Part 4: Utopia

695 96 26
                                    

Author POV










Dua tahun yang lalu

Quebec, Kanada

"Bibi! Sudah ku bilang untuk tak menyentuh kemeja ku, kan?! Lihat ini! Kusut semua. Gajimu sepuluh tahun bahkan tak akan cukup untuk menggantinya."

Suara gaduh tersebut berasal dari lantai atas mansion megah itu. Bangunan luas berdesain kuno itu begitu artistik bak kerajaan di abad 19an. Memiliki banyak pelayan yang siap 24 jam melayani pemilik rumah.

"Eomma, dimana kaus kakiku?" Kini giliran jeritan seorang gadis yang berasal dari lantai bawah menambah kegaduhan di rumah itu.

Seorang yeoja yang barusan dipanggil eomma berniat berdiri. Namun sebuah tangan mencekalnya. Menyuruhnya untuk tetap bertahan di kursinya. Belum sempat melayangkan protes, namja itu telah berkata--

"Sampai kapan kau akan memanjakan anak-anakmu, eo?"

Seketika itu juga tangan yeoja ini terasa membeku. Menandakan bahwa suaminya telah berada diambang kesabarannya. Dan jika tebakannya tidak meleset, anak-anaknya akan dalam masalah besar.

***







Seoul, 2017

"Kau dipecat? Dasar bodoh!" Desis Kim Sohyun yang sejatinya Kim Tan. Matanya yang bulat, nyalang menatap raganya yang sedang dihuni adiknya. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam jas sekolahnya. Kepala dan pakaiannya masih kotor oleh tepung dan telur. Menimbulkan aroma yang tak sedap.

Kim Sun pun membalas tatapan sang kakak. Hidungnya kembang kempis. Matanya mulai memerah. Dia sungguh terluka dengan ucapan sang kakak.

"Oppa selalu menyalahkanku! Terlepas dari siapa yang salah, oppa selalu saja menyalahkan orang lain! Kau memang egois!"

"DIAM!"

Petir menggelegar, menandai dimulainya pertengkaran antara dua saudara ini. Udara disekitarnya semakin dingin. Meski hujan baru saja berhenti, tapi rintik-rintik hujan mulai mengguyur keduanya. Keempat tangan mereka mengepal kuat membuat hujan semakin lebat.

"Kau tahu apa kesalahanmu? Kau itu manja dan penakut," tuduh Tan.

Ucapan Tan seperti pisau tumpul yang menusuk hatinya. Tak berdarah namun Perih.

"Satu lagi. Kau itu cengeng!"

Kim Sun tak bisa menahan tangisnya. Meski bibirnya tertutup rapat, isakan mulai terdengar dari mulutnya. Tubuhnya merosot. Dia berjongkok sambil memeluk lututnya.

Ini tidak adil! Dia baru saja kehilangan pekerjaannya gara-gara hujan yang disebabkan kakaknya. Tapi kakaknya itu malah menyalahkannya, bahkan mengatainya bodoh dan manja.

"Kenapa kau begitu membenciku? Apa sebenarnya salahku?"

Kim Tan hanya bisa menatap sang adik dengan gusar. Kakinya menendang sebuah kaleng bekas di sekitarnya. Membuat benda itu terpelanting entah kemana. Menurutnya Sun sudah kurang ajar karena berani membentaknya. Namun disisi lain, dia merasa bahwa ucapannya terlalu kasar. Itu karena dia masih terbawa emosi dengan pem-bully-an yang baru diterimanya.

"Kau tahu kenapa aku marah hari ini?"

Napas Tan mulai teratur. Kedua tangannya melingkar di pinggang. Menatap ke bawah, ke arah adiknya yang masih menangis.

Tak ada jawaban dari Sun. Kesedihan telah menulikan telinganya- tak ingin mendengar alasan apapun dari sang kakak.

"Aku marah saat gadis-gadis itu menyebutmu boneka sekolah."

You Must Stop! the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang