Perkara Kriminal

101 2 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Genre: Misteri, thriller || Umji (GF), Mingyu, Vernon, Wonwoo, Joshua, Jeonghan, Seokmin, Jun, Seungcheol, etc || Ranting : PG-18

Disclaimer: Ff ini diangkat dari cerpen terjemahan cipt.Jhon Dunning yang berjudul "Rambutnya Semerah Darah" dan muat di buku INTISARI (terbit Maret 1986).

Waktu kecil suka baca cerita pembunuhan dan psikologi (tahu, hasil nyolong buku2 di ruang kerja bokap). Co keinget cerita itu dan berfikir untuk menggabungkan tulisan Co dengan tulisan Dunning (bukan plagiat ya!!)

+Mengandung kekerasan, pembunuhan, dan kriminalis. NO ROMANCE!


***

Langit pada hari Kamis sangat cerah di Seoul. Padahal di bulan Maret musim semi biasanya cuaca mudah berubah-ubah. Suasana hati Umji pada tanggal 12 Maret 2017 itu sama cerahnya. Ia baru saa berumur 17 tahun dan menurut cermin, ia manis.
Bel tanda sekolah telah usai sudah berbunyi. Ibu dan kakaknya, Yerin pasti sudah menunggunya dirumah. Perut Umji sudah keroncongan. Cacing-cacing diperutnya sudah berdemo minta jatah. Karena gembira, ia tidak bisa menahan diri untuk berjalan pulang sambil melompat-lompat, walaupun ia sudah dewasa sekarang.

Rumahnya terletak di daerah elite di kawasan Pyongchang-dong, yang katanya Beverly Hills Amerika versi Korea. Pongchang-dong ini ditinggali oleh orang-orang sukses temasuk politisi, pengusaha, seniman, dan lainnya. Diantara mereka terdapat juga warga asing termasuk diplomat dan eksekutif bisnis. Pencuri pun menghindari daerah ini karena tingkat keamanannya tinggi.
Setiba di rumah, ia heran ketika menyadari pintu terkunci. Umji menakan bel, namun tidak ada jawaban.

"Apa-apaan ini?" pikir gadis remaja itu. "Mereka pergi tanpa menungguku pulang sekolah? Astaga ini tidak bisa di percaya." Biasanya kalau ibu dan erin pergi mereka sudah tiba di rumah sebelum Umji pulang dari sekolah.

Umji bermaksud masuk dari jendela dapur belakang rumah. Kunci jendela itu rusak dan Umji pernah masuk lewat jendela itu dengan dorongan yang cukup kuat.
Setibanya di dapur. Umji merasakan kesunyian yang luar biasa. Belum pernah ia merasa sesunyi dan sesuram itu di rumah termpat ia dilahirkan dan dibesarkan.
"Ibu! Kakak!" panggil Umji.
Yang menjawab hanyalah kesenyapan. Namun Umji gadis yang pemberani. Ia diajarkan untuk menhadapi masalah, bukan melarikan diri. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres di rumah itu. Setelah menarik nafas panjang dari dapur yang kosong itu, ia masuk ke ruang depan. Di bukanya pintu ternata tidak terkunci. Sinar matahari menyerbu masuk. Menaksikan musim semi matanya mulai menyipit. Umji merasa lebih lega.

Ia naik ke tingkat atas. Kamar ayah ibunya sudah bersih dan rapi. Itu artinya ibu dan kakak sudah selesai berbenah sebelum pergi. Kamarnya pun sudah di bereskan. Namun ketika ia melihat ke kaca riasnya, hanya ibu dan Yerin yang tidak meninggalkan pesan disana. Ia keluar dan melihat pintu kamar Yerin yang tepat di depan kamarnya itu. Pintu itu tertutup. Itu biasa. Mereka keluarga yang rapi sehingga mereka tidak sembarangan membiarkan pintu terpentang begitu saja.

"Kak Yerin!" panggil Umji. Tidak ada jawaban. Dengan hati-hati ia membuka pintu. Yerin terbaring di ranjang, tertutup selimut sampai kepala. Umji merasa lega. Gila! Kakaknya bersembunyi untuk menakut-nakutinya. Segera ia melompat masuk dan menarik selimut.
"Kau--" tiba-tiba saja omelannya tercekat di leher. Umji membuang pandangan dan berteriak-teriak histeris.

Yerin terbaring terlentang, telanjang tanpa seutas kainpun. Rambutnya yang panjang sudah berlumuran darah. Bad cover sekelilingna juga merah. Matanya yang cokelat terang terpentang seperti ikan mati, sedangkan mulutnya terbuka.
Umji melempar selimut yang dipegangnya. Ia berlari menuruni anak tangga dan jatuh terguling-guling, tetapi tidak merasa sakit. Diraihnya ganggang telepon untuk menghubungi markas polisi. Entah sudah berapa kali ia menelepon saking paniknya.

Lima menit kemudian ketika mobil patroli polisi tiba, dua orang polisi yang hadir pada saat itu melihat Umji terbaring di tangga depan pintu rumah, disinari matahari musim semi yang cerah.
Ia cuman bisa berbicara sambil berbisik, sebab suaranya parau akibat berteriak tadi. Tidak ada seorangpun tetangga yang muncul untuk menolongnya. Maklum jalan itu tempat tinggal orang-orang kaya, sehingga rumah saling berjauhan saking luas tanah-tanahnya.

***
Seorang polisi bername tag Hanseol Vernon.C menemenai Umji, sedangkan seorang polisi bername tag Kim Mingyu masuk ke dalam dengan pistol siap ditembakan. Beberpa saat kemudian ia muncul lagi dengan pistol sudah disarungkan dan wajah yang menandakan bahwa ia syok. Siang itu, untuk pertama kalinya ia menyaksikan korban pembunuhan.
"Pembunuhan," kata Mingyu dengan suara pelan. Ia tak berani memandang gadis remaja yang sedang menangis dihadapannya. "Saya akan menelepon ke kantor."
"Tanyakan sekalian apakah gadis ini boleh kita bawa ke rumah sakit," pesan Vernon. "Rasanya dia harus dirawat dokter."

Dari kantor polisi, mereka mendapat jawaban agar seorang dari mereka mengantar gadis itu ke rumah sakit, tetapi yang seorangnya lagi harus menjaga rumah tempat pembunuhan, sampai para petugas dari Bagian Penyelidikan Pembunuhan tiba. Akhirnya Vernon memilih untuk menjaga Umji dan Mingyu pergi ke TKP.

***
"Tengkoraknya pecah di banyak tempat," kata Dr. Jeon Wonwoo, dari Bagian Penyelidikan Pembunuhan kepada inspektur Joshua Hong. "Alat pemukulnya pasti berat, seperti palu atau belakang kapak. Ia meninggal belum sampai dua jam."
"Kejahatan seks?" tanya Inspektur Joshua.
"Mungkin motifnya seks," jawabnya. "Tetapi ia tidak diperkosa. Ia masih perawan."
"Mungkin ia tidur telanjang," kata Sersan Detektif Yoon Jeonghan sambil merangkak-rangkak menyelidiki kamar itu. "Ah! Ini dia!"
"Apa?" tanya Inspektur Joshua yang segera berlutut untuk melihat temuan Jeonghan.
"Palu. Palu besar. Lihat, seperti ada darahnya."
"Biarkan di situ," kata Insperktur Joshua. "Mungkin itu alat pembunuhannya. Nanti dipotret dulu. Panggil orang-orang laboraturium, komplet. Kalau kita bisa mendapat petunjuk, kita bisa mencari pembunuh sebelum ia kabur jauh. Sekarang aku mau memeriksa rumah ini dulu."

Jeonghan memanggil orang-orang laboratorium dari mobil polisi yang diparkir di depan rumah. Ia sekalian menelefon rumah sakit untuk menanyakan kabar gadis yang tadi dibawa petugas patroli ke sana. "Apakah gadis itu boleh ditanyai?" tanyanya pada Dr. Seokmin di telefon.
"Tidak bisa," jawab dokter. "Ia sudah diberi obat tidur yang kuat. Ia mengalami syok yang hebat. Anda harus hati-hati menanyainya nanti, sebab pengalamannya bisa memberi pengaruh permanen terhadap mental."
"Apakah gadis itu diserang juga?" tanya Sersan detektif Jeonghan.
"Dia tidak bisa bercerita apa-apa, tapi kata petugas patroli gadis itu menemukan mayat, mungkin mayat kakaknya."

Saat Jeonghan masuk kembali ke rumah, Inspektur Joshua muncul dari tangga basement.
"Di bawah ada satu lagi," katanya. "Panggil Wonwoo dan bantu aku. Entah ada berapa mayat di rumah ini."

Seventeen Fanficion all One ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang