Anak laki-laki itu

65 14 0
                                    


Pagi hari, hujan deras disertai angin kencang dan teriakan petir mulai menyelimuti kota. Semua murid tampak basah disebagian tubuhnya. Aungan petir menyambar langit kota.
Aku yang sedang terburu-buru naik ke anak tangga karena jam pelajaran sudah hampir dimulai.

Yaaa...seperti biasa, aku selalu tiba disaat-saat jam pelajaran ingin dimulai. Karena rumahku cukup jauh dari sekolah. Tahun lalu, kantor Papahku dipindahkan ke Jakarta. Menyebabkan kami pindah rumah ke Jakarta. Dan sekolah, terpaksa harus pindah juga. Sekolahku yang ada di Bandung adalah sekolah elit nan mahal. Dan sekolah itu adalah mimpi buruk bagiku. Senioritas dan kalangan anak-anak borju. Sangat tidak nyaman dekat dengan orang-orang disana. Rata-rata orang tua mereka adalah pejabat atau pengusaha kalangan atas.

Orangtuaku mendaftarkanku di sekolah faforit yang ada di kota tempatku tinggal ini. Kata Papa dan Mama sekolahnya bagus. Murid-muridnya disiplin, pintar dan ramah. Tapi nyatanya? Tak seindah dan sesimpel yang Mamah katakan. Walau tidak seburuk sekolah lamaku.
Tapi bagiku, semua sekolah sama. Tidak ada yang menarik didalamnya. Semuanya berjalan dengan sangat membosankan.

"pagi! Akhhh...aku telat lagi." Kelas lengang sejenak. hanya terdengar tetesan air hujan yang menyambut pagi. Rambutku tersibak kemana-mana, berantakan.
"Ara,hari ini kamu terlambat lagi? Kamu ingatkan perjanjianmu waktu itu?" Kata seorang wanita dewasa yang memakai rok pendek,rambut bergelombang sepinggul dan berkacamata. Dia adalah Ms.Irin. "Bagi yang telat akan berlari memutari lapangan sebanyak lima puluh kali dalam cuaca apapun." Aku menghembuskan nafas pelan. Ms.Irin mengangguk mantap. "Yasudah,sekarang tunggu apa lagi? Keluar ganti bajumu dan mulailah menjalankan hukuman." Aku mengangguk, apa boleh buat. Toh peraturan memang tidak boleh dilanggar.

Aku segera keruang ganti dan mengenakan pakaian olahragaku. Aku selalu siap sedia membawa pakaian olahraga. Karna siapa tahu jalanan menuju sekolah macet atau pemberhentian kereta api lama. Hujan diluar cukup deras. Seperti beribu-ribu anak panah yang jatuh menimpa tanah. Aku berdiri dua meter di depan lapangan futsal yang terbentang luas. Aku mengusap wajahku yang terkena terpaan air hujan. Hujan menyambutku seakan tahu aku sedang menjalankan hukuman. Aku menelan ludah, membayangkan dinginnya air hujan pagi hari. Segera kuhapus pikiran itu. "Ayo ara" aku berusaha memberi semangat pada diriku sendiri. "Satu...dua...lari!" Aku berlari cepat menerobos air hujan,Tetesannya dingin menembus kulit.

Satu putaran telah berlalu. Tersisa empat puluh sembilan putaran lagi. Jantungku berderu kencang, nafasku tidak stabil. Beberapa murid menjadikanku tontonan menarik dari atas.

"Oke,tinggal lima putaran terakhir." Aku terus berlari. Menginjak genangan air di lapangan. membuat percikan kecil. Aku berhenti dan menatap lagit. Mataku menyipit agar air tidak masuk ke mataku. Langit pagi terasa malam. Petir menyambar langit kota membuat mataku silau berkedip. Aku mengusap mataku. Terasa perih. Kepalaku sedikit pusing. Aku melanjutkan hukumanku.

Setiap bulir air ku terobos. Hujan semakin deras. Tangan dan kakiku mati rasa. Hembusan udara dingin meniup wajah. Tersisa tiga putaran lagi. Lapangan ini terlalu luas,jadi cukup berat berlari memutarinya. Langkah demi langkah. Tenagaku habis terkuras. Tubuhku serasa layu. Pandanganku memudar.

"Bruk!"

Tiba-tiba pandanganku terlihat berbayang. Tak lama, sekilas aku melihat teman-teman sedang mengitariku,dan seketika aku benar-benar kehilangan kesadaran.

#######

kepalaku pusing,mataku perih. Perlahan aku membuka mata. Aku melihat seorang gadis sebaya denganku, terlihat berbayang. Lalu,pandanganku mulai jelas. Aku mengerutkan wajah.
"ara!? Kamu sudah sadar ra?!" Kata seorang gadis itu. Ternyata itu sora. Teman baikku. Aku hanya mengangguk membalas pertanyaan sora. Sepertinya selama aku pingsan dia terus menggenggam tanganku.

Terpintas peristiwa tadi di kepalaku. "Ola, Ms irin bagaimana? Apa dia marah padaku?" Aku bertanya resah. karna nama kami sama- sama berima "ra" jadi aku memutuskan memanggil sora menjadi Ola, tidak buruk juga kan?
"tak apa kok ra,malah mis irin sepertinya merasa bersalah."
aku merasa lebih lega. Sora menyodorkan segelas susu dan semangkuk bubur. "Ayo ra, dimakan." Tanpa disuruh dua kali aku mengambil nampan berisi susu dan bubur.

Setelah selesai makan, kuputuskan untuk kembali ke kelas. Walau guru kesehatan bilang aku lebih baik istirahat dulu, tapi aku bisa tertinggal pelajaran. Aku membuka pintu kelas dan ternyata, sekarang masih pelajaran ipa, pelajaran mis irin. Aku merasa takut akan kemarahan Ms irin dan hukumannya. Tapi bayanganku salah. Ms Irin menghampiriku dan meletakkan tangannya ke atas kedua pundakku.
"Lain kali, kalau tidak kuat tidak perlu dipaksakan, ibu tidak akan memaksa sayang..." Baru kali ini aku melihat wajah mis Irin tersenyum, namun resah. Aku hanya mengangguk dan duduk kembali di kursiku. Kelas diam. Akhirnya jam pelajaran telah usai, waktunya istirahat. Aku sudah siap menikmati semangkuk bakso pakde kesukaanku. Dengan kuah yang kental karena sambal, aku jadi lupa baru makan bubur tadi. Sora menggeleng melihatku. "Yaampun ra, kira-kira kalau makan sambal, kamu kan habis pingsan, kok malah makan yang pedas-pedas sih." Sora menatapku perhatian. "Kalau soal sambal aku takkan bisa dilarang ola, kau kan tahu sendiri." Aku nyengir cekikikan sambil menyantap kuah bakso. "Ra,kamu tau tidak? Katanya, di kota kita ada orang yang bisa menghentikan waktu."
"tidak"
aku membalas cepat malas menanggapi ucapan ola, malah sibuk menghabiskan kuah bakso. "Hei! Kamu dengar tidak?" Lagi-lagi aku mengabaikan Ola yang menggerutu. "Itu gak penting la..." Jawabku singkat.

Jam pelajaran ketiga telah berbunyi. Aku dan ola mengembalikan mangkuk bakso menuju gerobak pakde dan bergerak cepat menuju kelas. "Eh,eh,eeh..." Suara pakde menghentikan langkahku. Aku berbalik badan. "Dibayar atuh neneng baksonya..." Kata pakde dengan logat medoknya. Wajahku menyeringai,lupa membayar karena terburu-buru. "Maaf pakde, saya lupa." Aku segera membayar bakso.
"Yasudahlah tidak apa-apa atuh, sebaiknya neneng segera masuk, bel sudah berbunyi..." Aku mengangguk menggandeng ola untuk berlari. "Lain kali jangan lupa lagi ya neneng..." Terdengar suara khas pakde dari kantin. Samar-samar. Kami berdua tertawa. Untungnya guru ips belum masuk kelas. Aku tidak mau berlari keliling lapangan untuk kedua kalinya,sudah cukup membuatku pingsan.

Ms.lena memasuki pintu. Sudah menjadi tugas ketua kelas memberi salam kepada guru yang masuk kelas.
"Anak-anak, hari ini kita kedatangan teman baru." Senyum Ms. Lena bersemangat. Kelas riah riuh karena kedatangan murid baru. "Ayo nak, silahkan masuk..." Seketika kelas lengang sejenak yang tadinya ramai. Ada remaja laki-laki dengan pakaian berantakan dan rambut acak-acakan. "Ayo nak perkenalkan dirimu." Mis Lena berkata lembut.
"Hum. namaku Era rizki puloma, panggil saja Era. Kata anak baru dengan cepat. Ola menahan tawa. "Ada apa la? Memang ada yang lucu?"
"Pffff...penonton kecewa ra." Ola menahan tawa. Aku bertanya tidak mengerti. "Dalam bayangan anak perempuan kelas kita, anak baru akan tampan seperti di film drama ra,seperti ada anak pindahan dari luar negeri yang tampan. tapi nyatanya? Pfff..." Seli menahan tawa
"Hush! Tidak baik ngomongin orang seperti itu la." Aku menggeleng. Memang sih, kesannya anak baru itu berandal, tapi siapa tahu? Mungkin di dalamnya dia baik.

#######

Jangan lupa vote ya---

PETIR⚡️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang