Prolog

20 3 1
                                    


Pukul 01.52

Malam ini, entah malam ke berapa yang ku pakai untuk mengerjakan tugas kuliah yang begitu menumpuk dan seakan tak ada habisnya dengan teman sekamarku Shila yang sama-sama sedang asik bergelut dengan laptop. Bedanya yang ia lakukan adalah mengurusi online shop, bukan tugas.

"Hoamm.. Raa kamu belum ngantuk? Ngapain sih kamu tuh sibuk sama tugas terus? Ngobrol jarang, makan jarang, main apalagi. Aku heran deh sama David, bisa-bisanya ya dia tahan sama sikap kamu." Ujar Shila. Aku bahkan sudah hafal betul dengan kalimat ini, karena setiap aku asik mengurusi tugasku, kalimat inilah yang selalu ia ucapkan.

"Shil, kamu tahu sendiri kan? ...

"Iya Rara sayang aku tahu, kamu mau ngejar beasiswa ke Jepang kan? Supaya bisa kuliah bareng David." Aku menoleh dan memasang wajah kesal sementara Shila menutup wajahnya dengan bantal, meminta ampun agar tak aku lempari mouse seperti biasanya.

"Kok kuliah bareng David lagi sih Shil?" Aku kembali mengetik di laptop. "Kan udah aku jelasin beberapa kali kalo tujuan aku dapet beasiswa dan kuliah ke Jepang itu bukan karena David." Shila menyimpan kembali bantal yang ia pakai untuk menutupi wajahnya.

"Emangnya kenapa sih Ra kalo aku bilang gitu? Pasti ada dong sedikit perasaan di hati kamu pengen satu kampus sama dia?" Tanya Shila sambil menutup laptopnya, sepertinya ia hendak tidur.

"Gak ada." Jawabku dingin.

"Hah? Serius Ra? Pasti ada sesuatu nih kalo udah kayak gini. Cerita dong, Raa." Shila melingkarkan tangannya di leherku. Dia memang selalu seperti ini saat memintaku untuk menceritakan masalahku. Aku membalas pelukannya.

"Enggak apa-apa kok, Shil."Ujarku sambil menutup laptopku, dan hendak tidur juga.

Sebelum tidur aku mengecek handphoneku, ada 16 panggilan tak terjawab dan 57 pesan yang belum terbaca, semuanya dari David. Aku sungguh tak berniat membukanya, ku matikan lagi handphoneku dan beranjak tidur.

***

06.02

Aku terbangun karena cahaya matahari dari jendela yang berada tepat di sebelah ranjangku. Aku menoleh ke ranjang Shila, kosong. Hari ini aku tak ada kelas, makanya aku ingin bermalas-malasan saja di kostan.

"Zahara kamu udah bangun? Duh maaf ya aku aku enggak sempet bangunin kamu. Aku panik tadi udah jam setengah 6 aku belum ngapa-ngapain sementara kelasku mulainya jam 7."Ujar Shila sambil menggantungkan handuknya diluar dan berlarian ke meja rias. Aku cukup terhibur karena ulahnya yang memang begitu setiap hari:3

"Aku berangkat ya, Ra. Kamu jangan tidur terus ih beresin kamar kita yaa, dahh.."Pamit Shila, lagi-lagi sambil berlarian keluar, aku dibuat tertawa karenanya.

Setelah mengunci pintu, aku kembali tiduran di kasur sambil membuka handphoneku. Pesan yang belum ku baca bertambah menjadi 136, masih dari David. Kali ini ku putuskan untuk membukanya dan membaca sambil senyum sendiri. Belum selesai aku membaca, handphoneku bergetar karena ada panggilan masuk, dari David. Aku menghela nafas lalu menerima panggilannya.

"Sudah bangun tuan putri?" Ahh.. Aku meneteskan air mata, seakan tak kuasa menahan semuanya. Aku dibuat jatuh cinta berkali-kali oleh David, aku tak sanggup meninggalkan lelaki yang sudah 4 tahun menjalin hubungan denganku tapi aku harus, harus meninggalkannya. "Halo? Kemana ya.."

"Eh iya iya, Dav. Maaf tadi aku ngunci pintu dulu. Maaf juga karena aku buat kamu khawatir semalem, aku ngerjain tugas aja kok disini."Ujarku agak terbata karena menahan agar isak yang kubuat tak terdengar.

"Kamu kenapa, Ra? Habis nangis ya? Nonton drama korea lagi?" Tanya David. Sialnya, seberapa kuatpun aku menyembunyikan ia akan selalu tahu. Aku menghela nafas lagi.

"Hehe.. Yaa gitulah, udah jadi rutinitas untuk nangis setiap hari karena drakor." Aku mencoba menghangatkan suasana, terlebih untuk meyakinkan David bahwa aku tak apa-apa. Terdengar suara tawa dari telpon, suara yang membuatku rindu dan ke sekian kalinya, membuatku jatuh.

Kami mengobrol lewat telpon selama sekitar 2 jam, dan harus berhenti karena ia harus segera bersiap pergi ke kampus. Aku menutup telpon dengan perasaan lega. Padahal baru satu hari aku mencoba untuk menghindar, tapi rasanya telah ku lakukan sangat lama.

Aku begitu senang mendengar kabar bahwa 6 bulan lagi David akan segera pulang dan tinggal lagi di Indonesia karena akan wisuda. Itu artinya aku punya waktu 6 bulan lagi juga untuk mendapat beasiswa, agar aku dapat menghindar dari David. Tapi entahlah, bahkan rasanya sungguh tak sanggup karena setiap kali hati ini merasa mampu, ia selalu berhasil menghentikan semuanya dengan mudah. Aku bahkan tak tahu mengapa aku begitu yakin, padahal apa yang aku rasa sangatlah sebaliknya. Aku masih mencintai David dan siapa lah yang ingin kehilangan lelaki yang sangat setia seperti David?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 09, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Say You Won't Let GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang