[Naruto disclimer Masashi Kishimoto]
[Warning Kemungkinan ooc, typo, au, dll]
[Romance]
[T]Hujan deras dan angin menyambutnya di stasiun terakhir. Masih sore, namun langit sudah gelap ditambah guyuran air hujan membuatnya menggigil. Dia menyesal dalam hati, mengapa dia tidak menyiapkan coat. Distrik Ame dikenal karena intensitas hujan yang tinggi di bulan Juli. Jaraknya memang cukup jauh, tapi dia harus memastikannya sendiri---gadis itu tidak ada disana.
Kesibukan dan kekasih, membuatnya melupakan sesuatu yang penting, sampai dia tak sengaja mendengar perbincangan Sakura dan Ino tentang keindahan Sungai Nagato.
Tentang Sakura--Naruto akhirnya menertawakan dirinya sendiri, menganggap ketertariakannya pada Sakura, sahabat masa kecilnya, adalah cinta. Ketika gadis musim semi itu datang padanya, saat terpuruk karena Sasuke menolaknya.
"Kurasa aku mencintainya, maaf." Dengan mudahnya dia mendepak Hinata, mengucapkan kata-kata keji. Gadis itu hanya tersenyum, "Aku selalu mengharapkan kebahagiaan mu."
"Semoga kau sudah pulang atau tidak jadi datang karena sudah melupakanku."
Hatinya ingin percaya kata-kata kosong itu, namun dia sangat mengenal Hinata. Bagai Ajisai, mekar dimusim hujan. Tak peduli seberapa deras air yang ditumpahkan langit, tak peduli sekeras apapun angin yang ditiupkan angkasa, bahkan setelah layu dan musim berganti. Dia masih tetap disana, erat menempel pada tangkai.
"Kumohon Kami-sama." Naruto tak tau lagi untuk apa sebenarnya dia memohon. "Biarkan aku bertemu dengannya lagi."
Sudah lebih dari delapan jam sejak waktu seharusnya mereka bertemu. Naruto berlari menembus hujan, jaketnya terasa lebih berat--menyerap air. Berlari dalam hujan sangatlah sulit, air yang menimpa wajahnya terasa bagai jarum-jarum kecil menusuk. Air yang mengalir dari rambutnya menghalagi pandangan mata.
"KUSO." Dia berteriak saat kedua tungkainya gemetar, tubuhnya meluncur berenang di jalan beraspal.
...
Ciuman mereka terakhir kali, hanya berupa bibir saling menempel, dingin dan beku, sekeras salju memadat di kaki mereka.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, ini kesepakatan kita, Hinata."
"Sayonara."
Ketika menatap punggung Naruto menjauh, seharusnya dia merasa sedih, bukan karena dia tidak mencintainya. Justru perasaannya sangat dalam, hingga dirinya hanya berharap pemuda itu bahagia meskipun tidak bersamanya.
"Jika ada sedikit rasa, aku akan selalu menunggu di tempat pertama kali kita berciuman."
Hubungan mereka memang tidak lama, sesingkat mekarnya sakura, namun kenangan indah yang ditinggalkannya tak akan lekang oleh waktu. Dia tidak akan memohon padanya untuk tinggal, dia akan tersenyum meskipun pilu.
Pagi ini di tempat yang sama tiga tahun yang lalu. Sang putri Hyuga dengan senyum manis yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya ketika dia menunggu cintanya kembali.
"Naruto-kun."
Gadis itu memandang langit yang cerah. Bunga-bunga ajisai berderet sepanjang jalur sepeda dan pejalan kaki. Biru, ungu, putih, kuning, memenuhi Sungai Nagato dengan warna-warni bak pelangi sepanjang enam kilometer, dengan background gunung hijau meneduhkan.
Seolah menjadi kebiasaan, gadis itu selalu menyusuri sungai hingga ke ujung jalan, mengulang kembali memori saat dirinya dan Naruto bergandengan tangan. Ketidakhadiran pemuda itu ditahun-tahun sebelumnya, tak menyurutkan semangatnya. Baginya Naruto sama berharganya dengan kenangan tentang dirinya.
Terakhir dia akan berdiri, menunggu. Menjelang siang awan berarak bertemu, menggelayut dibawah langit Ame. Rinai hujan pertama menyentuh air yang tenang, menciptakan lingkaran-lingkaran kecil dipermukaan.
Basah. Bumi, bunga, begitupun tubuhnya yang berdiri mematung. Hujan deras sudah berlangsung berjam-jam, tak terlihat lagi keindahan walaupun didepan mata.
"Naruto."
Air matanya mungkin lebih deras dari air mata awan. Tubuhnya tremor, bergetar tak mampu lagi menahan dingin. Namun, sebelum hari berganti dia akan tetap disana, tak mau melewatkan satu detikpun waktu. Takut, mungkin selama satu detik dia berpaling, dia tak akan bertemu Naruto selamanya.
"Naruto."
Hinata terduduk, memeluk dirinya sendiri. Nama Naruto terus terucap seolah menjadi penghangat. Dia mungkin sempat tertidur atau pingsan, sampai tak menyadari bunyi nyaring hujan beradu dengan payung yang menaunginya.
"Mengapa kau begitu keras kepala, Hime."
Hinata menolak uluran tangan pemuda itu, ia berdiri sendiri walau kakinya mati rasa, ia menggapai Naruto yang basah kuyup, sama seperti dirinya. Memeluknya lama hingga tertidur kembali.
"Kurasa, sekarang payung ini tak ada gunanya lagi."
"Maaf, butuh waktu lama bagiku untuk menyadari alasan, mengapa kita pernah ada disini."
"Aku kembali, Hinata."
The End
AoiAysel_090517
KAMU SEDANG MEMBACA
HaruKaze NaruHina
ФанфикNaruHina Ficlet. Semua cerita tentang mereka... Naruto disclimer Masashi Kishimoto