Cinta Dalam Elegi

44 8 0
                                    

Cerita oleh evianggriyani

Tok... Tok... Tok...

Pria jangkung itu sudah berkali-kali mengentuk pintu dihadapannya. Namun, tak ada respon dari balik pintu benuansa hitam itu. Dia menautkan kedua alisnya, kemudian melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Baru jam delapan. Nggak mungkin dia sudah tidur," ujar pria itu.

Pria itu memutar kenop pintu yang kebetulan tidak terkunci. "Aneh," katanya lirih. Ia mendorong pintu secara perlahan dan tertegun. Gelap, kamar itu seperti tak berpenghuni, tak ada cahaya yang menerangi. Dia berjalan ke sisi pintu dan menghidupkan lampu.

Matanya langsung tertuju pada seorang gadis yang tengah tertidur pulas di atas tempat tidur. Dia langsung berjongkok di samping tempat tidur gadis itu. Ada bekas air mata yang sudah mengering di pipinya. Bahkan dalam keadaan terlelap tergambar jelas kekecewaan, kesedihan dan luka di wajah manisnya. "Sampai kapan kamu seperti ini?"

Pandangan matanya teralihkan oleh pigura foto yang membingkai foto seorang pria tengah merangkul bahu gadis yang kini terlelap, keduanya tersenyum lepas. Perlahan-lahan ia mengambil pigura yang sedang dipeluk gadis itu. Dia mengamati foto pria yang telah berhasil menorehkan luka di hati adik tercintanya, kemudian ditaruh pigura itu di atas nakas.

Sebelum meninggalkan kamar itu, ia mengecup kening adiknya. "Maafin Kakak," bisiknya tepat di telinga gadis itu.

***

"J-Jangan ... jangan pergi kumohon!" Seorang gadis menahan pergelangan tangan pria yang akan beranjak dari tempat duduknya.

Pria itu tersenyum. "Aku harus pergi."

"Tapi kenapa? Kamu udah nggak sayang sama aku?" Air mata yang berusaha ia tahan akhirnya jatuh juga, mengalir dengan derasnya membasahi pipinya.

Pria itu memejamkan matanya, menghirup udara sebanyak yang ia bisa. Menguatkan hatinya, bahwa ini adalah keputusan yang terbaik. "Aku sayang sama kamu. Sampai kapan pun aku akan tetap cinta sama kamu. Tapi aku harus pergi, cuma sebentar, Na. Setelah urusan aku selesai, aku janji sama kamu, aku akan kembali. Kita bisa sama-sama lagi."

Vina membekap mulutnya, mencoba menahan isakan tangisnya. Ia tidak mau terlihat lemah di depan pria itu, tapi ia tak mampu menghentikan tangisnya yang ada tangisnya semakin menjadi.

Pria itu mendekati Vina dan menarik ke dalam dekapannya. Entah kenapa pelukan ini terasa menyakitkan bagi keduanya. Vina semakin terisak ia bahkan tak mampu membalas pelukan itu. Pria itu mengecup kepala Vina, kemudian melepaskan pelukannya dan tiba-tiba pria itu menghilang dari hadapannya.

"Angga ...."

Vina begerak gelisah di atas tempat tidur, pelipisnya dipenuhi keringat. "Ga ... Ga ..." ia mengigau dalam tidurnya.
"ANGGA!"

Vina tersentak dan terbangun dari tidurnya, napasnya tersenggal-senggal. "Mimpi itu datang lagi." Ia memijat kepalanya yang terasa pening tiba-tiba.

Matanaya menyapu seluruh penjuru kamar, ia berusaha menyadarkan seluruh kesadarannya yang sebagian masih berada di alam bawah sadar. "Angga ...," gumannya pelan.

Vina berjalan ke kamar mandi, membasuh mukanya di wastafel, kemudian ia mematut dirinya di cermin, mengamati wajahnya yang terlihat berantakan dengan mata sembab. Ia berjalan lunglai ke tempat tidurnya.

Dilirik jarum jam yang menunjukkan pukul tiga dini hari. Ia mengambil laptop dan menghidupkannya. Hatinya berdebar-debar membuka Email yang masuk, berharap Angga membalas salah satu dari sekian Email yang telah ia kirim. Namun, ia harus kecewa untuk yang kesekian kalinya. Tak ada balasan dari Angga.

Jadi kapan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang