Tsuyoku te o Nigitte

1.9K 213 14
                                    

[Naruto disclimer Masashi Kishimoto]
[Warning ooc, typo, au]
[Romance]

"Apa? Selama liburan musim panas kau hanya berlatih karate dengan ayah dan kakak mu? Kau tidak bosan melihat wajah kaku Paman Hiashi setiap hari. Yah meskipun Neji sangat tampan. Sesekali pergilah berkencan. Aku tau seseorang yang tepat."

"Mengapa aku ada disini."

Hinata mulai menyesal karena menuruti saran sahabatnya, Sakura Haruno. Menunggu satu jam di bawah gerbang Danau Konoha. Yukata ungu cerah bermotif bunga sakura sudah dia kenakan dengan susah payah, dibelakang obinya tersemat uchiwa berwarna senada. Kakinya yang memakai geta mulai terasa kaku menyakitkan. Beberapa pemuda usil yang menggoda membuatnya jengah.

"Mereka terlambat," katanya tak sabar. Janji kencan yang digagas Sakura ini sebenarnya enggan dia setujui, namun karena bertepatan dengan Natsu Matsuri, jadi tidak ada salahnya dia hadiri, keindahan Hanabi Taikai pasti sayang untuk dilewatkan.

Lagi pula, ini tempat dimana banyak orang berkumpul, Hinata memupuk asa bahwa, mungkin saja dia ada diantara ratusan pengunjung ini. Seorang senpai di sekolahnya. Pemuda yang membuat hatinya bergetar, lelaki seperti matahari, hangat dan baik hati. Mengingatnya mulai merasa sedih, mengapa diantara semua gadis di sekolah hanya dirinya yang tidak pernah bertegur sapa dengan Sang Pangeran. Interaksi mereka sebatas saling mengunci pandang saat bersua di loker sepatu atau tak sengaja bertemu muka di koridor.

Dari kejauhan Hinata menyadari entitas gadis berambut merah muda itu diantara pengunjung lain. Dia melambai kearah Hinata, dan berjalan tergesa-gesa.

"Maaf aku terlambat."

Hinata menarik napas kasar. "Maaf jidat mu, kau kira sudah berapa lama aku berdiri disini." Gadis itu segera menutup mulut saat pendengarannya menangkap tawa rendah seorang pemuda. Dia menoleh, seketika wajahnya merah karena malu mendapati pria tampan berambut perak itu sudah membungkuk memperkenalkan dirinya.

"Otsutsuki Toneri desu."

"Hyuga Hinata." Gadis berponi itu menyembunyikan wajah dibalik helaian rambut indigonya. Dia menarik Sakura dan berbisik, "dia sangat tampan."

"Aku tau itu, tapi..."

"Ayo kita nikmati festivalnya," kata Toneri berjalan mendahului mereka.

"Tunggu. Kemana Si Baka itu menghilang. Kami-sama jangan lagi," lanjut Sakura kesal entah kepada siapa.

Mereka melintasi stan-stan pedagang yang berderet disepanjang jalan yang diterangi lampion menuju danau. Toneri berlari antusias menuju pedagang topeng. Tanpa Hinata sadari, Sakura sudah berada di stan makanan, melahap permen kapas kemudian berpindah memesan okonomiyaki. Mereka mengabaikannya, meninggalkannya sendiri di depan stan permainan kingyo sukui.

"Hah mereka sibuk sendiri."

Setelah puas berbelanja, Sakura dan Toneri menghilang lagi, mereka rela berdesak-desakan menuju sebuah panggung yang ternyata sedang menampilkan Uchiha Sasuke dan bandnya, Taka.

Kesal, Hinata duduk menyendok ikan mas dengan gusar, setiap kali dia melakukannya dan gagal dia akan menggerutu. "Kencan apa, dia malah kabur menonton pertunjukan. Bukan berarti aku menantikannya."

Berkali-kali jaring kertas itu sobek tanpa ada seekor ikanpun yang berhasil dia pindahkan ke dalam mangkok berisi air. Dia kian geram saat orang disampingnya sudah mendapatkan banyak ikan, gadis itu memandang penuh minat pada ikan berwarna orange dengan bintik hitam, karena mengigatkanya pada seseorang. "Huff."

"Bukan seperti itu," suara bariton serak sensual itu berseru disampingnya.

Demi Dewa, gadis polos itu hampir saja terjungkal kebelakang dan membuat dirinya terlihat konyol. "Uzumaki senpai." Hinata tercekat, tangannya mencengkram bagian dada yukatanya, darahnya berdesir. Wajah putihnya sekarang lebih merah dari tomat, kepalanya pusing akibat jantung yang bekerja tidak wajar. Hinata berdiri kaku, siap melarikan diri.

"Akan kumainkan untuk mu, ikan mana yang kau inginkan."

Karena terkejut, dia baru memperhatikan penampilan seniornya itu, yang malah berakibat lebih buruk, darah menetas deras dari hidungnya. Pemuda itu mengenakan yukata berwarna hitam, sebagian dada bidangnya terekspos menyita atensi, kulit tannya berkilat tertimpa cahaya remang. Pantas saja Hinata tidak mengenalinya, rambut kuning mencoloknya tertutup ikat kepala, yang membuat Naruto terlihat lebih tampan.

...

Naruto menyerahkan bungkusan berisi seekor ikan pada Hinata. Gadis itu membungkuk. "Terimakasih senpai."

"Tidak usah sungkan."

Hampir satu bulan Hinata tak melihat Naruto, dia selalu bertanya-tanya apa yang dilakukan pemuda itu dihari libur. Kini mereka jalan bersisian menyusuri jalan yang lebih sepi. Hinata harus menegadah untuk melihat wajah Naruto, hanya perasaannya atau memang pemuda itu sekarang lebih tinggi dan tegap.

"Kembang api akan segera dimulai, bagai mana kalau kita mencari tempat yang bagus."

Nampaknya bukan hanya mereka yang berpikiran sama, pengunjung lainpun mulai bergerak ke arah danau. Jalan yang tadinya lengang kini ramai. Sentuhan tak sengaja pada punggung tangan mereka meninggalkan rasa panas yang menjalar, bagai dua pikiran yang terkoneksi, bergerak mengikuti intuisi, telunjuk mereka saling mengait, kemudian jari-jari tangan saling menggenggam erat. Tak ada yang berani memandang wajah satu sama lain. Tak butuh banyak ungkapan verbal, ketika hati yang telah lama menyatu lewat pandangan mata, sekarang saling bertemu mengkonfirmasi rasa.

"Daisuki da." Kata yang diucapkan Naruto hampir bersamaan dengan dentuman beruntun kembang api yang melesat ke langit malam. Bagai kuas dan kanvas, terlukis pijar-pijar bunga, menabur manik cahaya warna-warni berlatar gelap. Di atas permukaan air danau yang tenang tercermin panorama serupa di angkasa.

"Aku juga menyukai mu senpai." Pemuda itu menunduk berbisik di telinga Hinata. "Panggil aku Naruto." Dua wajah dalam jarak yang dekat bagai magnet berlainan kutub, pesona yang saling tarik menarik.

Hampir satu jam selama pertunjukan kembang api berlangsung, tautan tangan sejoli kasmaran ini tak pernah terlepas. Sesekali keduanya hanya akan saling tersenyum dan memalingkan wajah. Pengunjung mulai berpencar menuju berbagai arah. Naruto menuntun Hinata ke tempat mereka akan bertemu Toneri dan Sakura, namun-

"Kita sudah melewati tempat ini, Naruto-kun." Hinata tidak akan terbiasa dengan nama yang menjadi penyebab semburat merah di pipinya.

"Begitukah?" Maaf aku ingin terlihat keren dimata mu, tidak hanya disini, di sekolahpun selalu seperti itu."

"Dan sebenarnya aku buta arah." Naruto mengangkat lengan baju untuk menyembunyikan wajahnya yang merona. "Aku selalu tersesat saat menghadiri festival."

"Kawaii," batin Hinata, dia tak mempercayai keberuntungannya melihat sisi lain pemuda itu.

"Akhirnya aku menemukan kalian." Sakura terengah-engah. "Si Toneri itu, dia langsung kabur, meninggalkanku begitu bertemu Shion."

"Oh sudah akrab rupanya. Hinata kenalkan, Uzumaki Naruto. Dia memohon padaku untuk mengajak mu kesini."

The End
AoiAysel_050517

HaruKaze NaruHinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang