Awal Mula

37 3 0
                                    

Dalam kilau cahaya bulan yang menimpa tanah, Torant hancur dalam kekuasaan Trafargar. Menciptakan neraka bagi bangsa Torant yang tadinya berselimut kedamaian. Binatang sejenis britad sudah tidak nampak dalam rimbun darah yang menggenang. Raja Verk, penguasa Trafargar, mengambil alih dan menciptakan kutukan bagi kerajaan Torant. Asap kelabu membumbung tinggi dari bangunan-bangunan yang terbakar, perkebunan yang menghilang juga dengan nyawa penduduk Torant. Panji-panji hitam Trafargar berkibar menghentak angin di beberapa sudut istana, mengambil alih seluruh kekuasaan. Bau anyir darah mengiringi hentakan pelan Raja Verk yang memasuki aula istana dengan tongkat kayu penyangga kakinya. Para prajurit Trafargar mengelilingi istana dengan kemilau zirah bertaburkan merahnya darah para prajurit Torant yang tewas.

Salah seorang jenderal menarik tubuh penguasa Torant yang tersaruk-saruk di atas lantai batu. Wajahnya penuh dengan lebam dan luka, sebelah matanya menutup akibat tertusuk bilah pisau. Kulitnya yang berwarna perunggu berkilat terkena keringat yang terus mengalir seperti adrenalinnya. Sebelah matanya yang terbuka terus menatap Raja Verk tanpa peduli dengan luka-luka di sekujur tubuh yang sudah disandangnya kini.

"Kutukan ini tidak akan berlangsung lama, Verk!" Raja Zed, pemimpin kerajaan Torant, berucap serak. Kedua tangannya terikat kencang di balik punggung kekarnya. Baju zirahnya sudah lama terlepas seiring kalahnya Torant. Namun semangatnya tak pernah pudar.

Dengan segala kekuasan yang dipegangnya, Raja Verk berjalan tiga langkah. Epolet di bahunya berkilap terkena cahaya lampu temaram. Wajahnya tertutupi cahaya gelap bahkan ketika bulan bersinar pun wajah itu tetap tertutupi. "Kau seharusnya memikirkan nasib dirimu sendiri. Kau hanyalah raja yang tidak berguna, sadarkah kau akan hal itu?"

Bola mata Raja Zed yang berwarna biru sapphire menerawang jauh. "Tidak ada kekuasaan yang akan bertahan lama, begitu juga dengan kutukan."

Raja Verk menggeram marah. Wajahnya menegas. "Sebuah kutipan, eh? Dari... Seneca Lyyan? Sang penyair yang malang. Sama seperti nasib kerajaanmu." Sebelah alisnya menukik. "Kau adalah keturunan terakhir dari Raja terdahulu dan kau tahu apa artinya."

"Ini tidak akan lama. Seseorang akan datang, kau juga tahu akan hal itu Verk."

Ujung mata Raja Verk berkedut, tubuhnya bergerak mendekat secepat angin lalu membungkuk. Ibu jari dan telunjuknya menekan rahang Raja Zed. "Riwayatmu sudah tamat," desisnya tajam dan dingin.

"Begitu pula denganmu," balas Raja Zed hampir susah payah. Bibirnya yang pecah kembali mengeluarkan darah segar akibat tekanan yang diberikan oleh Raja Verk.

Raja Verk menjauh, menyibakkan jubahnya yang berwarna kelabu. Iris matanya menggelap, kedua tangannya berada di balik punggung, saling bertaut. Dari balik bahu dia melihat Raja Zed yang sudah mengenaskan.

"Ah aku lupa, kau bukan keturunan terakhir, benar bukan?"

Ketenangan Raja Zed goyah dan walaupun hanya sedetik namun kegoyahan itu bisa terlihat oleh Raja Verk. "Kau masih menyukai dongeng, Verk? Kekanakkan sekali," dengkusnya, menahan sakit di dada.

"Sebuah dongeng yang terasa nyata. Seekor gagak berkisah padaku, seorang anak lahir pada musim Vrisha di malam diterangi cahaya bulan. Seorang anak yang disembunyikan oleh sang Ayah dibalik kata kematian namun anak itu tidak mati, dia disembunyikan. Kematian. Kematian. Katanya mereka berkisah, tapi anak itu hidup dalam kehidupan yang manis."

"Kaokan burung? Aku hampir tertawa mendengarnya."

Raja Verk menggeram pelan.

"Ah, aku juga pernah mendengar sebuah dongeng. Dongeng yang dinyanyikan setiap orang, berbunyi 'Nanti akan ada masanya kegelapan menyingkir. Membawa pergi semua sihir dengan garis tangannya. Hanya satu yang bisa menghancurkannya. Hanya satu yang bisa menambah kuasanya.'"

Dengan cepat, Raja Verk berbalik, menatap pada Raja Zed yang kini menampilkan seringai puas karena berhasil membawa dongeng ramalan itu keluar dari mulutnya yang kini dipenuhi darah. Emosi yang berhasil Raja Verk tahan tertumpah kini dalam wajahnya yang mengeras. Sebilah pedang perak yang selalu berada di sabuk salah satu prajurit Trafargar melayang, menimbulkan cipratan darah ketika bagian tajam pedang itu menggores kulit dan memotong daging. Menghasilkan warna merah darah yang menyebar ke beberapa arah. Juga dengan jubah yang dikenakan oleh Raja Verk. Warna putih dengan detail emas itu seakan kehilangan daya tariknya. Pedang berdenting ketika Raja Verk melemparnya menghantam lantai batu dengan amarah.

Prajurit yang berdiri di sisi bagian karpet berdiri tegak tidak terusik dengan kejadian tadi. Ketika melihat tubuh Raja Zed terjatuh ke belakang, prajurit itu dengan sigap segera menyeret tubuh tak bernyawa itu keluar. Membiarkan tubuh itu dimakan burung hoyt si pemakan bangkai yang selalu berkeliaran jika perang terjadi.

Satu lagi nyawa bangsa Torant menghilang dalam kelamnya tangan Raja Verk. Kutukan itu segera tersebar dalam sepenjuru negara Torant, mendatangkan gelap tanpa berujung waktu. Mengalirkan kesengsaraan bagi Torant.

Dengan sepatu yang berderak di atas lantai batu yang menonjol, Raja Verk keluar dari aula kerajaan Torant yang hampir tidak berbentuk. Meninggalkan semua kejayaan bangsa Torant dalam rengkuhan keras tangan penguasa Trafargar yang kejam. Langit berubah semakin gelap, bulan tertutup oleh awan tebal.

Kutukan itu sedang berlangsung, menyengsarakan setiap bangsa Torant yang tersisa. Burung-burung tidak terlihat kembali ke sarang, hanya hoyt yang berkeliaran di bawah. Memakan mayat, menggemukkan perut mereka dengan banyaknya daging yang mampu membuat persediaan makan selama beberapa hari. Dua ekor britad berderap melangkah, membawa kereta di belakangnya. Dua ekor britad berukuran besar, seakan menggambarkan betapa besar kekuasaan Raja Verk kini. Ini adalah negeri keempat yang berhasil dikalahkan oleh bangsa Trafargar, membawa tirani kejayaan dengan kutukan mematikan yang tertinggal. Hanya tersisa dua negeri lagi sebelum akhirnya dia dapat berkuasa. Iring-iringan senjata perang dan juga kuda hasil rampasan memanjang di sepanjang jalanan Torant dengan tubuh-tubuh tanpa nyawa berbaring di pinggir, menyisakan kepedihan bagi mereka yang ditinggalkan.

Kedua alis Raja Verk menukik tajam, dengan suara menggelegar dia berucap di depan istana yang sudah hancur. "Tak ada lagi Torant yang akan tersisa! Dan dengarkan! Aku, Raja Verk menunggu kalian menyerahkan keturunan terakhir Zed! Jika dalam waktu tiga hari kalian tidak membawakanku keturunan terakhir, maka kupastikan kalian akan hidup dalam kesengsaraan tak berujung!"

Di belakang, sejumlah prajurit bersiap untuk pergi dengan sang jenderal yang membawa tombak kayu panjang yang diujungnya sudah dihiasi oleh kepala sang Raja Torant—Raja Zed. Tombak kayu itu kini ditancapkan di depan kerajaan Torant yang sudah rusak parah dan kehilangan kekuatan untuk menopang. Sebagai pertanda bahwa mereka sudah dikalahkan. Tak ada lagi Torant. Hanya orang-orang yang sengaja disisakan sebagai tanda mata dan saksi hidup bagaimana hebatnya kekuatan yang dimiliki Raja Verk.

Ujung mata Raja Verk melihat kepala Raja Zed yang terpancang, dengan kelopak mata tertutup dan bibir yang sedikit terbuka, darah segar masih menetes dari lehernya, namun dia tidak terlalu senang karena masih ada ramalan samar yang dia dengar, seakan berbisik di telinganya.

Hanya satu yang bisa menghancurkannya. Hanya satu yang bisa menambah kuasanya. Garis tangan.

Charly and The Curse Of TrafargarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang