September Sunshine

3.6K 231 5
                                    

[Naruto disclimer Masashi Kishimoto]
[Mainstream, Romance, Au]
[Ooc, typo, dll]
[T]

Hokage road, jalan sepanjang dua ratus meter menuju Konoha Park, dikedua sisinya, pohon ginkgo tumbuh berderet membentuk terowongan keemasan.

Sore ini, Hinata dan Sakura Haruno menikmati momijigari, lebih tepatnya gadis musim semi itu menyeret sang putri Hyuga bersamanya untuk melihat sesi pemotretan Uchiha Sasuke memeragakan koleksi busana musim gugur rancangan desainer ternama, Orochimaru. Untuk menarik pasar dari kalangan remaja, Orochi D-Sire sengaja memajang model-modelnya di tengah festival, berbaur dengan pengunjung Konoha Park sebagai strategi pemasaran.

Musim gugur melukis merah, kuning dan jingga pada dedaunan momiji. November hampir berakhir, sinar mentari menyepuh emas pepohonan ginkgo. Di ujung terowongan barisan rapat pokok kayu daunnya meranggas, pertama kali Hinata melihatnya.

Tangannya menengadah menyambut guguran kuning kipas-kipas kecil. Tak sadar, mata opalnya menatap lama, terpaku pada figurnya yang menawan. Pemuda itu berwajah riang, iris biru di matanya secerah angkasa, angin membuat rambut kuningnya berkibar berantakan.

"Hinata, jadi bagai mana pendapat mu tentang Sasuke?"

"Cantik." Hinata tak sadar berujar, kini matanya memuja sang pemuda.

"Dia memang sedikit cantik, sebenarnya aku iri," kata Sakura salah paham.

"Rambutnya," katanya dengan atensi penuh pada helaian sewarna daun ginkgo itu, menggoda jemarinya untuk mengelus.

Hinata mengalihkan pandangan dari lelaki itu. Terkejut saat dia melambaikan tangan padanya. Rasa gugup dan malu memunculkan semburat merah di pipinya. Kenyataannya model pria itu melambaikan tangannya ke arah kamera, dimana gadis berponi itu berdiri dibelakang Yamato Si Fotografer.

"Sakura-chan, apa kau mengenal mereka?" Hinata menunjuk ke arah dua orang yang sedang berpose santai di bangku taman.

"Ha? Tentu saja, mereka dari sekolah kita."

Hinata merasa hangat di tengah udara yang perlahan menurunkan suhu menyambut musim dingin. Dia tak sabar menanti untuk melihat model itu memakai seragam. Dalam hatinya dia bertanya, kemana dirinya selama berada di sekolah, mengapa ia tak pernah melihat si pirang tampan itu.

"Kau selalu mengurung diri di ruang klub," kata Sakura menohok.

...

Tak butuh waktu lama, usai sekolah keesokan harinya dia muncul begitu saja di pintu ruang klub membaca.

"Aku tau sudah terlambat, tapi aku ingin bergabung," katanya santai duduk di kursi kosong tepat dihadapan Hinata, yang sebenarnya adalah milik Toneri.

Sang ketua klub membeku bisu, tak terpikir satupun kalimat untuk dia ucapkan padanya. Tangannya gemetar menyodorkan formulir pendaftaran.

Hinata baru bisa bernapas setelah dia keluar, eksistensinya bagai melenyapkan pasokan udara. Nama Uzumaki Naruto tertulis bagai cakaran ayam. Akhirnya malam ini gadis itu bisa tidur dengan nyenyak, atau mungkin tidak. Dia akan terus menyebut nama itu hingga pagi.

Hinata biasanya aktif dan enerjik mungkin sedikit galak, namun sejak Naruto bargabung, dia jadi lebih pendiam, memilih bangku yang berjauhan dengannya, berusaha tidak melakukan kontak mata.

"Apa klub ini tidak mempunyai anggota lain?"

"Sebenarnya ada beberapa, tapi mereka jarang---"

"Bagus. Jangan beritahu siapapun tentang keberadaanku."

Mereka hanya saling menyapa dengan sopan kemudian kembali menyibukkan diri masing-masing. Atau hanya terlihat seperti itu, sebenarnya Hinata hanya meletakkan buku di depan wajahnya untuk mencuri pandang, mengamati wajah tidur Naruto.

Bukan tanpa alasan Naruto memilih klub membaca, dia berasumsi bahwa orang yang suka membaca pasti tidak banyak ribut. Dia hanya belum bertemu Ino dan Sakura disaat bersamaan, bisa segera dipastikan dia akan berubah pikiran.

Yang Naruto sebut sebagai--bergabung dengan klub, hanyalah alasan belaka, yang dia incar sebenarnya adalah ruangan sunyi untuk kabur dari kelas, tidur dengan aman dan nyaman. Juga ada alasan yang belum bisa dia mengerti. Pemuda itu biasanya enggan berdekatan dengan para gadis, dalam pemahamannya mahluk bermana perempuan biasanya selalu berteriak dan bising. Selalu bergerombol dan pemaksa.

Setiap jam istrahat Hinata akan ke ruang klub untuk meletakkan bento di meja Naruto. Gadis itu berpikir, pekerjaan sebagai model pastilah sangat menyita waktu hingga dia selalu mengantuk dan melupakan makan siang.

...

Hinata merasa lelah, sepanjang siang hingga sore dia membersihkan ruang klub. Mengatur ulang semua buku yang berserakan.

Dia terbangun kaget dan langsung berdiri saat mendengar pintu geser terbuka. "Uzumaki-san belum pulang?" katanya gugup, hendak keluar ruangan.

Brakk

Namun tindakannya yang tiba-tiba membanting pintu, membuat gadis itu terlonjak, Naruto sengaja berdiri menyegel jalan keluar.

"Apa yang dikatakan Sasuke Uchiha padamu?"

Naruto tak sengaja melihat sahabat sekaligus rivalnya, Sasuke Uchiha berbincang dengan Hinata di sudut tangga menuju atap sekolah.

"Itu... Dia memintaku untuk hadir di pemotretannya dengan Saku---"

Brakk

Dia meninju pintu kayu hingga retak. Sekali lagi gadis itu terlonjak. Rasa takut muncul melihat tatapan tajam matanya, safir biru yang senantiasa cemerlang kini sedikit gelap. Hinata tau sesuatu terjadi padanya, entah apa, dia pertama kali melihat raut serius wajahnya. Kejadian seperti ini tidak pernah dia perhitungkan.

"Jangan pergi. Aku tidak suka orang lain mengganggu milikku."

Miliknya?

Merasa jengah dengan tatapannya, Hinata melirik ke arah jendela, dia pikir bisa kabur dengan sedikit memanjat. Namun Naruto bisa membaca pikirannya, dia merasakan tangan besar mencekal lengannya.

"Jangan kabur. Kau takut pada ku?" Dia memegang pundak Hinata, mata birunya menghujam, mengunci pergerakannya.

Selama ini tentu Naruto menyadari perhatian gadis itu, dia merasa nyaman ketika berada didekatnya. Dia tau, Hinata selalu memberinya makan siang, menatapnya ketika dia tertidur, dia bahkan menertawakannya ketika Hinata dilema, berusaha mengusir nyamuk dari wajahnya.

Dia meraih Hinata dalam dekapannya yang kokoh, debaran jantungnya mengindikasi rasa gugup. "Pokoknya jangan pergi menemui lelaki lain."

"Hah? Lepaskan Uzumaki-san." Hinata meronta dengan wajahnya yang merona.

"Tidak sebelum kau berjanji."

"Kau sangat harum, Uzumaki-san," Hinata membatin, namun ternyata bibirnya mengucapkannya dengan keras. Dia memejamkan mata. Aroma lemon menguar, membuat sebelah tangannya mengelus rambut kuning itu, kemudian ia mengendus leher Naruto, meminta lebih.

Pemuda itu tersentak, malu. "Aku akan mandi dulu, lain kali." Naruto mengira gadis itu sedang menyindirnya. Dia tak sadar melepas pelukannya.

"Ha ha ha ha ha" tawa Hinata tak terbendung. Dia benar-benar tak menduga, Naruto yang disukainya ternyata posesif dan juga lugu mendekati bodoh.

"Mengapa kau tertawa?" Naruto salah tingkah, tangannya mulai mengusap-usap tengkuknya.

"Kau tidak bisa memaksaku untuk menuruti keinginanmu."

"Kau!" Naruto berteriak kesal.

"Sering bertemu bukan berarti kau mengenalku, Uzumaki-san. Kita bahkan hampir tak pernah berbincang."

Hinata tersenyum geli, dia membuka pintu hendak melangkah keluar.

"Ah. Aku melupakan sesuatu. Aku menyukai mu, Baka Naruto."

The End
AoiAysel_050517

HaruKaze NaruHinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang