Chapter 1 - Part 4, 5.

10 1 0
                                    

Part 4
Burung-burung berkicau tanda pagi sudah tiba. Suasana di luar Rumah besar milik keluarga Midoriya cukup tenang. Dua orang laki-laki sudah berdiri di depan gerbang Rumah dengan koper dan tas tebal mereka. Seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan rambut hitam, Kasumi, dan seorang lagi dengan ciri yang sedikit sama hanya saja memakai kacamata, Izuru. Kemudian menyusul seorang lagi dari pintu depan seorang berrambut kecoklatan sambil menarik Koper dan menyingkul tas dengan satu pundaknnya, Takeya. Ya, mereka akan segera kembali pulang dari Gasshuku.

“Hibiki dan yang lain belum, ya?”

“Kamarnya di kunci. Tadi saat ku panggil Miyuki, ‘Aku segera berkemas’ katanya.”

Takeya menjawab pertanyaan dari Kasumi apa adanya sambil sedikit memasang muka lesu. Kasumi hanya bisa menerima jawabannya sambil memandangi jendela kamar para gadis di bagian paling ujung kanan lantai dua. Izuru memandangi arlojinya dan menghela nafas setelahnya. Dia kemudain mencoba meyakinkan Kasumi.

“Hei, Kasumi. Sudah jam segini.”

“Benar juga ya. Tapi mereka lama sekali.”

“Mungkin mereka masih molor.”

Mereka bertiga terdiam sejenak sambil saling memandangi wajah masing-masing. Lalu masing-masing wajah memandang ke arah jendela kamar mereka. Kemudian mereka sadar kalau Keranda jendelanya masih belum dibuka. Mereka kembali saling memandangi wajah dan memasang wajah konyol sambil meneteskan keringat.

“Kasumi, setidaknya coba telfon mereka.”

“Baiklah, kucoba hubungi Hibiki.”
Kasumi mengambil ponselnya dari saku celana, menggosok-gosok layarnya, dan menempelkannya di telinganya. Kemudian teerdengar suara notifikasi “Nomor tidak dapat dihubungi” dari ponselnya.

“Tidak bisa dihubungi. Tampaknya ponselnya mati.”

“Mungkin kehabisan daya.”

“Biar kucoba hubungi Miyuki.”

Setelah percakapannya dengan Takeya, Kasumi kembali menggosok-gosok layar ponselnya dan menempelkan kepada telinga kembali. Tak lama ada nada “tuut” berulang ulang tanda panggilan tersampai.  Setelah bunyi kelima, telfon baru tersambung dan suara seorang gadis bangun tidur terdengar.

“Halooo?”

“Halo, Miyuki, kau sudah siap?”

“Hee? Siap? Oh iya… Hari ini kita pulang ya. Hoaaam…”

“Baru bangun ya. Ini sudah jam Sembilan loh. Cepat siap-siap. Kami tunggu di luar.”

“Baiklaa—eh, jam sembi—“

Kasumi menutup panggilannya dan kembali memasukkan ponselnya di saku celana sebelum telinganya menelan bencana. Tak ada satu detik setelahnya, terdengar suara teriakan melengking dengn suara tinggi. Itu suara Miyuki yang menyadari bahwa dirinya bangun kesiangan. Suaranya cukup keras sehingga dapat membuat telinga sakit sekaligus meskipun hanya dari telfon. Itulah mengapa Kasumi menutup telfonnya sebelum itu terjadi.

“Hey, Hibiki! Bangun! Kita segera pulang!”

“Lima menit…”

Kasumi kembali menoleh ke atas kea rah kamar kedua gadis tersebut sekali lagi. Ia melakukannya karena mendengar suara Hibiki. Dia memandang sambil sedikit melamun dan wajahnya yang penuh akan harapan dan keresahan.

“Apa benar kau menganggapku seperti itu?”

Kasumi mengucap dengan suara lirih dan kepalanya yang tertunduk. Tak lama setelah ucapannya, air mata ikut berlinang muncul dari pelupuk matanya. Ingin sekali dia menahannya. Sehingga iya menutup matanya. Tapi justru air mata tersebut jatuh bercucuran dan sebagian jatuh bebas bagaikan serbuk berlian yang berjatuhan.

AkayukiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang