SELASA: DAMAR

82 22 32
                                    


Zelia dan Salsa baru saja keluar dari barisan Yang sebelumnya ikut berbaris ke lapangan karena ada pengumuman penting. Yaitu, pengumuman tentang tanggal dan bulan ulangan tengah semester yang di perkirakan dua minggu lagi. Itupun masih perkiraan.

Kata Zelia waktu di tengah lapangan dia berbisik pada Salsa yang berada di depannya. "Sekolah gak jelas banget. Ngasih tau ulangan bentar lagi, tapi di ujung kalimat masih perkiraan. Yang bego di sini siapa hayo?" Salsa yang mendengar terkekeh lalu menjawab. "hayo... siapa? Haha." Begitulah mereka sampai ketua kelas yang berada di depan barisan mendesis lalu berujar supaya tidak berisik.

"Zel, ayo cepet!" Salsa terus saja memanggil Zelia untuk bergerak cepat. Pasalnya Zelia lagi berhadapan dan sekaligus berdebat dengan Bu Dena. Kalau urusan Pr gak bisa di ganggu gugat, apalagi lupa bawa bukunya. Itulah yang di perdebatkan Zelia sekarang.

Salsa yang berada di luar sambil menyapu arah pandangnya, terus saja mulutnya tidak berhenti memanggil Zelia. Sampai Zelia keluar dengan muka kusutnya. "Udah?" Tanya Salsa yang melihat jelas muka kusut Zelia.

"Lo tuh ya?! Gak bisa sabar dikit apa?! Gue lagi berdebat sama Bu Dena masih aja teriak-teriak suruh cepet. Dikira gak panik apa kalo berdebat sama guru itu?!"

"Ekhmm...!"

Zelia diam, tidak dengan Salsa yang terlihat terkejut. Zelia yang bingung Salsa kenapa akhirnya memutarkan kepalanya lalu ikut terkejut.

"Udah, nge-gosip nya?" Tanya Bu Dena.

"Eh... ibu. Emang saya ngomong apa tadi?" Zelia menyenggol lengan Salsa untuk minta bantuan siaga.

Salsa memutar bola mata, "ayok bu. ke kelas, nanti jam pelajarannya abis loh bu."

Bu Dena mengangguk seraya berjalan sambil memegang buku-buku tebalnya. Zelia yang punya inisiatif lansung meminta buku-buku itu untuk di bawanya sedangkan Salsa membawa tasnya.

Tiba-tiba dari arah berlawanan datang sesosok cowok bertubuh tegap. Pakaiannya seperti biasa, bajunya dikeluarkan, memakai dasi dan penampilan seperti biasa.

"Telat kamu?" Tanya Bu Dena pada sesosok cowok yang baru saja salim dengannya.

Cowok itu tersenyum. "Kaya biasa bu."

Bu Dena menggeleng. "Gak cukup emang di skors beberapa minggu?" Zelia yang mendengar percakapan kedua orang itu memgerutkan kening.

"Cukup lah bu. Malah lebih dari cukup." Jawabnya enteng. Cowok itu...

"Dhamar." Gumam Zelia yang masih terdengar meski pelan.

Dhamar mengankat alisnya. "Eh, ada si cantik. Kenapa? Kaget ya? Udah biasa tenang aja. Gak lagi kok."

Salsa mengulum senyum sambil sesekali menyenggol lengan Zelia. Zelia yang tidak mengerti Salsa ngapain hanya mengerutkan kening dan mimik mukanya berkata. "lo kenapa? Ayan?" Dhamar tersenyum.

"Senyam-senyun aja kamu. Udah cepet masuk kelas sana!!"

"Lah, ibu bukannya ngajar di kelas saya. Ya berarti ibu juga." Zelia menahan senyum begitupun Salsa.

"Kamu kalo di bilangin orang tua jangan nge bantah!"

"Ibu juga kalo salah jangan nge bantah." Jawab Dhamar lagi-lagi menyahut.

Salsa lansung menepuk pundak Dhamar kasar. "Diem. Ayo bu ke kelas." Bu Dena berjalan di depan selangkah sedangkan Zelia di belakangnya. Salsa dan Dhamar malah asikk ngobrol berdua.

"Mar, lo suka sama zelia ya?" Tanya Salsa.

"Kenapa?"

"Enggak, tanya aja." Damar tidak menjawab malah menunjukan senyumnya lalu bola matanya melihat gerakan Zelia berjalan.

"Gatau, masih bingung."

"Bingung?" Salsa mengerutkan kening. "Masa suka mesti mikir-mikir. Lain kali coba tanya sama hati lo, jangan tanya sama otak lo." Ujar Salsa nyindir.

Damar diam.

"Kata hati sama otak itu beda. dari mata turun ke otak itu cintanya karena nafsu. Kalau dari mata turun ke hati itu cintanya alami. Gak mandang dia cantik, seksi, atau apalah namanya." Jelas Salsa yang terlihat ngomong sendiri.

Damar hanya manggut-manggut aja. Kalau urusan kata-kata bijak yang lebih ke sok tahu sudah menjadi kebiasaan Salsa. Salsa itu jomblo, tapi banyak kata-kata yang bijak yang tidak bisa di mengerti. Mungkin kalau kata-kata yang tadi nyari di mbah google.


------


Sesuai dengan peraturan yang dibuat Bu Dena sendiri. Siapapun yang tidak mengerjakan PR tanpa toleran dengan lupa bawa atau lainnya. Akan di kenakan hukuman yakni; rangkum satu bab buku paket ips sampai jam pelajaran Bu Dena selesai. Jika belum selesai, maka akan ditambahkan lagi bab yang akan dirangkum minggu depan. Zelia menghela nafas ketika hukuman itu di sebutkan. Andai Zelia tidak lupa membawa bukunya, pasti tidak akan seperti ini.

Semua yang berandai-andai tidak akan menjadi apa yang kita mau. Semua yang sudah terjadi tidak akan bisa di ulang kembali. Manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan. Karena dengan kesalahan yang kita perbuat hari ini. Akan menjadi pelajaran untuk ke depannya.

Zelia pasrah ketika hukuman itu di tunjukan padanya apalagi ia mendapatkan hukuman secara lansung di depan semua teman sekelasnya. Ya. Hanya Zelia yang tidak mngerjakan PR akibatnya ia di suruh keluar kelas seorang diri.

"Yaud....." omongan Zelia terputus ketika seseorang dari arah belakang berteriak keras.

"Ibu!! Saya juga belom ngerjain pr."

Bu Dena membuang nafas perlahan dan berkacak pinggang. "Emang kamu pernah ngerjain pr?" Tanya Bu Dena yang membuat seisi kelas tertawa.

Cowok itu memutar bola mata. "Soal pr nya aja belum ibu kasih, gimana saya mau ngerjain." Katanya sok memelas.

"Emang kamu masuk?"

"Enggak."

"Di skors aja belagu kamu."

Semua tertawa begitupun Zelia yang masih berada di depan.

"Mumpung saya lagi pengen di hukum nih bu. Saya rela deh di hukum apa aja sama ibu, karena gak ngerjain pr." Cowok itu malah menawarkan diri untuk di hukum. Sedangkan yang lain malah enggan di hukum, tapi cowok ini? Malah mau-maunya.

"Mau-maunya kamu itu mah, emang ibu gak tau? Nanti kamu ke kantin kan?" Tebak Bu Dena yang sudah tahu maksud dan tujuan cowok itu menawarkan diri.

"Yah, ibu. Jangan sudzon bu, gak baik bagi kesehatan. saya serius bu, kapan lagi di seriusin sama saya?"

"Lama-lama kamu menjijikan ya, damar."

Semua lansung tertawa. tidak dengan Zelia yang geleng-geleng kepala. Dhamar bukan hanya ngeselin, tapi ia bisa mengulur waktu banyak. Sudah hampir 10 menit. Dan Zelia masih belum nulis tugasnya karena hal seperti ini.

"Udah sana kamu, keluar! Kerjain tugasnya sama kaya Zelia. Makin geli ibu liat kamu di kelas." Dengan senang hati Damar berjalan keluar sambil membawa buku dan pulpen yang habis di copetnya tadi.

Damar tersenyum ke arah Bu Dena lalu berbicara sopan. "Makasih... ibu dena yang cantik!" Katanya. Bu Dena tidak mengubrisnya.

Cowok macam Damar emang harus di rukiyah biar otaknya bener. Sekali aja bener, susah banget kayaknya buat cowok kaya dia. Mesti di kasih obat racun tikus kali ya? Biar otaknya gak miring-miring amat. Ujar seseorang dari arah belakang dalam hati.

Cewek ber-paras cantik dan ramah duduk diluar dengan buku-buku disisi pahanya yang di atasnya tangannya sedang menari-nari menuliskan kata-kata yang ada di buku paket ips. Sedangkan di sebelahnya ada cowok bruntal dan setengah alim sedang memperhatikan cewek di sebelahnya. Kedua karakter yang berbeda sangat jauh. Yang jika di gabungkan bagaikan langit dan bumi, tidak bisa di satukan jika hanya melihat di satu sisi.

Damar berdehem. Yang mengundang decakan dari mulut Zelia secara tidak lansung. "Nulis dam, liatin gue mulu kapan selesainya?"

Cowok itu terkekeh. "Emang siapa yang liatin lo?" Tanyanya songong.

"Lo."

"Kapan?"

"Tadi."

"Tadi kapan?"

"Bodo amat."

Damar tertawa geli, kejadian seperti ini harus dimanfaatkannya untuk beberapa lama. Karena dengan cara seperti ini, ia bisa dekat dengan cewek yang baru saja bertamu di hatinya.

"Masih inget gue, zel?" Pertanyaan yang keluar dari otak kanannya. Sejak dari kemarin Damar ingin bertanya seperti itu, namun waktunya selalu tidak tepat bahkan pertanyaan yang aneh untuk di jawab.

Zelia berhenti menulis, kepalanya berputar untuk melihat wajah Dhamar. "Kalo boleh jujur... awalnya lupa. Tapi gue inget kok, kalo lo gak sekelompok matematika waktu itu sama gue, mungkin gue gak bakal kenal lo." Terlihat dari wajah Damar ia menahan rasa kecewa di dalam dirinya.

"Kenapa? Kenapa nanya kaya gitu?" Tanya Zelia.

"Nanya aja."

"Oiya, kalo boleh gue tau lo kenapa gak pernah masuk sekolah? Maksudnya. Lo kenapa di skors sampe lama kaya gini?" Tanya Zelia penasaran. Dari otak kecilnya memang hal itu yang ingin Zelia bicarakan pada Damar.

Damar nyengir kuda, "kangen ya?"

Zelia gelagapan. "Nanya aja. Bukan berarti kangen kan? Lagian kan gue udah bilang. Sempet gak kenal lo, bahkan lupa."

Cowok itu diam, bergeming.

"Kalo lo gamau nyeritain juga gak apa-apa. Mungkin privacy." Zelia mengambil pulpennya kembali mulai dengan tulisan tanggannya. Tapi hal itu gagal di lakukannya berkat penjelasan Cowok di sebelahnya.

"Gue ada masalah."

"Masalah apa?"

"Privacy."

"Oh."

"Mungkin nanti lo bakal tau sendiri dari mulut orang lain."

Zelia diam begitupun cowok itu. Damar benar-benar membuatnya ingin mengetahui lebih banyak tentang privacy nya. Tapi kenapa ia bilang kalau Zelia akan tahu semua privacy nya dari mulut orang lain? Privacy seharusnya tidak ada yang tahu?

"Gausah di kepoin Zel. malah jadi beban buat lo nanti, gue gak mau rasa kasihan lo tumbuh di gue nanti. Yang gue mau cuma rasa cinta lo."

"Maksudnya?"

"Polos." Gumam Dhamar dengan terkekeh jelas di bibirnya. "Lanjut nulis tuh, kapan selesainya kalo ngomong mulu."


******

Tbc

My Heart Is Wounded (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang