Chapter 1: Curhatan cowok

48 6 2
                                    

"Hal yang paling menyedihkan adalah hidup tanpa memiliki tujuan, Tersenyum saat terpuruk, Tertawa saat kesepian dan sendiri dari sekian milyar orang."

-Dari Bintang yang tak lagi berpijar-

***

Seorang pemuda berjalan dengan santai menyusuri koridor kelas sebelas, suara gesekan antara sepatu dan lantai menggema di koridor yang lumayan sepi, terdapat luka lebam pada pipi bagian kiri pemuda itu, tetapi luka itu sama sekali tidak mengurangi kadar ketampanannya.

ia melirik jam yang melingkar di tangan kanannya.

07 : 15

Zio menghela nafas kasar seolah hanya hal itu yang mampu ia lakukan saat ini, entah sudah berapa kali pemuda itu menghela nafas, ia terlambat tiga puluh menit, tepatnya ia melewatkan program sekolah GLS sekitar lima belas menit dan pelajaran pertama lima belas menit.

Tidak seperti biasanya Zio terlambat, ini kedua kalinya ia terlambat masuk kelas selama satu tahun terakhir ini. Untung saja hari ini guru piketnya belum datang hingga ia bisa leluasa masuk ke sekolah, soal satpam yang ada digerbang sekolah Zio cukup memberinya Uang dua puluh ribu dan gerbang sudah terbuka dengan lebar.

Ternyata benar, uang bisa membeli segalanya, dan satu lagi uang bukan segalanya tetapi segalanya membutuhkan uang.

Zio menguap, kantuk masih menyerang dirinya. Zio terlambat karena dirinya tidak bisa tidur, ia merasa terganggu oleh kebisingan yang berasal dari tetangga barunya, sekian lama tempat itu kosong sekarang kembali dihuni oleh orang yang sukses membuatnya tidak bisa tidur semalaman.

Bagaimana tidak, tetangga barunya terus menghasilkan suara dipukul, diseret, dan suara benda yang berjatuhan.

Dewi fortuna sepertinya sedang berpihak kepadanya dan Zio sekarang bisa bernafas lega karena gurunya ternyata tidak masuk kelas, syukurlah ia tidak akan mendapat hukuman apalagi sekarang pelaran guru yang menurutnya sangat disiplin dalam waktu. Bayangkan saja, meskipun telat cuma tiga menit guru tersebut langsung meng-alpakan siswanya yang telat. Mending jangan masuk aja sekalian.

Zio di suguhkan pemandangan yang tak biasa saat masuk kelas.

Oh ayolah, apakah harus sepagi ini? Batin Zio berdecak kesal.

Lihatlah kelas Zio sekarang, tempat ini lebih tepat disebut rumah sakit jiwa. Hal itu wajar saja, mengingat kelas ini terdiri dari puluhan orang gila yang disatukan dalam suatu ruangan, dan akan jadi apa ruangan yang berisi puluhan orang dengan otak miring selain kata kapal pecah.

Di sudut kelas empat sampai lima orang siswa lelaki duduk bersama sambil menonton sesuatu di layar ponsel. Entah apa yang mereka tonton, yang jelas hal itu membuat Zio bergidig ngeri.

Di depan kelas Dino dan Valdo menyetel musik dari laptop yang disambungkan ke speaker dengan volume maksimal sembari berjoged dangdut bersama beberapa orang siswa lain. Dino memainkan sapu seolah sapu itu gitar sambil meloncat-loncat kesana kemari.

Valdo berguling-guling tak karuan arah di lantai, pasti baju Valdo sekarang sangat kotor, mengingat ruang kelas ini jarang di pel seperti kelas yang lainnya. Salahkan siswanya yang sangat malas untuk piket.

Dan terakhir sekumpulan wanita sedang cekikan, tak jarang pula mereka berteriak saling. Mereka Pasti gerombolan wanita itu sedang membicarakan gosip yang tidak penting, atau saling memuji pacarnya masing-masing.

Seribu Bunga KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang