Nindy sudah berbahagia dengan kehidupannya yang sekarang, kehidupan yang berkali-kali lipat lebih membahagiakan dirinya dan semua deretan kertas usang di dalam lemari kecil putih di rumahnya. Kertas usang yang berisi percakapan antara Nindy dan seseorang di masa lalunya. Beberapa kertas malah masih terlihat baru, padahal usia kertas itu sendiri hampir lima tahun.
Jika jatuh cinta membuat orang untuk enggan waras, maka di dunia tidak akan ada orang waras, rumah sakit jiwa akan penuh dan jalanan akan sesak dengan teriakan orang gila di sana. Beberapa orang mampu mengatasi persaannya sendiri kala jatuh cinta, namun sebagian orang justru kelimpungan hingga bernafas saja rasanya susah.
Stasiun berikutnya adalah stasiun Jatinegara, Nindy merapihkan barangnya dan mencari jalan agar dapat keluar dari kereta yang penuh dan sesak ini. Padahal di dalam kereta terdapat fasilitas AC namun tetap saja, terasa panas.
Setelah berhasil turun, Nindy berjalan menuju jalur lima untuk melanjutkan perjalanan menuju Bekasi. Seharusnya, Nindy tidak perlu berpindah kereta jika satu menit Nindy berjalan lebih cepat mengejar kereta ketika di stasiun Jakarta Kota. Tetapi, yang namanya usaha, sekuat apapun manusia berjuang pada akhirnya Tuhan lah yang menentukan. Jadi tidak perlu disesali, nikmati saja, toh pada intinya Nindy akan tetap tiba di rumah pada malam hari.
***
“Gimana ngajarnya Nin, kamu kayaknya capek banget ya. Buruan mandi terus kita makan malam bareng abang Dandy, dia pulang hari ini.” Begitulah kira-kira cecar bunda ketika baru saja salah satu kaki Nindy mengijak lantai rumah dibalik pintu yang setengah terbuka olehnya. “Dia juga nanyain kamu, kangen katanya.”
Nindy tersenyum mendengar bunda berbicara seperti itu, karna sejujurnya, Nindy juga amat sangat merindukan kakak lelaki satu-satunya itu yang sedang berkuliah di Salah satu PTN di Bandung.
”Iya, Bun. Aku bersih-bersih dulu. Tadi ketinggalan kereta soalnya.”
Nindy melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti karena meladeni Bunda terlebih dahulu. Pintu kamar terbuka, kebahagian tiada dusta rasanya melihat tempat tidur yang sepertinya akan terasa dua puluh kali lipat lebih nyaman ketika baru saja di ganti sprei. Lagi-lagi Nindy tersenyum, melihat sprei dengan motif kartun favoritnya yaitu; Spongebob Square Pants.
Sebelum mandi, Nindy mengisi daya ponsel yang habis sejak tadi siang.
***
“Abang kok gak bilang-bilang kalo mau pulang, kan Nindy mau bikini kue coklat dulu.” Nindy sudah selesai mandi dan sedang makan malam bersama Bunda dan Abang Dandy.
“Abang udah telfon berkali-kali, tapi hape kamu mati.” Jelas Dandy mengingat tadi siang mencoba menghubungi.
“Oh iya, hape aku mati. Terus gak bawa charger. Lagian kalo udah sama anak-anak aku jadi suka lupa sama hape.”
“Pantesan.”
“Gimana murid-murid kamu, nambah banyak?”
”Ih, mereka itu bukan murid. Mereka itu temen-temen aku. Alhamdulillah banyak, malahan ada yang dari luar Jakarta.”
“Ya—selama enggak ganggu sekolah, sih, Bunda ikut seneng aja. Tapi jangan sampe kamu lupa sama sekolah, pelajaran itu tetep penting. Katanya kamu mau kuliah di Luar Negri.” Kini Bunda ikut dalam obrolan kakak-beradik itu.
“Selama ini sih enggak, ah gak jadi deh. Mau kuliah di sini aja, lagian kampus Negri di Indonesia gak kalah bagus kok sama kampus di luar. Biar bisa terus ngajar anak-anak juga.”
“Klasik banget tuh Bun, bilang aja kamu udah punya pacar. Mangkanya gamau jauh-jauh kuliahnya biar gak LDR, iya kan?” Tuduh Abang,karna yang dia tahu bahwa Nindy tidak pernah menjalin hubungan lebih dari teman dengan laki-laki. Bahkan, pernah sekali Dandy mengenalkan dengan teman-teman kampusnya tapi malah amukan yang didapat. Nindy sungguh-sungguh dengan sekolahnya. Tidak perduli dengan percintaan. Kadang Dandy kagum dengan adik perempuan satu-satunya, ya—meskipun mereka sering bertengkar. Tapi sejujurnya, mereka sangatlah dekat.
“Kalo mau nuduh tuh ya yang masuk akal sedikit kenapa sih, boro-boro mikirin punya cowok. Mikirin ulangan biologi aja pengen muntah rasanya, Bang.”
“Kurang masuk akal apa coba, jelas-jelas lo udah tujuh belas tahun. Dan untuk anak usia segitu tuh udah wajar punya pacar.”
“Gue enggak, tuh.”
”Udah, udah. Kenapa sih kamu bang, hobi kok ya ngeledekin adeknya terus.” Bunda memang sudah sering menyaksikan perdebatan mereka berdua. “Mungkin Nindy lebih nyaman sendiri, Bunda juga dulu gak pernah pacaran, ketemu ayah langsung nikah aja.”
“Tuh, dengerin.” Nindy menjulurkan lidahnya ke depan membalas Dandy.
“Jadi kamu pengen nikah gitu, Nin?”
“Abang!”
***
|| Be More Kind - Frank Turner
KAMU SEDANG MEMBACA
Art Of The Muses
Teen FictionMerupakan pengekspresian, pengungkapan, perwujudan, manifestasi artisik dalam kehidupan manusia. Menurut mitologi Antique Yunani, musik merupakan hadiah dewa Apollon dan Muse.