Hanya ada Damar dan Bu Lela--guru yang terbilang sadis sepanjang masa. Damar mengatukan kakinya terus menerus. Takut-takut jika pertanyaan yang keluar dari mulut Bu Lela adalah pertanyaan yang paling dihindari.

Bu Lela menarik nafas panjang. "Kamu, udah dua minggu di skors tapi gak kapok-kapok? Mau kamu apa?" Damar bernafas lega.

"Mau sekolah lah bu." empat kalimat yang membuat Bu Lela menatap tajam.

"Ibu gak bercanda ya!" gertak Bu Lela yang mungkin akan berpengaruh pada Damar kali ini.

"Kamu tau gak? Kamu dari awal minggu kemarin sampai saat ini menurun drastis. Bahkan guru-guru setiap hari ngomongin kamu. catatan pelanggaran kamu mulai hari ini numpuk! Kamu---"

"Saya tau bu." Damar memelas. Ia tahu perbuatannya selama ini salah, semua peraturan ia langgar. Bahkan bolos bersama teman-temannya, itu bukan salah temannya. Salah Damar. salah Damar yang gak bisa mempertahankan nama baik dirinya. Dan gak bisa mempertahankan apa yang dicapainya.

"Lama-lama ngomong sama kamu nyebelin ya! Udah deh, nih tanda tangan!" Bu Lela menyerahkan sebuah map besar bewarna orange beserta bolpoin.

"Banyak juga tanda tangan saya." Kata Damar melihat deretan kesalahannya yang hampir penuh.

"Iya, jangan di ulangin lagi." Nasihat Bu Lela meski dalam hatinya masih merutuki Damar.

"Yaudah bu, saya ke kelas." Pamit Damar yang disetujui Bu Lela.


*****

To Be Countuned

My Heart Is Wounded (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang