Ada ekspresi tidak suka di mata Reyhan saat aku baru saja menyelesaikan kalimatku. Aku tahu hal ini akan terjadi. Tapi aku tidak mengerti apa yang ada di pikiran Reyhan. Andai saja aku punya kemampuan untuk membaca pikirannya, aku rasa semuanya akan jauh lebih mudah.
"Pemotretan kamu selanjutnya memintamu untuk foto bersama model laki-laki?" Sebelah alis Reyhan terangkat. Tampak jelas dia masih mencoba menahan diri untuk tidak meledakkan bom yang dipegangnya.
"Iya. Kalau aku dapat jatah pemotretan bertema wedding dress. Kalau nggak ya nggak ada bagian itu," sahutku pelan.
"Memangnya sebelum kamu tandatangani kontrak dengan L-fashion, managermu itu nggak kasih tahu kalau ada pemotretan bersama laki-laki?"
"Nggak ada, Rey tapi seenggaknya aku udah tanda tangan kontrak dan aku harus ngelakuin kerjaan aku apapun itu. Cuma aku yakin mbak Nita juga nggak tahu kalau L-Fashion lagi mengembangkan sayap. Lagi pula belum tentu jadi. Soalnya kata mas Roby masih belum pasti." Aku terdiam sejenak dan mengangkat wajahku dari steak yang sudah tidak tampak lezat di mataku. Lalu melirik Reyhan. "Aku harap kamu mengerti Rey, aku hanya melakukan pekerjaanku."
Terdengar jelas suara hembusan nafas Reyhan. "Aku akan bertemu dengan Roby. Jadi kita bicarakan nanti saja."
"Rey..." panggilku pelan. Namun, tak ada jawaban dari laki-laki itu. Yang artinya pembicaraan diantara kami saat ini telah selesai. Dan jika aku masih cinta damai, sebaiknya aku menutup bibirku rapat-rapat.
Tinggal satu atap selama enam bulan dengan Reyhan membuatku mengetahui sifat-sifat laki-laki itu yang selama ini tidak aku ketahui. Terutama sikap posesifnya. Setahuku dulu dia tidak begitu posesif. Termasuk saat Reyhan berpacaran dengan Imel saat kami masih berseragam putih abu-abu. Masih ingat dalam ingatanku, Imel meminta bantuanku untuk membuat Reyhan cemburu. Bisa kalian bayangkan se-cuek apa makhluk bernama Efrata Reyhan Pratama ini?
Aku yang berteman dekat dengan Imel, terpaksa meminta bantuan Yoga, anak XXII IPA 2 untuk menjalankan rencana yang berjudul 'Misi membuat Reyhan cemburu'. Rencananya sepulang sekolah ketika Reyhan hendak masuk ke dalam kelas yang sepi untuk mencari Imel, di sana dia akan melihat adegan di mana Yoga memeluk Imel. Dan ketika kami menjalankan rencana kami, Reyhan yang berdiri tegak hanya berdeham dan dengan santainya berkata, "Sorry gue ganggu. Gue kira nggak ada orang." After that, Reyhan melangkah pergi dari situ.
Sesudahnya, Imel langsung mengejar Reyhan dan meminta maaf kalau semua itu hanya salah paham. Tapi perkataan Reyhan selanjutnya berhasil membuat Imel melongo dan ingin lompat dari atas tebing yang curam.
"Nggak apa-apa, Mel. Cuma kenapa lo nggak jujur sama gue kalau lo suka sama Yoga?"
Alhasil Imel menangis semalaman ditelepon ketika dia menceritakan semuanya kepadaku.
Aku menarik nafas panjang. Jika sebelum Reyhan ke Australia se-cuek itu. Jadi, kenapa Reyhan yang cuek alias nggak peka jadi se-posesif ini?
***
Untunglah semalam Reyhan tidak membahas masalah mengenai pemotretanku. Setidaknya aku bisa bernafas lega saat ini. Dengan langkah anggun, aku melangkah masuk ke ruangan di mana mbak Nita sudah menungguku.
"Hai Nor. Sorry ya kemarin gue sakit jadi nggak bisa nemenin lo pemotretan," cerocosnya saat aku baru saja mendaratkam bokongku di atas sofa.
"Nggak apa-apa lagi, mbak. Kemarin bukan pemotretan yang sulit kok. Sekarang udah baikan?"
"One hundred percent recover. Tadi pagi L-fashion kabarin aku kalau dalam waktu dua minggu lagi, kamu ada pemotretan di Bali ya untuk wedding dress L-Fashion. Dan rekanmu kali ini adalah Gio," jelas perempuan berkacamata yang usianya hanya terpaut tiga tahun dariku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Things (COMPLETE)
ЧиклитAku yang mencintainya dengan tulus harus merasakan yang namanya sakit hati. Aku yang mencintainya harus merasakan bagaimana rasanya diperlakukan dingin olehnya. Apakah salah jika di dalam hubungan yang kita jalani tumbuh rasa cinta? Apakah salah j...