Yuri duduk di taman belakang rumahnya sambil menghirup nafas dalam-dalam. Ia sedang melakukan yoga seperti biasanya. Ia dapat sangat berkonsentrasi jika sudah begitu, tapi saat ini satu langkah kecil saja mengejutkannya. "Tiff?" Ia segera bangkit dan berdiri lalu pindah ke kursi.
"Kau sangat berkeringat untuk ukuran musim dingin." Tiffany menyeka keringat yang ada di dahi yuri.
"Heheheheh, hyung midget itu sangat keterlaluan tadi pagi. Apa kau dan dia..."
"Jangan dibahas yul. Nanti tangan kananku yang seperti ini." Tiffany menunjukkan tangan kirinya. Yuri tertawa getir. "Jessica menangis seperti orang gila." Yuri tertunduk, ia hendak bangkit tapi tiffany menahan tangannya. "Aaaahhh..betapa menyedihkannya kita kan? Jika aku mendapatkan pria sepertimu, akan sangat bagiku, tidak harus memohon perhatiannya."
"Begitupun, jika aku mendapatkan wanita seperti mu aku tidak harus mengontrol diriku terlalu banyak." Yuri tersenyum. "Bagaimana kalau kita bersama." Tawar yuri sambil bercanda.
"Hati-hati dengan bicaramu tuan kwon. Karena aku sangat mundah jatuh cinta, jadi jangan menggodaku." Yuri terkekeh.
"Berarti kau sama seperti ku, mudah jatuh cinta dan mudah melupakan."
"Kita berbeda." Tiffany menatap lurus pada mata yuri. "Aku tidak mudah untuk melupakan ketika aku jatuh cinta." Yuri tertegun juga ikut menatap pada mata tiffany yang kecoklatan.
"Pernahkah ada yang mengatakan bahwa matamu sangat cantik?" Tiffany terdiam, tapi tidak mengalihkan pandangannya dari yuri, seolah ia ingin mendengar kalimat kebohongan lanjutannya. "Aku sungguh tidak rela melihat mereka redup seperti ini, sungguh." Yuri tersenyum dan mengalihkan pandangannya dari mata tiffany.
"Bukankah kau harus kekantor pagi ini?" Tanya tiffany sambil menepuk pahanya dan berdiri.
Yuri megnanggukkan kepalanya. "Terima kasih untuk pagi ini noona. Aku berangkat." Yuri melambaikan tangannya dengan cara kekakanakan pada tiffany.
"Bye, nae dongsaeng." Tiffany melihat jam tangannya. "Ah jam makan siang." Ia segera menghambur kedapur menyiapkan makan siang. Ia berancana untuk mengantarnya ke kantor taeyeon.
Semangat luar biasanya tiffany menyebabkan dapurnya hancur berantakan. Tapi ia masih bisa menyisakan beberapa makanan yang layak untuk dibungkus dan dibawakan kepada taeyeon. Tiffany memilih baju terbaiknya yang selama ini taeyeon sangat suka melihatnya, ia mematut dirinya sekali lagi. "Waaah..kau sangat cantik miyoung." Puji tiffany pada dirinya sendiri seolah taeyeon yang baru saja melakukannya.
"Permisi, aku ingin bertemu direktur." Ucap tiffany pada sekretarisnya.
"Maaf apakah sudah ada janji?"
Tiffany berdecak kesal, 'Apakah dia orang baru, janji apanya, aku tiffany hwang.' Tiffany kembali dari lamunannya. "Maaf, tapi aku tiffany hwang."
"Maaf nona, direktur sedang rapat, anda mungkin harus menunggu."
Kesabaran tiffany ada pada puncaknya. "YAK! Kau tidak tahu siapa aku! Aku tiffany hwang, calon intri kwon taeyeon beraninya kau menyuruhku menunggu!" Tiffany berdecak kesal dan menerobos masuk keruangan taeyeon.
Brrakkk!!! Ruangan taeyeon menjadi gaduh. "Tiffany?" Heran taeyeon melnoleh ke arah pintu. Ia segera bangun dari kursinya menatap tajam pada sekretarisnya.
"Maaf pak, saya sudah mengatakan kalau..."
"Tidak apa nicole, kembali lah bekerja. Wanitaku ini memang sedikit perlu belajar etika." Ucap taeyeon membuat ruangan itu penuh dengan kikikan. "Bisakah kita tunda rapatnya hingga jam makan siang berakhir?" Tanya taeyeon cukup dimengerti oleh rekan-rekannya.
Setelah ruangan kosong, taeyeon kembali ke kursinya. "Jadi aku perlu belajar etika huh?" Tanya tiffany.
"Ayolah tiff, aku hanya bercanda. Apa yang kau bawa?"Tiffany melupakan sedikit kekesalannya saat taeyeon bertanya. "Lain kali tidak usah datang ke kantor ku tiff, kau membuatku malu." Ujar taeyeon siap dengan sumpitnya.
"Kau malu di kunjungi calon istrimu kekantor?" Taeyeon mengangguk. "Apa kau punya selingkuhan disini?" Taeyeon terbatuk. Tifffany tertawa berdecak.
"Berikan aku minum!" Perintah taeyeon yang merasakan perih pada kerongkongan.
"Oh, minum? Aku lupa membawanya." Panik tiffany. Dan berlari menuju pantri kantor taeyeon.
"YAK! Bodoh kau mau membunuhku huh! Tetap saja ceroboh! Kau benar-benar tidak bisa diandalkan!"
Tiffany mengepal kuat tangannya. "Benar." Jawab tiffany menyerahkan segelas air pada taeyeon, tepat sebelum tangan taeyeon menyentuhnya tiffany mengelakkannya dan brryyyuuurrr!! Segelas air penuh mendarat di wajah taeyeon.
"Apa yang kau lakukan!" Bentak taeyeon berdiri. Ia menatap erat wajah tiffany yang saat ini berdiri dengan mata memerah dihadapannya. Bibirnya bergetar dan matanya yang selalu menunjukkan eyesmile itu kini tertutup rapat. Ia mengepal erat tangannya dan berusaha megnatur nafasnya.
"Kwon taeyeon, ayo kita...kita berpisah." Ucap tiffany lantang. Taeyeon mematung, ia mengepal tangannya, tapi kemudian ia melihat air mata disudut mata tiffany. "Ini tidak berhasil tae....aku tidak..." Ia tersedak air matanya sendiri. "Maafkan aku." Tiffany berlari keluar taeyeon.
Ia memencet lift,t api sangat lama. Akhirnya tiffany menuju pintu darurat. "OH, astaga!" Utepat saat pintu terbuka, tiffany menabrak seseorang yang ada didepannya. "Noona?" Tiffany mengenali suara ini, sehingga ia tidak harus menutupi bahwa ia menangis.
"Yul...." Tiffany memeluk yuri erat. Pria tanned itu tidak mengerti apa yang terjadi, tapi seperti pada pria lainnya, hatinya sakit melihat wanita menangis. Ia membalas pelukan tiffany bahkan mereka hingga terduduk ditangga. Pakaian yuri kotor dan basah oleh air mata, tapi ia tidak peduli. Menenangkan tiffany menjadi leibh penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
starving
Fanfiction"Aku?" Yuri celingukan. "Aku mencari udara segar, kamarku panas sekali." Yuri mengipaskan bajunya. "Bilang saja kau bertengkar dengan jessica, dan dia mengusirmu dari kamar." Yuri membulatkan matanya. "Bertengkar apanya, sahabatmu itu saja yan...