Hati Tanpa Pemilik | 2

132 3 0
                                    

Orang bijak pernah berkata, 'dongeng indah bagi para anak kecil.' Menyenangkan. Membahagiakan hati. Namun apakah masih tetap demikian jika kita dewasa? Akankah dongeng tetap membawa pengaruh positif?

Betapa ironisnya realitas saat harus bersanding dengan dunia dongeng.

.
.
.

Pangeran mencari sang putri. Yang hilang ditengah gelapnya waktu. Tepat, saat dentingan tengah malam. Diantara ratusan manusia yang memenuhi istana. Berlari. Kesana kemari. Mencoba mencari cela. Melebarkan pandang. Ingin hati untuk berteriak, keras, tapi apa daya. Hanya panggilan kosong tanpa nama.

Ditengah hingar bingar pesta, juga waktu yang menginjak pagi, pangeran dan para pengawal bergerak. Mengelilingi istana. Untuk apa lagi, jika bukan mencari sang putri yang hilang, secara tiba-tiba.

Seluruh sudut istana, tak lepas dari picingan mata pangeran, juga para pengawal lainnya.

Namun nihil.

Putri menghilang. Seakan ikut tergerus bulan, tergantikan mentari. Hingga pada akhir jumpanya. Kala matahari terbit membentang, mata setajam elang milik pangeran di silaukan oleh secerca cahaya lembut. Dari sebuah sepatu kaca. Tergeletak mengenaskan. Diatas rerumputan.

Seketika itu pula, bayangan tentang seorang gadis cantik berwajah rupawan. Senyuman lembut menggetarkan hati. Yang menyerap segala eksistensinya atas pemikiran sang pangeran, membuatnya sadar. Sepatu kaca itu milik sang putri.

Secercah harapan singgah. Lewat sepatu berkilap putih yang hanya tertinggal bagian kanannya itu. Timbullah secercah harapan pangeran untuk menemukan putri yang turut singgah. Mengembang seiring pagi menyapa.

Di tugaskanlah seluruh pengawal istana. Mengelilingi segala penjuru wilayah. Mengetuk satu pintu ke pintu lain. Tanpa memandang kekayaan juga pangkat si pemilik pintu. Namun nihil. Tak ada satupun wanita yang kakinya secara langsung, tanpa pemaksaan, masuk kedalam sepatu itu.

Sang pangeran mulai bersedih. Tapi harapannya tak pernah sirna. Lalu...

Di adakannya sayembara bagi tiap wanita. Tanpa penghalang berarti. Kali ini bagi seluruh wilayah teritorial tetangga.Yang mereka butuhkan hanyalah kedua kaki yang berdiri diatas tanah, berjalan menapaki jalanan istana. Seluruh warga di buat gempar hanya karena perintah langsung dari pangeran. Bagi seluruh manusia berjenis kelamin wanita. Untuk mencoba sebuah sepatu bagian kanan. Berhari-hari lamanya gerbang kokoh itu terbuka. Bagi setiap wanita juga orang tua yang mengantarkan anak wanitanya mengikuti sayembara itu. Tak butuh waktu lama. Ya, bahkan stok wanita di seluruh bagian wilayah sudah habis. Dalam artian penting. Bahwa sang pangeran gagal menemukan pasangan dansanya yang hilang.

Tekad pangeran mulai surut. Ia sangat bersedih. Bersamaan, dengan adanya surat penangkapan resmi pada salah seorang penghuni rumah kosong yang telah beberapa hari ini kosong. Secara tiba-tiba. Tanpa ada satupun pasang mata yang melihat pemiliknya keluar dari rumah itu.

Para pengawal menyergap kembali. Mencoba, walau secara paksa, memasuki pintu kayu sederhana yang hanya setinggi bahu lelaki dewasa itu. Hingga...

Sang pangeran sendiri yang bertindak. Turun tangan. Mendobrak. Memasuki rumah kecil yang terlihat ringkih dari luar. Namun nyaman dan bersih dari dalam.

Mata elang pangeran... Melebar. Terpesona.

Disana. Sudut ruangan. Duduk dengan wajah lembut bagai disinari cahaya lembayung, terbingkai apik oleh senyum hangat menghangatkan hati. Namun lebih dari itu semua. Diatas tangan kecil milik wanita itu, terdapat sebuah keajaiban. Yang selama ini dirindukan. Diinginkan. Oleh sang pangeran.

Kisah Hati (Kumpulan Cerpen) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang