Musim semi dua tahun lalu menciptakan bekas mendalam di hati Jisoo, begitu pula garis putih yang melingkar di jari manisnya. Seolah cincin pemberian Jun masih tersemat indah disana, hadiah perayaan satu tahun hubungan mereka. Tersimpan bersama hadiah lainnya di tempat tersembunyi yang (mungkin) Jisoo tidak ingat dimana. Maka dengan begitu dia tidak akan menemukannya lagi dan cukup menjadi kenangan saja.
“Akhirnya kita benar-benar berakhir,” gumam pemuda Hong selagi memperhatikan jemarinya. Terkadang dia berpikir jika garis itu hilang mungkin segala tentang Wen Junhui dapat dihilangkan dari pikirannya dengan mudah.
Meskipun galeri foto berisikan dirinya dan si pemuda Wen masih tersimpan di smartphonenya. Karena sulit sekali untuk menghapus foto-foto tersenyum tanpa beban itu. Hasilnya benar-benar bagus, Jisoo menyayangkan lantas mengeluh waktu yang dibutuhkan akan lebih lama lagi. Namun akhirnya satu persatu dihapusnya sembari menghela napas lega. Dia sudah berhenti mempersulit diri dan menerima keadaan, omong-omong.
“Yah, setidaknya aku bisa mengunduh game online lebih banyak sekarang.”
Jisoo tidak ingin mengingat namun sejak saat itu dia lebih sering berdiam diri di apartemennya. Rutinitas lama pun kembali dilakukan; berangkat kuliah, meminjam buku di perpustakaan, pulang tepat waktu, membacanya di kamar dan tertidur. Itupun jika ada tugas kelompok --dan temannya memaksa-- Jisoo akan keluar dari sana. Si pemuda Wen akan memarahi dan (juga) memaksanya keluar dari sana jika dia mengetahui ini.
“Kita hidup hanya sekali jadi harus dinikmati dengan baik, Jisoo sayang.”
Jisoo tersenyum kecut, “Tapi aku masih tidak tahu bagimana caranya.”
Iya, tanpa Wen Junhui seorang Hong Jisoo hanyalah pemuda kaku yang tidak tahu cara menikmati hidup versi pemuda Wen.
Kini dia berdiri di cermin lemari setinggi tubuhnya. Tidak terkejut mendapati banyak perubahan yang terjadi pada fisiknya. Jisoo sadar dua tahun belakangan ini terlalu mementingkan tugas kuliah alih-alih menangisi kisah cintanya. Hingga untuk mengurus dirinya saja sangat sulit dan inilah yang terjadi-- tubuh dan wajahnya semakin kurus, rona bahagia tidak terlihat lagi seolah diserap tanpa sisa. Sebegitu sulitkah hidupnya tanpa si pemuda asal Cina itu.
Jisoo berjanji tidak akan melewatkan makan malamnya lagi setelah ini. Dan lebih banyak tersenyum-- serius, yang dia lihat di pantulan cermin itu serupa mayat hidup. Menyedihkan sekali, kalau begini Jun sudah pasti melupakannya.
Smartphonenya berdering dengan layar berkedip menandakan ada panggilan masuk.
Jeon Wonwoo's calling...
“Halo?”
“Hari ini jam 4 sore di COEX, aku punya dua tiket.”
To the point sekali, pikir si pemuda Hong geli.
“Maksudnya?”
“Kau tahu maksudku, Hyung. Aku tidak menerima penolakan kali ini.”
Jisoo mendengus keras, “Oke, kalau kau yang datang terlambat jangan harap bisa menghubungiku lagi, Jeon.”
“E-eh? H-Hyung serius?! Aku akan datang lebih awal darimu! Janji!”
“Iya. Terima kasih ya sudah mengajakku, Wonnie~”
“H-hyung bicara apasih! Aish, awas saja kalau kau tidak datang! Aku akan menempelimu selamanya!”
Panggilan diputus pemuda di seberang lebih dahulu.
“Dasar Tsundere,” lagi Jisoo tertawa geli.
Jeon Wonwoo, pemuda satu tingkat dibawahnya itu seperti memiliki kepribadian ganda. Terkadang bersikap sok cool dengan suaranya yang kelewat rendah, namun sedetik kemudian akan bertingkah lucu dan menyebalkan jika yang lebih tua mengabaikannya. Dan sedang gencar melakukan pendekatan dengan si kelahiran sembilan lima setelah bertemu di perpustakaan. Tidak menyerah meskipun kerap dihiraukan dan ajakan ‘kencan’nya ditolak. Jujur saja Jisoo tidak tahu lagi bagaimana cara menyingkirkan pemuda itu dari hidup tenangnya.
Namun kali ini ajakan Wonwoo langsung diiyakannya sampai si kelahiran sembilan enam itu terkejut. Hei, bukankah ini bagus untuk Jisoo yang sedang berusaha melupakan sang mantan? Mungkin saja Wonwoo bisa membantunya--
--dan menggantikannya.
Kalau dipikir-pikir Wonwoo itu pemuda yang baik dan mendekati kriteria pendamping idaman Jisoo. Eh, pendamping? Jisoo belum mau memikirkan sejauh itu. Tapi serius, wajahnya yang tampan diatas rata-rata sudah pasti masuk kriteria pendamping idaman para wanita-- dan pemuda seperti Jisoo.
“Maaf ya, Wen. Kau yang jahat bukan aku,” gumam Jisoo (lagi) sembari menghapus percakapan singkat dengan Jun di semua aplikasi chat.
Dan sekali lagi pemuda Hong menyadari dirinya begitu jujur dan tidak percaya sudah melakukannya. Dia yakin telah melakukan hal yang benar setelah melihat percakapan terakhirnya dengan Jun. Dia merasa tidak akan ada penyesalan barang sedikitpun kali ini.
Waktu menunjukkan pukul 15.00 tepat. Jisoo harus segera bersiap kalau tidak mau ‘ditempeli’ si pemuda Jeon seumur hidup. Namun dia belum juga mandi karena hari ini hari bebas nasional alias tidak ada kelas. Maka dari itulah si pemuda manis berlari tergesa dengan handuk di bahunya. Untuk kemudian menghilang dari balik pintu kamar mandi. 30 menit selanjutnya pemuda itu berkacak pinggang di depan lemari kayu berisi pakaiannya dengan kening berkerut dalam.
“Ugh, aku harus pakai yang mana?”
Sepertinya Hong Jisoo tengah mengalami sindrom ‘kesulitan memilih pakaian untuk kencan pertama’ kedua kalinya. Entah bagaimana tidak ada yang cocok dan pantas dikenakan hari ini. Haruskah dia meminjam beberapa potong pada Taehyung-- tetangganya sekaligus sahabatnya? Oh tidak, waktunya tinggal 15 menit lagi!
“Argh! Terserahlah.”
Hong Jisoo yang malang harus rela ‘ditempeli’ makhluk tampan bernama Jeon Wonwoo seumur hidupnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
oke.... jumlah wordsnya makin menurun 😂😂😂 begini nih kalo maksain....
makasih buat yg baca dan voment --aku ga terlalu mengharap yg ini sih tapi makasih ya 😊-- works ga niat ini. ayaflu kalian~ 😙😙😙anw, ada yg bisa nebak ini based on lagunya siapa? yg bisa nebak berarti kita sefandom! muehehehe
(bukan lagu sebong loh~)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi(S)tory
FanfictionAll Joshua Hong Jisoo pairing; CheolSoo ✅ JeongSoo ✅ JunShua ✅ WonShua✅ MinShua SeokSoo HanSoo