Bagian 1

147 10 4
                                    

Aku Rania Sadhira. Umurku 16 tahun dan sekarang duduk di kelas XI sebuah SMA di Kota Sejuta Bunga, Magelang. Dua menit yang lalu aku menguap, itu manusiawi kan? Nanti kuceritakan alasanku menguap.

Kata orang, masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan. Masa ketika cinta pertama ditemukan, masa ketika menyontek PR teman adalah hal yang sangat lumrah dilakukan, dan masa ketika bolos jam pelajaran menjadi sebuah kebiasaan. Mungkin tidak semua orang mengalami masa itu. Sialnya, aku termasuk dalam golongan mengenaskan itu. Aku menemukan cinta pertamaku di SMA, aku sering sekali menyontek PR teman karena berbagai alasan dan tak jarang aku memilih tidur di UKS dengan alasan sakit untuk membolos jam pelajaran yang menurutku membosankan.

Dari namaku saja sudah bisa ditebak bahwa jenis kelaminku adalah perempuan, tapi kalau tidak percaya, kalian bisa memastikannya di akta kelahiran. Rambutku hitam panjang, mataku bulat coklat seperti orang Indonesia kebanyakan, kulitku hitam tapi tidak manis dan aku sungguh meyakini dengan pasti bahwa rupaku ini pastilah sangat pasaran. Jadi, jangan bayangkan cerita ini diperankan oleh seseorang yang cantik rupawan seperti Lee Sung Kyung. Maaf, jika aku merusak imajinasi kalian tapi ini yang terbaik. Mungkin kisah ini lebih pantas disebut Handsome and The Beast. Aku Beast-nya, tentu saja.

Hobiku tidur, menulis dan membaca. Sebenarnya, hobiku tak hanya itu saja. Ada banyak hal yang aku lakukan saat waktu senggang. Mengatakan bahwa hobiku menulis dan membaca adalah sebuah pencitraan besar tapi tak apa-apa. Bukankah pencitraan diperlukan untuk hal-hal yang baik? Selama semua pencitraan itu tidak menyakiti dan merugikan orang lain, benar? Baiklah, aku tak memaksa kalian untuk sependapat denganku. Biarkanlah aku bersikukuh dengan opiniku dan kalian dengan opini serta pemikiran kalian.

***

Jam menunjukkan pukul 11 siang saat Pak Danu, guru matematika di sekolahku memasuki kelas. Tangan kirinya tampak menggendong beberapa buku paket matematika, sedangkan tangan kanannya sibuk menenteng tas hitam yang dilihat dari luar saja sudah jelas bahwa isinya adalah laptop.

Ku jelaskan sedikit mengenai Pak Danu. Beliau sudah mengajar di SMA ku hampir 30 tahun, usianya kini menginjak 53 tahun. Pak Danu adalah guru laki-laki paling kalem yang pernah aku temui sepanjang hidupku. Sifat ke-kalem-an itu berdampak pada volume suaranya yang sangat lirih atau bisa dibilang sungguh sangat amat lirih. Saking kalemnya, tak satupun teman sekelasku yang mendengar salam bahkan penjelasan beliau.

"Assalamualaikum anak-anak" sapa Pak Danu yang duduk di kursi guru diiringi dengan senyuman manisnya.

Kelasku masih ramai seperti tidak ada guru di dalam kelas. Aku yakin Pak Danu termasuk dalam golongan orang-orang yang sabar, lihat saja sikapnya. Masih tetap tersenyum walaupun tidak ada yang menjawab salamnya. Beberapa detik kemudian, dengan lapang dada beliau mengulang salamnya,

"Assalamualaikum anak-anak" Pak Danu kembali menyapa kelasku. Kali ini dengan volume suara yang 'sedikit' dibesarkan.

"Waalaikumsalam pak" teman-temanku yang duduk di tiga barisan depan menyahut salam Pak Danu. Jangan tanya aku mereka siapa. Tentu saja golongan murid-murid yang hidupnya hanya dihabiskan untuk belajar, belajar, dan belajar. Aku? Aku juga murid yang suka belajar. Aku belajar bagaimana menghindari pelajaran. Bukankah belajar tidak hanya di dalam kelas? Bukankah kehidupan yang keras ini juga merupakan pelajaran yang berharga? Di dunia nyata, mungkin kamu akan menemukan pelajaran yang tidak akan pernah ada di dalam kelas. Jadi, jangan berkecil hati jika nilai fisikamu hanya 20, nilai matematikamu hanya 25 dan nilai kimiamu hanya 40. Masih ada banyak sekali kesempatan untuk mendapat nilai lebih baik. Baiklah, cukup.

Kisah Klasik Tentang Kamu dan Hujan. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang