"Rasty kamu kenal dengan Rasya?" lanjut Anita bertanya padaku.
Deg... Jantungku agak sedikit tersentak setelah Anita menyebutkan nama Rasya padaku. Dan aku selalu salah tingkah, mendadak gagap ketika namanya disebut. Aku berpura-pura memegang foto kecil Anita bersama seorang anak laki-laki untuk menyamarkan gugupku.
"Ti... Tidak, tapi aku tau yang mana Rasya" ucapku jujur
Menurutku ada perbedaan yang cukup mendasar antara tau dan kenal. Karena sekedar tau belum tentu benar-benar mengenali.
Tentu saja aku tau, bahkan sangat tau. Bagaimana tidak tau kalau setiap kali pergi ke sekolah bayangannya yang selalu aku cari dan aku tunggu penampakannya. Tapi sayangnya aku tidak mengenalnya. Batinku
"Pasti kamu tau saat pemilihan osis kemarin kan?"
"Iya, dia wakil ketua osis bukan?" tanyaku seolah ingin tau pasti, Rasya yang di maksud Anita.
"Iya kamu benar. Kamu tau... Dia yang ada di foto itu" ujar Anita sambil menunjuk bingkai foto yang aku pegang.
"Maksud kamu???" lanjutku mencari kejelasan
"Anak laki-laki yang ada di foto itu adalah Rasya. Dia itu teman kecilku" jelas Anita
Deg... Deg... Deg...
Entah bagaimana harus bersikap, bagaimana harus bergaya, atau bagaimana aku harus berekspresi setelah mengetahui Anita adalah teman kecil Rasya, langsung dari mulut Anita sendiri. Entah bagaimana selanjutnya jika Anita bercerita kalau dia adalah mantan atau bahkan masih jadi pacarnya."Oh ya, jadi kamu teman kecilnya Rasya?" ucapku mencoba untuk bersikap biasa. Dan bersikap biasa saat membicarakan Rasya dengan teman masa kecilnya termasuk list salah satu hal yang paling sulit dalam hidupku
"Iya, dulu rumah kami saling berhadapan. Kami juga sekolah disekolah yang sama waktu SD, tapi kami harus berpisah setelah keluargaku membeli rumah ini" ucap Anita, aku cukup tertarik mendengar ceritanya tentang Rasya, walaupun hati terasa lemas.
"Tidak disangka sekarang kami bersekolah di sekolah yang sama lagi. Aku merasa sangat senang. Aku juga tidak menyangka Rasya sekarang jadi wakil ketua osis. Padahal setauku dia orangnya pendiam" lanjut Anita
"Iya, aku lihat-lihat sepertinya dia orang yang pendiam" ucapku sambil berkhayal sosok Rasya saat pertama kali melihatnya.
"Walaupun pendiam kamu tau, dia itu orangnya sangat jahil. Jika sudah kelewatan jahil terkadang aku dibuat menangis olehnya"
"Benarkah?" tanyaku singkat seolah ingin tahu
"Iya, kalau sudah begitu aku mengadu saja pada ibunya, dan ibunya langsung memarahi Rasya hahaha" ujar Anita sambil menirukan tertawa jahat.
Aku tertawa kecil melihat Anita
"Haha kamu jahat sekali" ucapku
"Biar saja, dia lebih dulu membuatku menangis"
"Apa kalian tau kalau kalian sekarang sekolah di sekolah yang sama?" tanyaku penasaran
"Tentu saja Rasty, tapi semuanya sekarang sudah berbeda. Kita tidak bisa bermain seperti dulu, sekarang benar-benar berbeda" ujar Anita merendahkan volume suaranya.
Sebenarnya aku ingin bertanya pada Anita, apa yang membuatnya persahabatan mereka dulu dan sekarang berbeda. Aku melihat hal lain disorot mata Anita, seolah ada kesedihan dibalik itu semua. Dan aku tidak mau terlalu ikut campur tentang hal itu. Aku juga melihat rasa kagum dan kasih sayang disorot mata Anita saat dia antusias menceritakan pengalaman masa kecilnya dengan Rasya. Aku merasa yakin ada perasaan lain yang disimpan Anita untuk Rasya.
"Anita, apa kamu menyukai Rasya?" tanyaku yang membuat Anita sedikit tersentak dan salah tingkah.
"Apa?? hahahaha...???"
"Kok kamu malah ketawa?" tanyaku lagi
"Tidak Ras, dia sudah aku anggap seperti abangku sendiri. Karena aku tidak punya kakak laki-laki. Bahkan sebenarnya umur nya setahun lebih tua dari usia kita, walaupun dia masih duduk di kelas sepuluh" ucapnya sedikit aneh menurutku, karena Anita nampak tidak terkontrol dan bingung dengan apa yang sedang dia lakukan.
"Eh ngomong-ngomong kamu pasti belum makan siang kan? kita makan yuk Ras, aku juga sudah lapar nih!" lanjutnya mengalihkan perhatian
"Tidak usah Anita, biar aku makan di rumah saja" ucapku menolak dengan halus
"Pokoknya kamu tidak boleh pulang, sebelum nemenin aku makan. Bahkan kamu nginep disini juga boleh, temani aku ya please!" ucap Anita memohon
"Baiklah Anita, aku akan temani kamu makan siang saja. Tapi untuk menginap aku minta maaf sekali kalau aku tidak bisa, karena belum izin jika bermalam. Sorry!!!" ujarku
"Oke, nggak apa-apa, tapi kapan-kapan kamu menginap di rumahku ya"
"Insya Allah" balasku
*****
Tepat pukul 5 sore aku sudah pulang diantar mobil dan supir pribadi Anita. Aku sudah menolaknya dengan lembut, tapi lagi-lagi kebaikan Anita tidak bisa untuk aku tolak. Aku pun setuju diantar pulang dengan mobil dan supir pribadinya.
Sesampainya di rumah aku merebahkan diriku di atas ranjang memikirkan apa yang baru saja aku alami. Entah ini kebetulan atau memang sudah takdir Tuhan. Susah payah aku menjauhi sosok Rasya kala berpapasan dengannya, malah aku dipertemukan dan didekatkan dengan masa lalunya. Mengetahui karakter, sifat dan pribadinya lebih intens lewat teman masa kecilnya, Anita.
Aku terus mengingat sosok Anita yang cantik dan melihat sorot matanya saat dia menceritakan Rasya. Aku yakin dari mata itu terpancar rasa sayang yang melebih rasa sayang seorang sahabat. Aku malah tidak yakin jika Anita tidak sedikitpun menyimpan rasa suka pada Rasya. Rasa suka yang sama seperti rasa sukaku pada Dia yang dulu tidak aku ketahui namanya, Rasya...
*
Kota Beriman, Maret 20**Dear Diary,
Entah aku harus senang atau sedih. Hari ini hampir saja aku tau semua tentang friend, dari teman kecilnya. Ternyata memang banyak yang menyukai dia karena kepribadiannya, bahkan aku yang tidak mengenalnya dengan baik dapat langsung menilai dia adalah laki-laki yang baik. Apalagi Anita yang berteman baik dengan friend sejak kecil. Sudahlah Rasty, jangan terlalu berharap banyak tentang friend. Kamu sangat kalah jauh dibandingkan dengan Anita yang cantik, pintar, dan kaya. Perasaanmu ini hanya sementara, hanya Cinta monyet yang lambat laun akan hilang ditelan zaman. Cukup kamu simpan perasaan kamu dalam-dalam.
Rasty
******
Jadi menurut kamu tindakan si Rasty ini benar atau tidak? Karena dia tidak percaya diri akhirnya dia mengubur perasaan nya dalam-dalam dan merasa itu tidak penting buat dia sekarang ini.
Oh iya si Rasty ini mulai sering nulis diary waktu dia suka sama Rasya. Tapi hampir nggak ada satupun nama "Rasya" ditulis di diarynya. Biasanya dia nulis "friend" untuk mengganti nama Rasya, cuma ada satu diary yang ada nama Rasya-nya. Karena dia takut temen-temen dia yang kepo, curi-curi moment buat baca diarynya waktu dia lagi lengah. Hahaha sebegitunya si Rasty nggak mau orang lain tau siapa yang lagi dia suka.
YOU ARE READING
Dear Friend, Good Bye
Teen FictionIni kisah tentang Cinta terpendam. Kisah tentang harapan dan penantian panjang. Kisah tentang manusia yang tidak mampu untuk mengungkapkan. Ini kisah tentangku, Rasty.