Part 10B

6K 372 30
                                    

"Kau.. pernah ingin pergi dari Kyuhyun, bukan?"

DEG

Pertanyaan Ahra membuat Ji Ahn terkesiap. Entah kenapa ia merasakan hal buruk di balik pertanyaan itu.

"Kau sudah sangat menderita selama bersama Kyuhyun. Kau juga tidak nampak bahagia bersamanya. Jadi, untuk terakhir kalinya aku akan mengatakan ini padamu."

Sejenak Ji Ahn menahan nafasnya, menunggu apa yang Ahra katakan selanjutnya. Kegelisahan dalam hatinya pun semakin menjadi-jadi.

"Pergilah, Ji~ya. Carilah kebahagiaanmu. Kyuhyun.. kau tidak akan pernah bahagia ataupun hidup tenang selama masih bersamanya."

Dan tangis Ji Ahn pun pecah seketika begitu Ahra menyelesaikan kalimatnya. Tubuhnya melemas seiring dengan hidupnya yang seolah dihempaskan ke tanah. Tangannya mengepal kuat menahan sesak yang begitu menghimpit secara tiba-tiba. Perlahan kepalanya pun ia tolehkan ke samping kirinya. "Ba-bagaimana bisa kau mengatakan hal itu?" Lirihnya.

Ahra cukup tersentak melihat air mata yang mengalir dari mata Ji Ahn. Bibirnya pun ia gigit pelan untuk mengurangi kegugupannya. Namun itu tak membuatnya mengurungkan apa yang akan ia katakan. "Aku hanya ingin memperbaiki semuanya. Lagipula, kita juga tidak tahu apakah Kyuhyun akan bangun atau tidak."

"Kau tidak ingin dia bangun?" Sentak Ji Ahn.

Sementara Ahra hanya mematung di tempatnya. Sungguh bukan itu maksudnya. Benar-benar bukan. Karena ia juga sakit ketika mengatakan hal itu.

"Bagaimana bisa kau mengatakannya semudah itu? Setelah apa yang adikmu lakukan padaku. Setelah apa yang sudah ia ambil dariku. Hidupku hancur. Dan sekarang kau memintaku untuk pergi darinya?" Ucap Ji Ahn dengan setengah berteriak. Wanita itu hampir tidak bisa mengendalikan diri. Jika ia tidak ingat posisinya yang tengah berada di tempat umum, mungkin Ji Ahn sudah akan menjerit hebat. Rasa sakitnya seolah menggumpal luar biasa karena perkataan Ahra.

Air mata Ahra pun menetes. Tenggorokannya tercekat. Hingga bersuara pun ia tidak mampu. Ji Ahn begitu terluka. Dan itu nyata di depannya.

"Kehormatanku, harga diriku, kebebasanku. Semua sudah direnggut oleh adikmu. Dia tidak memberiku pilihan apapun selain bersamanya. Bahkan dulu, saat pertama kali aku menginjakkan kaki di rumahmu, bukankah kau yang memohon agar aku bersedia merawat adikmu? Lalu sekarang kau memintaku untuk pergi? Kenapa kau begitu mempermainkanku?"

"Aku tidak ingin mempermainkanmu, Ji~ya." Isakan Ahra pun terdengar di sela ucapannya. "Aku hanya tidak ingin hidupmu berakhir sia-sia. Itu saja."

Ji Ahn mendengus pelan. "Lalu menurutmu aku akan bahagia dan hidup tenang jika pergi darinya?" Wajahnya pun ia buang ke samping. "Aku bahkan sudah menggantungkan semuanya padanya. Hidupku, hatiku.. aku menyerahkan semuanya begitu saja padanya." Kepala Ji Ahn semakin menunduk. "Aku mencintainya." Lirihnya kemudian.

"Apa?" Ahra menatap Ji Ahn dengan tatapan tak percaya. Dan ia berharap jika suara kecil yang ia tangkap itu bukan hanya halusinasinya belaka.

Ji Ahn membalikkan tubuhnya, kembali duduk dan menatap lurus ke depan. Sejenak ia hirup udara di sekitarnya, mencoba menormalkan nafasnya yang putus-putus. "Bahkan ketika dia menyakitiku, melemparku sekalipun, aku tidak pernah berpikir untuk meninggalkannya. Mungkin kau akan sulit untuk percaya, tapi aku juga. Aku bahkan tidak pernah merasa sebodoh ini."

"Ji~ya.."

"Eonni, bisakah.." Ji Ahn kembali menarik nafasnya. "Bisakah aku tetap bersamanya? Aku sudah tidak memiliki siapapun. Aku.." Lagi, cairan bening wanita itu kembali mengalir. "Tolong kasihani aku. Setidaknya biarkan aku menemaninya."

Crazy Destiny with Crazy Man (TELAH DIBUKUKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang