Bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit lalu. Tapi cewek ini masih duduk di kursinya. Menelungkupkan wajah dalam dekapan tangan. Tubuhnya seperti tak memiliki semangat, lemas seperti cucian basah yang belum dijemur. Dari arah belakang seorang cowok menepuk bahunya.
"Lun, kenapa?" Sapa cowok itu.
Cewek ini menoleh dengan wajah lelah, rambutnya berantakan. Dia memandang cowok itu dengan tatapan aneh.
"Aku nggak apa-apa, lho rambut kamu kok aneh."
Cowok yang sudah duduk di depan bangkunya itu terlihat kecewa.
"Aneh ya, aneh gimana ini ayah yang potong rambutku lho."
Cowok itu mengelus-elus rambut itu, sebenarnya mirip artis korea tapi rambutnya saja. Cewek itu tau jika itu sama sekali bukan gayanya, jauh sekali dari kepribadiannya.
"Ayah kamu yang potong rambut, oh maaf Ren nggak jadi aneh deh, hehe."
Cowok ini gemas karena tingkah sahabatnya, dia mengacak acak rambutnya sampai cewek itu tidak bisa berkutik.
"Ampun...ampun...sudah cukup Ren, ini kepalaku tambah pusing kalau rambut diacak-acak terus."
Cowok itupun menghentikan tangannya dan langsung mengintrogasi cewek.
"Kamu pusing lun, ke UKS sekarang ya aku anterin."
Wajah cowok itu berubah panik. Dia terus menatap sahabatnya yang bernama Luna ini.
"Hahaha, nggak aku cuma bercanda."
"Beneran Lun tapi wajahmu itu pucat, atau kamu belum makan."
Sambil merapikan rambut yang berantakan Luna tersenyum. Tapi rambutnya tidak rapi-rapi juga, padahal sudah sejak tadi dia membelai rambutnya.
"Kamu butuh sisir?" Tanya sahabatnya.
"Iya Rendi bawel." Jawabnya lugu.
Dengan cepat Rendi mengeluarkan sisir kecil dari saku celananya. Luna tertawa, tapi Rendi bingung.
"Kenapa ketawa, ada yang lucu."
"Rambut baru sisir baru jangan-jangan kamu bawa bedak sama cermin juga, hahaha."
Wajah Luna berubah merah, tapi itu membuat Rendi senang sekaligus kesal dengan sahabatnya ini.
"Nggak lah, ini kan kebetulan ada di saku gitu aja." Jawab Rendi menyimpan malu.
Tawa Luna semakin menjadi-jadi. Sahabatnya ini memang kadang bertingkah aneh. Berbeda dengan cowok lain, tapi bukan berarti Luna tidak mempunyai sahabat cewek. Ada sahabat cewek, tapi yang selama ini Luna tau jika bersahabat dengan cewek selalu perasaan yang utama. Tidak peduli benar atau salah cewek itu lebih suka bermain dengan perasaan. Jadi terkadang jika Luna asal berbicara takut sahabat ceweknya tersinggung. Rendi berbeda, sudah satu tahun lebih Luna mengenalnya. Berawal pada saat MOS di SMAnya saat itulah Luna dipertemukan dengan Rendi. Tapi Luna enggan menyapanya, karena dia tidak terbiasa dekat dengan cowok. Dari sekolah dasar hingga kini hanya teman-teman cewek saja yang dekat dengannya. Walaupun dia belum pernah merasakan kemurnian sebuah persahabatan. Yang Luna tau bahwa sahabat seharusnya saling mengerti. Tapi bersahabat dengan cewek itu butuh kesabaran meski ada ketimpangan dalam rasa pengertian. Dari pengalaman demi pengalamannya berteman maupun bersahabat dengan cewek belum pernah Luna merasa senyaman ini dekat dengan sahabat apalagi cowok.
***
Perkenalan sebenarnya berawal saat Luna terkunci di WC. Ada yang berniat menjahili Luna.
Saat itu sudah sore, Luna baru selesai mengikuti ekstra tari. Dia memang berniat ke WC, teman-temannya tidak ada yang mau menemani. Akhirnya dia berlari ke WC sendiri, suasana lengang dan sepi. Tak ada satu orangpun disana. Tapi sejak tadi Luna merasa ada yang mengikutinya. Itu membuat Luna takut dan ingin segera keluar dari WC. Saat dia akan keluar pintunya tak dapat dibuka, Luna berteriak.
"Tolong!!!tolong aku siapapun di luar tolong aku!!!"
Tak ada suara, Luna menangis sejadi-jadinya. Dia ketakutan dan terus berteriak. Sementara WC tempatnya terkurungpun mulai gelap. Tiba-tiba ada suara dari luar, suara cowok.
"Siapa di dalam?" Tanya cowok itu.
Luna diam, badannya menggigil ketakutan. Pikirannya tidak karuan, dia takut tangisannya semakin jelas saja.
"Hey, kenapa menangis manusia atau hantukah kamu kalau mau menggangguku silahkan aku tidak takut." Jawab cowok itu lantang.
"Tolong aku, siapapun kamu aku terkunci disini."
Luna masih tersedu, dan cowok itu segera mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu.
"Mundur kamu, pintu ini akan aku dobrak."
Luna menuruti perintahnya, dia mundur dan berdiri di atas kloset.
"Satu...dua...."
Dan brraakkk.
Pintu itu terbuka, Luna masih menutup matanya dengan tangan. Sosok cowok bertubuh tinggi tegap berdiri di depan pintu WC. Luna mulai mengintip sedikit demi sedikit dari celah jarinya. Dia kaget jika cowok itu satu kelas dengannya. Rendi. Iya itu nama akrabnya di kelas.
"Kamu mau berdiri di situ saja atau keluar?" Tanya Rendi.
Luna mulai berjalan keluar diiringi Rendi di belakangnya. Dia berbalik hampir saja menubruk badan Rendi.
"Ma..maaf, terimakasih atas bantuanmu." Luna menunduk.
"Iya sama-sama, kamu Luna kan satu kelas denganku?"
Luna mendongakkan wajahnya.
"Iya, kamu Rendi bukan."
Rendi hanya mengangguk saja.
"Lain kali hati-hati, untung aku lewat tadi terus dengar teriakanmu." Jelas Rendi.
Mulai saat itu Luna sering menyapa Rendi. Dan semakin lama semakin dekat dengannya. Tapi Rendi, sejak awal bertemu Luna saat MOS hatinya sudah tertarik. Entah apa yang dirasakannya karena Luna selalu menikam mata Rendi untuk tidak berhenti mengawasinya. Luna tidak pernah sadar jika sahabatnya sudah terpaut jauh mengaguminya. Luna tidak tau jika saat dia mengikuti ekstra tari, Rendilah yang diam-diam melihatnya. Dan mengawasinya sampai dia terjebak di WC karena ulah teman cewek yang tidak suka padanya.
Saat itu sampai sekarang, Luna hanya menganggap Rendi sahabat. Iya, hanya sahabat yang mengagguminya tanpa ungkapan. Selalu menolong Luna saat dia benar-benar membutuhkan. Hanya sahabat bagi Luna karena dia tidak pernah tau apa itu kagum apalagi cinta. Apa yang akan terjadi jika Luna mengetahui bahwa Rendi menyimpan rasa padanya.###
Alhamdulillah, part satu baru dimulai maaf untuk para readers karena masih belajar nulis jadi agak acak-acakan. Kritik sarannya ditunggu semoga pada suka ya.😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Kultur Cinta
RomanceBudaya cinta? Benarkan itu ada, iya cinta itu selalu berbudaya. Karena entah kapan budaya itu sudah mulai ada. Budaya itu melekat begitu saja. Begitupula dengan cinta tapi bedanya disini. Cinta itu melekat erat dalam kisah putih abu-abu. Dimana sela...