31 Desember 2013.
Teruntuk, Kamu.
Bagaimana? Apakah hati kamu sudah sembuh setelah kamu pikir bahwa menyakiti aku hatimu ikut membaik?
Aku sungguh tidak mengapa tentang itu.
Bukankah kita di lahirkan untuk disakiti? Agar kita tahu sampai mana kemampuan kita untuk melawanya.
Aku sudah melawan sakit itu. Iya, sakit yang kamu beri. Aku sudah melawannya, dan sepertinya aku yang menang. Jika bukan aku yang menang, yasudah anggap saja begitu.
Sepertinya saat kamu menerima surat ini, aku dan kamu tidak menginjak tanah yang sama lagi.
Melalui kertas dan sekumpulan tumpahan tinta dari gerakan jariku yang orang sebut surat ini, aku pamit padamu. Aku pergi.
Kemana? Itu urusanku.
Aku tahu kamu pura-pura tidak perduli tentang aku. Tapi, sepertinya hati kecil kita masih terikat. Entah hati bagian mana. Tapi sepertinya mereka masih berkomunikasi tanpan sepengetahuanku.
Tidak usah mengelak, aku tahu kamu. Kamu perduli, tapi sikapmu tidak.
Aku sudah khatam dengan sifatmu.
Jika kamu rindu aku, coba lihat langit dimalam hari. Ketahuilah, bahwa aku juga memandang langit yang sama. Aku disana.
Salamku pada keluargamu. Semoga semuanya dalam keadaan yang sesuai dengan apa yang di harapkan.
Aku pamit.
Dari seorang yang
sampai sekarang
masih kamu simpan
fotonya di delompetmu.Rara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Rembulan [ON EDITING]
Ficção AdolescenteTeruntuk, Kamu. Bagaimana? Apakah hati kamu sudah sembuh setelah kamu pikir bahwa menyakiti aku hatimu ikut membaik?