6 - Cincin Naga Berkepala Manusia

1.6K 250 60
                                    

Kemudian kakek itu mengulurkan tangan kirinya. Di dalam genggaman yang telah membuka, terdapat batu pipih kecil berbentuk persegi. Dengan sejumput keraguan, Prof. Hamdani mengambilnya.

"Apa ini, Kek?" tanyanya dengan kening mengerut. Prof. Hamdani mengamati batu itu.

"Batu kehidupan."

"Batu kehidupan?" Kebingungan Prof. Hamdani kian mengental. Ia memperhatikan perbedaan kedua sisi batu itu. Salah satu sisi halus dan licin. Sementara sisi lainnya kasar, bahkan terasa menusuk di kulit.

"Batu kecil yang mewakili dua tabiat manusia."

"Lalu, bagaimana dengannya, Kek?" Prof. Hamdani menunjuk ke arah Indah yang seperti terpasung di batu itu.

"Letakkan batu itu di keningnya!"

Prof. Hamdani bingung. Ia masih diam di tempat.

"Cepat! Sebelum semuanya terlambat!" tegas kakek itu sambil mengentakkan tongkatnya.

Setengah terlonjak, Prof. Hamdani bergegas menghampiri Indah. Ia langsung mengarahkan batu kecil itu ke keningnya. Ajaib, batu kecil itu mendahului tangan Prof. Hamdani, melayang dengan sendirinya dan melekat sempurna di kening Indah. Mereka terperangah. Takjub. Indah membuka mata perlahan-lahan. Ia tersenyum lemah, kemudian jatuh terkulai.

"Indah!" Mereka tersentak.

Kevin langsung mengangkat tubuh Indah dan memangku kepalanya.

"Indah, lo nggak apa-apa?" Kevin membelai rambutnya.

Indah menggeleng lemah. Kepalanya hanya sedikit pusing.

"Prof, apa yang terjadi?" Indah menoleh ke arah Prof. Hamdani. Pandangannya agak buram.

"Entahlah! Yang penting kamu tidak apa-apa."

Indah menyadari sesuatu menempel di keningnya. Ia meraba untuk melepaskannya.

"Apa ini, Prof?" Indah membolak-balik batu itu di depan matanya.

"Berkat batu itu kamu selamat."

"Batu ini?"

"Berterimakasihlah kepada kakek ini!" Prof. Hamdani menoleh ke arah kakek tadi. Ia tersentak. Tahu-tahu kakek itu sudah tidak ada di sana. Bola mata Prof. Hamdani berputar cepat untuk mencari.

"Lah, ke mana perginya, Prof?" sela Kevin.

Prof. Hamdani tidak menjawab. Ia sendiri merasa sangat aneh.

"Terima kasih, ya, Kek!" Suara Indah menyelinap di sela-sela kebingungan mereka. Ketika yang lain sibuk menoleh kiri-kanan mencari keberadaan kakek tadi, Indah malah melihatnya.

Semua pandangan terfokus pada Indah sekarang.

"Indah, kamu bicara sama siapa?" Prof. Hamdani mengernyit.

"Kakek itu, kan, yang memberikan batu ini?"

"Tapi kakeknya sudah pergi," timpal Kevin.

"Lo apa-apaan, sih? Jelas-jelas dia masih di situ."

Suasana kembali tegang.

"Kek, kok, batunya ditinggal?" tanya Indah setengah teriak.

Mereka tercengang. Sosok kakek tadi menghilang begitu saja di mata mereka, tapi justru tampak di mata Indah.

Suasana hening. Indah masih tampak bercakap-cakap dengan kakek itu.

"Terima kasih, Kek!" ucapnya lagi seraya tersenyum.

Sepertinya kakek tadi sengaja memberikan batu itu kepada Indah.

"Entah kenapa, gue suka dengan batu ini," aku Indah, kemudian menatap bergantian teman-temannya. Kevin masih memangku kepalanya.

Belahan Jiwa dari Dunia LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang