N O Lㅡ Gara-gara Nino.

54 10 14
                                    


Suara decitan sepatu yang berasal dari murid sepuluh IPA dua yang sedang melakukan olahraga di siang hari menggema di lapangan SMA Mentari.

Panasnya matahari berpadu dengan teriknya sinar membuat para murid perempuan memilih untuk duduk dibawah pohon yang berada di pinggir lapangan sambil bergosip ria. Semua topik menjadi bahan pembicaraan mereka. Mulai dari aktor atau penyanyi yang tampan dan hot, laguㅡlagu baru yang enak didengar, drama korea yang ratingnya sedang naik, guru yang galak, kakak kelas mereka yang ganteng nya kebangetan, sampai matahari yang mendadak menjadi panas dibulan Agustus pun mereka bahas.

Alexandra hanya bisa duduk manis sambil mendengarkan temanㅡtemannya berbicara. Ia tidak tau banyak tentang sekolah dan kakak kelas mereka. Tentang musik dan aktor, bisa dibilang ia tau banyak. Tapi ketika ia akan berbicara, secara tidak sengaja temanㅡtemannya mengganti topik.

"Ra, ngomong, dong. Jangan diam mulu." Kirana menyenggol pelan pundak Alexa. "Mikirin apa, sih?"

"Mungkin dia mikirin gimana nasibnya Nino waktu main basket. Cie..." Vani menyenggol pundak Alexa dari sisi yang lain.

Alexa menggembungkan pipinya dan wajahnya memerah. Temanㅡteman mereka yang lain terkekeh melihat ekspresi Alexa yang terlihat seperti tokoh kartun tinkerbell. Tapi, lima detik kemudian wajahnya kembali seperti semula. Tenang dan damai.

"Lagian dia kayaknya bisa, tuh." Alexa menunjuk Nino menggunakan dagunya.

"Bisa apanya. Selama dua jam pelajaran, kerjaan dia cuman ngeㅡdribble bola doang di pinggir lapangan," celetuk Kirana. Cewe dengan rambut berwarna burgandi itu memutar kedua bola matanya.

"Setidaknya dia ada kemajuan. Udah, ah. Jangan bahas dia lagi. Kasihan."

"Okey." Vani mengangkat kedua tangannya, "Eh, ada yang lihat rombongan kak Daren lewat gak, sih? Biasanya dia bolos pelajaran bu Hana."

"Paling bentar lagi. Pasti lo nungguin Vano kan?"

"Yo'ii. Gue tadi minta dibeliin jus jeruk ibu kantin. Pasti dia bawain."

Kirana menoyor kepala Vani, "Abisin aja terus uang jajan pacar gue."

"Pacar lo, kembaran gue. Wleek." Vani memeletkan lidahnya.

Alexa menggelengkan kepalanya melihat kedua sahabat barunya itu. Mereka berdua memang sudah bersahabat dari kecil dan Alexa baru mengenal mereka saat baru masuk SMA. Lebih tepatnya, satu bulan yang lalu. Melihat Kirana dan Vani membuat Alexa kepikiran sahabatnya di New York yang sedang menunggu kabar darinya.

Ia teringat sahabatㅡsahabatnya disana dan kegiatan mereka di Jumat malam. Nonton film sambil makan popcorn caramel kesukaan mereka atau pergi minum greentea latte favorit mereka di café yang berada di dekat sekolah. Ah, dia merindukan masaㅡmasa itu. Tapi, hayalannya itu harus terganggu karena bola basket milik Nino menggelinding kearah kakinya.

"ALEXA! LEMPAR BOLANYA!" Dari kejauhan, Nino melambaikan kedua tangannya kearah Alexa.

"NINO! TANGKAP, YA! JANGAN DITANGKIS. NANTI KENA ORANG!" Alexa berteriak memberi peringatan kepada Nino. Ia takut kalau Nino menangkis bola yang dilemparnya dan kena kepala orang. Bisaㅡbisa, ia dan Nino bisa masuk ruang kepala sekolah.

"YA!" Nino menjawab sambil menganggukkan kepalanya.

Alexa sudah siap dengan bola basket yang berada ditangannya. Dalam hati dia berdoa agar Nino menangkap bolanya sedangkan Kirana dan Vani menunggu apa yang akan terjadi.

"NINO! TANGKAP BOLANYA!" Alexa berteriak setelah melemparkan bola tersebut.

Dan bodohnya Nino. Ia menangkis bola tersebut dan alhasil kena Vino yang sedang memegang jus jeruk pesanan Vani. Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah...

"Anjir! Mampus!" Kirana menepuk jidatnya, "Van, jus pesanan lo tumpah dari tangan Vano."

"Yah, jus gue. Ck! Gue gak bisa minum, kan!"

"Vin, bukan itu masalahnya! Jusnya kena baju kak Daren."

Tibaㅡtiba mata Vani melotot, "Sumpah, ini gak lucu! NINO! JANGAN LARI LO!" Vani berteriak begitu Nino pergi meninggalkan lapangan dengan wajah ketakutan.

Tubuh Alexa menegang. Jantungnya berpacu lebih cepat tiga kali lipat. Wajahnya pucat. Ia takut sekarang karena, dia baru saja membuat masalah dengan kakak kelas yang paling disegani di SMA.

Alexa langsung berlari menuju pinggiran lapangan, Vani menemaninya. Sedangkan Kirana, ia mengejar Nino yang bersembunyi entah dimana.

"VaㅡVani. Giㅡgimana, nih?" Alexa bertanya kepada Vani yang berjalan di sampingnya.

"Udah, lo tenang aja. Ada Vano abang gue." Vani berusaha memberi semangat kepada Alexa.

Mereka berdua sudah sampai dihadapan Daren. Cowo itu memandangi bajunya yang sudah ternodai jus jeruk titipan Vani. Baju Daren yang tadinya putih berubah menjadi kuning pucat dan basah. Rahang Daren mengeras menahan amarah. Kalau sudah begini, Vano tidak bisa apaㅡapa selain  menunggu tissue yang sedang dibeli Leo.

"Van, gimana, nih?" Alexa berbisik kepada Vani.

"Mana gue tau."

"Kamu bilang tadi tenang aja, tapi kamu sendiri takut."

"Ya mana gue tau kalau diaㅡ" ucapan Vani terhenti karena Daren memotong ucapannya.

"Diantara lo berdua, siapa yang ngelempar bola basket?" Daren menatap Alexa dan Vani bergantian dengan tatapan matanya yang tajam.

"Aㅡaku, kak."

Vani menepuk jidatnya pelan. Ini si Alexa kenapa pake acara ngaku segala, sih? Ya, ampun...

"Maㅡmaaf, kak. Tadi gak sengaja." Alexa berbicara sambil menundukkan kepalanya.

"Lain kali, kalau main bola, hatiㅡhati. Untung gue bukan guru."

Daren meninggalkan cewe yang masih terdiam ditempatnya itu. Sedangkan Vani menghembuskan nafas lega. "Untung lo gak ditonjok kak Daren."

"Van, aku takut."

"Ngapain takut? Lo gak di apaㅡapain, kan??"

Tapi tanpa disangka, Alexa malah menangis.

"Lah, Ra. Kok nangis?" Kirana yang baru saja sampai sambil membawa Nino bertanya. "Tuh, kan, No! Garaㅡgara lo, nih. Dia jadi nangis." Kirana mencubit lengan Nino.

"Ya, Nino mana tau." Nino menjawab dengan antengnya sedangkan Alexa menatapnya dengan geram.

"Kamu tau gak, sih? Garaㅡgara kamu gak tangkap bolanya, baju kak Daren kena jus. Coba aja kamu tangkap bolanya, pasti gak kayak gini. Kalau aku, kamu, atau Vani dipukul gimana? Kalau aku masuk kantor kepala sekolah terus dicap sebagai murid yang bandel gimana?" Alexa memukul Nino bertubiㅡtubi. Walaupun pelan, tapi lamaㅡlama bisa bikin badan pegal.

Nino berlari sekencang mungkin menghindari pukulan Alexa sedangkan Alexa yang rasa kesalnya sudah di ubunㅡubun melemparkan sebelah sepatu olahraga miliknya kearah Nino. Dan untuk pertama kalinya setelah ia pindah ke Indonesia, Alexa marah seperti ini.

"Pergi aja sana. Jangan jadi teman aku lagi! Aku kesal sama kamu. Nino pengecut!"

●●●

I Need You.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang