PART.3

13.6K 855 32
                                    


--
Aku menuruni tangga dengan langkah lambat, kakiku yang tidak sama panjangnya memang membuatku sedikit kesulitan karena tidak terbiasa turun naik tangga seperti ini.

Diujung tangga tampak berjejer beberapa orang wanita yang memakai pakaian sama dengan Jemima dan Felicia.
Ada juga seorang pria yang mengenakan seragam yang sering dikenakan supir pribadi seperti di film-film.

Seorang wanita yang paling tua diantara yang lainnya menyambutku dengan memegang jemariku.
Kuperkirakan usianya tidak kurang dari 50 tahun.

"Selamat pagi Nyonya, kenalkan saya Emma, biasa dipanggil Ny.Emma, saya pengurus rumah tangga paling senior di sini, mohon maaf kalau saya tidak menyambut kedatangan Nyonya tadi malam, dikarenakan saya sakit" wanita itu bertutur dengan sangat lembut.

"Perkenalkan nama saya Alena" aku membungkuk hormat kepada Ny. Emma.
"Ya Nyonya, selamat datang di rumah ini, Nyonya bisa meminta apa saja pada saya, oh ya saya perkenalkan penghuni rumah lainnya, mereka semua adalah pelayan di rumah ini, ini Ny. Laura, dia kepala dapur di rumah ini, apapun yang ingin Nyonya makan, katakan saja kepadanya" Ny.Emma menunjuk kepada seorang wanita yang usianya mungkin lebih muda sedikit dari Ny. Emma sendiri.

Ny. Laura membungkuk ke arahku. Aku juga membungkuk ke arahnya.

"Ini Jemima dan Felicia, Nyonya bisa memanggil mereka kapanpun mereka Nyonya butuhkan, mereka adalah pelayan pribadi Nyonya" Ny. Emma menunjuk ke arah Jemima dan Felicia yang langsung membungkuk ke arahku, aku tersenyum kepada mereka berdua, mereka membalas senyumanku.

"Ini Sissy, Paulina, Rosana, Maura, Karen, Elisa, dan Katty, mereka juga pelayan di rumah ini" Ny. Emma memperkenalkan satu persatu pelayan yang lainnya.
Mereka membungkuk ke arahku, akupun balas membungkuk ke arah mereka.

"Ini Brad, dia supir pribadimu, dia yang akan mengantar jemputmu ke sekolah" Ny. Emma memperkenalkan pria tinggi besar yang memakai uniform supir itu ke arahku.

Tubuhnya tinggi dan tegap, wajahnya ditumbuhi jambang dan kumis yang cukup lebat, ia mengenakan kaca mata hitam yang menutupi sebagian wajahnya.
Hidungnya terlihat mancung, hanya itu yang terlihat dengan jelas dari wajahnya.

"Selamat pagi Nyonya, saya siap mengantarkan Nyonya kemanapun juga"
Brad membungkukan tubuhnya, tanpa melepaskan kacamata dan topinya. Akupun membungkuk menyambut salamnya.

"Sebenarnya masih banyak pekerja pria lainnya, tapi Tuan Zack melarang pekerja pria untuk masuk ke dalam rumah, jadi hanya pelayan wanita dan Brad yang saya perkenalkan kepada anda" kata Ny. Emma, aku hanya mengangguk mendengar ucapannya.

"Sebaiknya Nyonya sekarang sarapan sebelum pergi ke sekolah, Jemima dan Felicia yang akan melayani Nyonya" kata Ny. Emma lagi.

"Terimakasih" sahutku.

--

Saat Brad mengantarku ke sekolah, aku banyak bertanya soal Tuan Zack kepadanya, tapi Brad tidak bersedia menjawab satupun pertanyaan yang aku ajukan.
"Maaf Nyonya, saya tidak bisa menjawab pertanyaan soal Tuan Zack, anda bisa menanyakan hal lainnya ataupun mengajak saya bicara soal apa saja, asal tidak yang satu itu" ucap Brad sopan.

Brad tubuhnya memang tinggi besar, tampangnya memang sedikit menyeramkan, karena tertutup jambang, kumis, dan kaca mata hitamnya, tapi sikap dan tutur katanya sangat sopan.

--

Tidak terasa sudah dua bulan lebih aku menikah dan tinggal di rumah Tuan Zack. Tidak ada malam yang terlewatkan tanpa kehadirannya, meski tidak setiap malam kami bercinta, tapi ia selalu datang meskipun hanya sekedar untuk mencium dan memelukku saja.

Entah kenapa aku merasa nyaman berada di dekatnya, dia tidak pernah sekalipun berucap ataupun bersikap kasar padaku, meskipun terkadang nada bicaranya yang dingin dan berkesan memerintah kadang suka muncul juga.

Aku senang karena ia menepati janjinya untuk memberikan pengobatan terbaik bagi ibuku. Brad pernah membawaku ke tempat dimana ibuku dirawat atas perintah Tuan Zack, aku bisa melihat perkembangan terhadap ibuku yang terlihat mulai membaik. Meskipun ia belum bisa bergerak ataupun bicara. Setidaknya ada sinar kehidupan dari raut wajahnya, dan harapan dari sinar matanya.

Malam ini Tuan Zack datang ke kamarku seperti biasanya.

Seperti biasanya, kami hanya bisa bertemu dalam gelap, hanya cahaya dari lampu kamar mandi yang menembus lewat kisi di atas pintu yang membuat suasana kamar tidak terasa gelap gulita.
Namun cahaya itu tidak membuatku bisa melihat wajah suamiku.

Tuan Zack menciumku dari ujung jari kakiku, aku hanya bisa menggigit bibirku, menahan rasa malu dan jengah yang aku rasakan.
Kakiku yang lebih pendek, dikecupnya berulang-ulang.
Ciumannya terus merayap melewati lututku. Aku berusaha merapatkan kedua kakiku, tapi Tuan Zack menahan kedua pahaku dengan kedua tangannya.

Seperti biasa ia selalu menenggelamkan wajahnya di selangkanganku.
"Owhhh...sssshhhh...Tuan..."
"Mendesahlah terus Al, aku suka mendengar suara seksimu" Tuan Zack bergumam tepat di depan milikku.

Tubuhku menggeliat bagai cacing yang kepanasan, menerima serangan yang sungguh memabukan dari Tuan Zack. Kali ini dia memintaku menungging, dan dia menyarangkan miliknya dari belakang tubuhku. Kedua tangannya meremas kedua payudaraku, sementara bibirnya mengecupi punggung dan tengkukku.

"Aaahhh...aaakkhhh...aaakhhh" suara erangan kami seirama dengan tusukan Tuan Zack yang semakin kuat dan cepat.

"Owhhhh!" Seruku nyaring, kepalaku mendongak keatas, mataku terbuka lebar. Tuan Zack menggenggam kedua payudaraku dengan kuat, sementara bibirnya menempel dibahuku dengan isapan yang terasa nyeri dikulitku.

"Al...uuuhhhh" Tuan Zack merangkulku kuat, dia membawaku berguling, sehingga aku terlentang di atas tubuhnya.
Kedua tangan Tuan Zack memeluk dada dan perutku. Miliknya masih berada di dalam tubuhku. Kuusap lengan besarnya yang berbulu dengan lembut.

"Kenapa aku tidak boleh melihat wajahmu Tuan Zack?"
Aku tidak bisa lagi menahan rasa penasaranku, sudah lebih dua bulan kami menikah, tapi dia belum juga mengijinkan aku melihat wajahnya secara jelas.

"Tidak sekarang Al, nanti suatu saat kamu pasti akan bisa melihatku"
"Tapi kenapa? Aku sangat ingin melihatmu"
"Jangan sekarang Al, mengertilah!"
Aku melepaskan pelukannya di tubuhku, dia tidak mencegahku turun dari atas tubuhnya. Aku berbaring dengan membelakanginya. Aku merasa kesal karena tidak pernah diijinkan melihat wajahnya.

Tuan Zack memelukku dari belakang.
"Kamu marah Al, aku berjanji tidak akan lama lagi, kamu bisa melihatku, aku berjanji Al" bisik Tuan Zack di telingaku. Aku memutar tubuhku, dalam gelap kuraba wajahnya, kupejamkan mataku, untuk meresapi setiap lekuk yang kusentuh lembut dengan jemariku.

Dahinya terasa lebar, alisnya aku yakin sangat tebal, rahangnya kokoh, bibirnya yang memabukan itu tebal dan aku yakin sangat seksi.
Pipinya, aku mengernyitkan keningku saat aku menyadari ada sesuatu yang berbeda dari kedua pipinya, yang aku sentuh secara bersamaan dengan kedua telapak tanganku.

Aku ingin meraba pipinya lebih teliti, tapi Tuan Zack menangkap tanganku.
"Tidak sekarang Al, bersabarlah" suaranya memohon dengan lembut. Wajah kami begitu dekat, tapi malam terlalu pekat, tidak ada yang bisa aku lihat dengan jelas. Napas beraroma mint dari Tuan Zack membuatku mencari-cari bibirnya dengan jemariku, saat kutemukan kudekatkan bibirku, kulumat lembut bibirnya.
Tuan Zack membalas lumatanku.
Malam ini adalah malam terpanjang yang kami lalui bersama, karena di malam sebelumnya, setelah kami selesai melepas hasrat, Tuan Zack akan langsung ke luar dari dalam kamarku.
Tapi malam ini berbeda, meski aku belum bisa melihat wajahnya, setidaknya ia mau meluangkan waktu lebih banyak bersamaku. Dan itu membuat aku merasa bahagia, meskipun dia bagiku adalah misteri terbesar yang aku hadapi dalam hidupku.

--Bersambung--

CINTA ALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang