two

13 2 0
                                    

Elena

Bel pun berbunyi menandakan kelas terakhir sudah selesai, akhirnya aku bisa meninggalkan tempat ini. Hello bed and goodbye school. Tentu saja aku tidak bisa pergi tanpa ada kesialan menimpa diriku, aku mengerang kesakitan sambil berusaha untuk berdiri. I swear kalo orang yang menabraku adalah Harry, akan kupastikan dia tidak bisa berjalan lagi. Orang tersebut membantuku berdiri jadi pasti ini bukan Harry. "Maaf, sakit sekali ya? Maaf gue gak ngeliat lu tadi." Ucap cowok tersebut dengan ramah. Kalau saja aku tidak melihat mukanya, aku pasti sudah menghujat dia dengan semua kata-kata kasar yang aku tahu karena aku memang orang yang seperti itu, tetapi orang yang menabrakanku adalah Zayn Malik, orang yang menurutku pantas mendapat gelar cowok terganteng di sekolah ini.

Zayn Malik, dia adalah salah satu 'member' di geng Harry a.k.a the populars, walaupun kelakuannya 180 derajat berbeda dari Harry. Suara Zayn membuyarkan lamunanku. "Eh iya kenapa?" tanyaku dengan kikuk. "Maaf gue tadi gak liat lu pas jalan." Balas Zayn, "Oh iya gak apa apa." Kataku diikuti oleh senyum. "Lu bener gak kenapa napa?" tanyanya lagi. Gak,kaki gue serasa mau potong untung lu ganteng. "Gak apa-apa kok." Zayn terlihat tidak yakin, aku pun memberikannya senyum untuk meyakinkannya walaupun aku lebih terlihat seperti meringis daripada tersenyum. "Gue bakal merasa bersalah kalau gak bantuin lu." Kata Zayn. Aku yang bingung dengan kata-katanya tiba-tiba dia merangkulkan tanganku ke pundaknya seraya membantu berdiri. Aku bisa merasakan pipiku memerah, gak tiap hari gue dirangkul sama cowok ganteng. Setelah beberapa kali mencoba meyakinkan Zayn bahwa aku tidak apa-apa, Zayn tetap bersikeras dia membantuku dan itulah mengapa kami bisa ada di lapangan parkir menuju mobil Zayn, karena menurutnya kalau aku berjalan kaki ke rumah kakiku akan tambah parah, walaupun sebenarnya hanya memar dan tidak begitu sakit.

Aku menawarkan Zayn untuk masuk dulu ke rumah karena dia sudah begitu baik kepadaku, kami disapa oleh pemandangan yang well, menjijikan. Kelsey dan Harry half naked saling berciuman diatas sofa yang merupakan salah satu tempat favoritku. "Zayn," panggilku, "hmm?" balas Zayn. "Ingatkan aku agar tidak menyentuh sofa itu lagi ok?" bisik-ku, Zayn membalas dengan tertawa kecil sambil berkata "Pasti." Aku pun memilih untuk mengakhiri acara ciuman mereka sebelum hal tersebut berlanjut ke tingkat yang lebih menjijikan, "Well," kataku dengan kencang sambil menepuk kedua tanganku, hal ini sepertinya mendapatkan perhatian mereka, "Gue dan Zayn akan pergi ke dapur kalau begitu, karena tentunya ruangan ini sedang dipakai." Sulit untuk berbicara dengan nada biasa karena melihat tampang mereka yang panik,malu sekaligus kesal.

"Oh dan satu lagi," lanjutku sebelum melangkah ke dapur. "Tolong gunakan pengaman, karena dunia belum siap untuk Kelsey Kelsey atau Harry Harry mungil." Kataku sambil bergidik ngeri membayangkannya. Zayn yang berdiri disebelahku tertawa sambil menepuk pundaku. "Maaf lu jadi harus ngeliat gituan." Kataku sambil menyiapkan minum untuk Zayn. "Gak apa-apa,cukup ngehibur gue pas lu tadi bikin mereka kesel." Balasnya sambil menyeruput minumannya. Aku pun duduk di sebelah Zayn sambil menyeruput minumanku sendiri, kami berdua saling diam tidak berkata apa-apa sehingga menjadikan suasana menjadi awkward.

Aku menjadi yang pertama untuk memecahkan keheningan dengan berkata, "Makasih ya Zayn, udah nganterin pulang."

"Sama-sama El, gue pulang dulu ya." Balasnya. Aku secara inisiatif melihat jam yang ada di hp-ku. "Oh iya, makasih ya sekali lagi." Ucapku sambil mengantar Zayn ke pintu, syukurlah mereka sudah tidak ada di ruang tamu. "Makasih El." Kata Zayn sambil melambaikan tangannya sebelum dia pergi menuju mobilnya. Begitu mobilnya tidak terlihat baru aku menutup pintu, namun ketika aku membalikan badan, aku disapa oleh Harry yang sedang menyederkan dirinya ke tembok sambil menyilangkan tangannya, mukanya memasang raut wajah yang paling menyebalkan dengan sebelah alisnya dinaikan dan senyum yang menyebalkan itu. "Zayn huh?" tanyanya. Aku tidak menjawab pertanyaan dan melanjutkan langkahku ke tangga, namun sayangnya Harry mencegatku. Jarak mukanya sangat dekat dengan mukaku sehingga jika salah satu dari kita bergerak sedikit bibirnya akan mengenai bibirku. Tidak tahu mengapa pipiku terasa panas tiba-tiba, Harry yang menyadari ini tersenyum jahil.

"Sayangnya lu jutek, seandainya aja enggak pasti gua milih lu El." Bisiknya.

the boy is mine//h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang