5 April

602 87 59
                                    

Embun bercampur asap rokok mengempul di udara sekitaran tempat seorang pemuda berjas berjalan dan mendongkak menatap lesuh tak semangat langit pagi hari ini. Tepat tanggal 5 April. Sekali lagi pemuda itu membuang asap rokok yang ia hisap berbarengan dengan embun pagi yang udara dinginnya lumayan menusuk.

"Sial!" bisiknya.

...
.
.
.

°°°

"Aaahhh! Kita telaaaaat, [Name] sialaaaaan!" teriak remaja putra sembari terus berusaha keras meningkatkan laju larinya.

"I-itu ulahmu sendiri ... Lovino." Gadis di belakang remaja itu menjawab dengan campuran napas lelahnya.

"Hah!? Beraninya menyalahkanku, kau sialaaan!" ucap kesal bercampur marah Lovino sambil melirikkan mata hazel-nya.

[Name] kian tak sanggup mengejar kecepatan laju lari Lovino, juga tak kuasa jika memaksakan diri untuk berlari lebih dari ini. Alhasil [Name] perlahan berhenti dan menopang diri pada kedua lututnya.

Lovino juga berangsur-angsur berhenti, dan menatap lama [Name].

"Cih. Menyusahkan," gerutu hebat Lovino sambil berlari kecil ke tempat [Name] kelelahan.

"Ayo, [Name]. Cepat! Si alis itu guru piketnya sekarang." Lovino menarik paksa lengan [Name] yang lemas tak ada daya.

"Kamu ... duluan saja. Tinggalin aku," jawab [Name] tersenyum manis.

Lovino terdiam sambil menahan semburat yang muncul di wajahnya.

"Hehe." [Name] memberikan senyumannya lagi, lalu berehat dan berfokus mengatur pernapasannya.

"Cih! Ahhh! Lemah. Sialan kau." Lovino geram langsung mengangkat tubuh ringan [Name] bagai sedang memangku seorang putri kerajaan.

"Aku akan menunjukkan pada si alis, kalau aku takkan telat dengan kecepatan lariku ini. Sialan!" Lovino menyeringai dan membayangkan gurunya tengah syok menatap dirinya.

"E-eh, Lovino. Ma-malu." [Name] menutup wajah merahnya dengan tas.

"Hehh, kok malu, sih. Kita kan saudara." Lovino menengok serta menatap heran [Name].

"Justru karena itulah! Masa saudaraan deket banget kayak gini," jerit [Name] kembali, sungguh menggemaskan.

"Geh, kau aneh." Lovino pun mulai berancang-angcang dan berlari sekuat tenaga membawa [Name] dan membuat pandangan aneh orang-orang yang dilewatinya.

"Lihat saja kau, alis!"

.
.
.
.
.

Suara cekikikan tawa tertahan maupun suara tawa yang menyemprot tanpa di tahan tengah di terima Lovino dan [Name] di depan ruang guru.

"Haha. Rasakan itu. Dikiranya bisa lolos dari kejaranku." Guru muda di sana tertawa puas melihat Lovino dan [Name] di hukum berdiri dengan seember air di atas kepala juga melingkar di leher mereka kertas karton besar bertuliskan "Pangeran Arthur yang terbaik!"

"Hahaha!" Guru bule itu melenggang pergi sambil tertawa puas.

"Sialan itu ... sialan, sial!" Beraneka ragam sumpah serapah Lovino bisikkan berharap guru itu mendapatkan kesialan.

"Ahaha." Suara tawa [Name] membuat perhatian Lovino pada guru itu teralihkan.

"Kau lagi-lagi kalah darinya, Lovino. Ahaha," tawa [Name] terlihat begitu alami.

"Jangan tertawa! Ini salahmu tadi lelet di jalan!" Lovino menutup rasa malunya dengan menyalahkan [Name].

"Eehhh, Lovino lagi-lagi kamu."

BASTARD!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang