Rasa itu Semakin tak Biasa

15K 840 7
                                    

Karena daun yang jatuh pasti terlebih dahulu akan melayang. Begitu pula denganku, aku sempat merasakan nikmatnya terbang dan melayang sebelum akhirnya jatuh dan runtuh...
💞💞💞


Di waktu dan dimensi yang sama, tengah duduk dua manusia yang sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Iya, mereka adalah Wafi dan Runi. Ken memilih untuk menyelesaikan administrasi pengobatan Runi dan meninggalkan Wafi berdua bersama Runi. Tentu saja itu adalah bagian dari rencananya untuk mendekatkan mereka berdua.

Runi sibuk dengan pemikirannya tentang percobaannya di lab yang batal ia lakukan hari ini. Sedang Wafi sibuk dengan pikiran dan perasaan aneh yang menggeliat di hatinya. Bahkan sesekali dia juga sibuk mencari bahan obrolan untuk mencairkan keheningan yang sejak tadi menyelimuti.

"Sekali lagi saya minta maaf." ucap Wafi memulai pembicaraan.

"Saya sudah memaafkannya. Lagi pula luka saya juga tidak terlalu parah. Terima kasih sudah membawa saya ke rumah sakit dan maaf sudah merepotkan." jawab Runi halus.

"Itu sudah menjadi kewajiban saya." jawab Wafi yang sedikit lega dengan jawaban Runi tadi. Meski dalam hatinya masih timbul kecemasan yang tak mampu ia artikan.

Setelahnya mereka kembali bungkam. Hanya sesekali Wafi mengusap wajahnya dengan kasar. Sedang Runi lagi dan lagi fokusnya hanyalah pada laboratorium kimia di kampus, tempat ia melakukan percobaan untuk skripsinya.

"Kok pada diem-dieman? Kak Wafi juga ngapain gelisah? Lagi mikirin mbak Runi ya?" ejek Ken yang baru saja menghampiri mereka. Wafi seakan ingin menjitak kepala adiknya itu, omongan Ken memang susah sekali di kontrol.

"Oh ya mbak, tadi mbak Sarah telfon. Niatnya mau kesini sama suaminya, tapi aku larang soalnya kan kita udah mau pulang." ucap Ken dan hanya mendapat anggukan dari Runi.

"Kak Wafi jangan lupa tanggung jawab sama motornya mbak Sarah ya. Ayo kita antar Mbak Runi pulang."

Setelahnya mereka pun menuju tempat kos Runi di daerah sekitar kampus. Mobil avanza silver itu terparkir di sebuah rumah sederhanya yang sepertinya terlihat seperti kontrakan bukan tempat kos.

"Oh iya silakan duduk, maaf ya hanya bisa di teras karena peraturannya tamu laki-laki tidak boleh masuk." ucap Runi sambil mempersilahkan Wafi dan Ken untuk duduk.

"Kalau gitu Kakak tunggu disini aja. Biar aku antar mbak Runi ke dalam dulu, kasian kalau jalan sendiri." ucap Ken.

Wafi mengangguk meski sebenarnya dia agak keberatan harus ditinggal sendiri di tempat yang menurutnya asing. Namun setelahnya ia kembali tenggelam dalam pemikirannya.

" Oh ya, mbak Runi udah punya pacar belum?" tanya Ken ceplas ceplos.

Runi menggeleng pelan lalu tersenyum dengan sangat anggunnya. "Saya tidak ingin melakukan hal yang membuat saya semakin dekat dengan api neraka." jlebb. Pernyataan Runi cukup menohok bagi Ken.

"Terus misal nanti mbak mau nikah, gimana cara mbak kenal sama calon mbak kalau nggak pacaran?" tanya Ken lagi.

"Untuk mengenal tidak harus dengan pacaran. Bahkan dalam islam ada yang namanya ta'aruf. Perkenalan sebelum akhirnya berlanjut pada pernikahan." jawab Runi. Ken mengangguk.

"Aduk kenapa kita jadi asik ngobrol sendiri. Kasian kakak kamu nunggu di depan." ucap Runi tiba-tiba karena teringat bahwa ada lelaki di luar sana yang sedang menunggu mereka.

"Ciee mbak kepikiran sama kak Wafi yaa. Udah kangen nih yee." goda Ken.

"Astaghfirullah, apa sih dek. Kakak kamu kan tamu dan tadi kita cuma pamit masuk sebentar kan tapi ini malah keasikan ngobrol."

"Yaudah mbak abis ini kita ke depan. Lagian ini juga udah sore, Ken mau pulang dulu. Tapi untuk beberapa hari ini aku sama kak Wafi akan ngontrol terus keadaan mbak. Dan kemanapun mbak pergi, Kak Wafi yang akan nganterin. Pokok sampai kaki mbak sembuh. Dan mbak nggak boleh nolak!!" ucap Ken.

"Ya Allah dek itu berlebihan banget. Mbak juga bisa jalan sendiri, nggak usah repot-repot gitu. Lagian kalian juga sudah membawa mbak ke rumah sakit itu juga sudah cukup." jawab Runi menolak.

"Pokoknya nggak ada penolakan mbak. Ini nomer telfonku, mas Wafi, dan mbak Sarah. Jangan lupa kabari mbak Sarah ya, dia khawatir. Dan jangan lupa kabari aku juga kalau ada apa-apa. Besok aku kesini lagi mbak." Runi pun mengangguk pasrah.

***

Wafi Pov

Apa yang dilakukan kedua wanita itu didalam? Ini sudah setengah jam dan mereka tidak kunjung keluar. Apa mereka tidak ingat kalau meninggalkan pria tampan ini disini? Ahh, sial.

Tak lama setelahnya Ken dan juga Runi keluar dari dalam rumah dan menghampiriku yang sudah menekuk wajahku sedari tadi karena merasa terlupakan.

"Kalian ngapain sih, nggak inget apa kalau di sini ada orang." ucapku dengan kesal.

"Maaf mas, kita tadi keasikan ngobrol sampai lupa waktu." ucap Runi dengan wajah yang meneduhkan.

Lagi-lagi oh wajah itu membuatku tak ingin berpaling. Senjaku, dapatkah kau menjadi milikku?

"Biasa aja kali kak lihat mbak Runinya. Jaga tuh pandangan!!" ucap Ken yang langsung membuyarkan pandanganku. Aku mengusap kasar wajahku. Astaghfirullah, gara-gara wanita ini aku tak pernah bisa fokus.
Sedang disana aku melihat Runi hanya menunduk.

"Apa sih dek? Ayo kita pulang!!" ucapku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Yee malah ngeles, bilang aja salting kak!" ucap Ken dan aku melihat Runi hanya tersenyum melihatku yang lagi-lagi selalu berdebat dengan Ken.

"Yaudah kita pulang dulu ya mbak. Besok kita kesini lagi kok." ucap Ken pamitan. Besok aku akan bertemu dengannya lagi? Semacam ada sesuatu yang aneh di hatiku, seperti perasaan bahagia.

"Iya kalian hati-hati ya. Terimakasih sebelumnya." jawab Runi dengan senyumnya yang membuatku seperti menjadi lelehan icecream sekarang.

"Pamit kak jangan cuma lihatin mbak Runinya doang." untuk kesekian kalinya aku gagal fokus. Ini pasti gara-gara senyumannya. Oh sialnya diriku.

"Ahh mm aku pamit dulu. Dan maaf." ucapku yang kemudian langsung berlalu menuju mobil. Bukannya aku tidak sopan, aku hanya tidak ingin kembali bersikap bodoh saat melihat senyumnya. Oh Tuhan.

"Yaudah aku permisi ya mbak. Jangan lupa nanti hubungin aku. Assalamualaikum." ucap Ken.

"Waalaikumsalam."

Aku melihat ke arah luar sejenak sebelum akhirnya melajukan mobilku. Entah ini kebetulan atau seperti apa, namun yang jelas pertemuan kedua itu benar-benar nyata. Dan mau tidak mau setelahnya akan ada pertemuan ketiga dan selanjutnya. Ada rasa aneh yang bergejolak dalam diri. Sebuah rasa yang memaksaku untuk gusar membayangkan pertemuan-pertemuan selanjutnya. Ada apa dengan diriku? Gejolak ini, rasa aneh ini, terkadang membahagiakan.
💞💞💕💕

       25 Februari 2017
💞Uswatun Hasanah💞

Hanya untuk AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang