Prolog

151 18 5
                                    

Terlihat satu payung putih tergantung di tempat payung umum. Tanpa bicara Aku mengambil payung itu dan membukanya, berjalan menuju arah pulang rumah. Ya hari ini, tepatnya sekarang, bumi sedang menangis, awan sedang enggan menampilkan keindahannya, yang ada suara suara gemuruh yang disertai petir menyambar. Sembari berjalan kaki menuju arah rumah, aku menyunggingkan senyum yang penuh harapan, pasalnya beberapa hari ini hujan berlibur, sudah lama hujan tidak bekerja untuk menyirami bumi. Aku tidak sabar untuk menceritakan kejadian yang aku alami akhir-akhir ini.

*****

Aku membuka pintu. Terdengar suara decitan pintu. Aku menyusuri tiap ruang yang ada di rumahku. Lagi-lagi tidak ada orang. Tanpa pikir panjang aku langsung berjalan menuju kamarku. Aku menaruh tas yang berwarna biru langit itu diatas sofa yang ada di kamarku. Aku pergi duduk di meja belajar kesayanganku yang menghadap jendela. Aku sengaja mendesain meja belajarku seperti meja belajar Nobita dari film Doraemon. Dengan letak meja belajar dan jendela seperti itu, akan memudahkanku untuk duduk menatapi tetes demi tetes air jatuh ke tanah. Belum satu patah kata keluar dari mulutku, aku mendengar ada seseorang yang mengetuk pintu kamarku. Dia menghampiriku, aku langsung saja membelakanginya, perlahan aku merasakan pundakku dipegang olehnya.

"Berlyn, udah makan?"

"Belum." pandanganku terfokus pada pemandangan diluar jendelaku.

"Kamu malam ini mau makan apa? Mama masakkin," kata mamaku sembari membelai rambutku yang hitam mengkilap. Aku mengacuhkannya. "Atau kamu mau nasi goreng sosis? Makanan kesukaan kamu," lanjutnya.

Aku masih mengacuhkannya.

"Yaudah.. Mama masak dulu ya Berlyn. Sekarang kamu mandi, lalu kerja pr, nanti kalau sudah jadi mama panggil. Gih sayang." aku bisa merasakan mamaku berjalan ke arah pintu.

"Berlyn..," panggil mamaku dengan nada yang lembut. Aku memutar kursiku, beruntung kursiku adalah kursi roda, jadi tak susah untuk menggerakkannya. Aku melihat mamaku menyender disamping pintu.

"Mama tau, kamu kesel melihat mama jalan dengan laki-laki yang berbeda tiap harinya. Tapi ini semua karena ada alasannya. Mama gak mau keluarga kecil kita menjadi seperti ini Lyn, dingin. Sangat dingin. Mama mau kita kembali kayak dulu. Dulu yang sangat hangat." aku melihat mamaku meneteskan air matanya lalu mengusapnya dan tersenyum ke arahku. Aku hanya bisa membuang muka dengan pelan. Hampir tiap hari ia mengeluarkan uneg-unegnya. Kata-katanya memang berbeda, tetapi intinya sama, semua yang dilakukannya karena ada alasannya. Alasan yang menurutnya kuat tapi menurutku, alasan yang tidak bisa diterima dan sampai sekarang, ia belum mengatakan alasannya.

♦Jangan lupa vote and comment ya guys❤
♦06 Maret 2017

-Sheren Lee

Petrichor ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang