Tetangga baru itu selalu mengusikku. Entah, sepertinya ia tidak memiliki aktivitas lain selain menggangguku.
Aku yang sebal dengan kehadirannya hanya berusaha menghindar. Namun, sialnya ia selalu memiliki akses masuk baik dirumahku maupun disekolah.
Sebal rasanya. Terlebih aku adalah orang yang introvert. Aku tidak suka jika orang baru mulai mencampuri hidupku tanpa alasan.
Kring kring
Ah, itu bunyi bel sepeda pixie nya yang khas. Dan aku yakin sebentar lagi, dirinya akan memanggil namaku dari bawah jendela.
"AYRA! MAIN YUKK!"
Nah, kan.
"AYRA GAADA DIRUMAH GAK MAIN GAK PUNYA SENDAL!!" Teriakku dari arah kamar dengan kesal. Bagaimana tidak? Hari minggu ku yang nyaman yang kurencanakan hanya untuk bermalas malasan harus diganggu oleh satu setan kecil yang tinggal disebelah rumah.
"SI BUBU GUE CULIK" Ujarnya lagi.
Mataku seketika melotot. "MATI LO KALO NYENTUH BUBU BARANG SEDIKITPUN!"
Dan dengan terpaksa aku turun, mengikuti kemauannya untuk menemaninya memutari komplek setiap minggu pagi.
Dia hanya tertawa, sedangkan aku kesal setengah mati.
Selalu seperti itu, sampai akhirnya aku mulai nyaman akan kehadirannya.
Bagaimana ia dengan mudahnya membuatku tertawa terpingkal pingkal hanya karena hal yang sederhana. Bagaimana dengan santainya ia mengacak rambutku sebagai bentuk kasih sayang, atau perihnya cubitan di pipi khas seorang Sean.
Hari hariku dipenuhi olehnya. Setiap pagi, kami selalu memutari komplek sebelum berangkat sekolah. Dengan aku di boncengannya, dan ia yang mengayuh sepeda. Rutinitas minggu siang untuk membeli eskrim dengan porsi jumbo dan bermovie marathon sampai matahari kembali ke peraduannya. Yang tanpa sadar, dirinya telah menjadi bagian dari hidupku selama dua tahun belakangan ini.
Sampai suatu hari, ia sungguh berbeda, dan ia bilang.. ia ingin membicarakan suatu hal yang sangat penting.
Betapa kagetnya diriku saat ia bilang, kalau dirinya mencintaiku.
Dan ia sudah menyimpan perasaannya dari awal kami bertemu.
Awalnya pipi ku bersemu, dan secara sadar aku mengangguk mengiyakan. Bahwa sebenarnya juga aku memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Selama dua tahun ini, aku tidak pernah merasa spesial dan berarti. Dan kalau dipikir pikir, hari hariku mulai berwarna saat Sean muncul di kehidupan ku.
Ia tersenyum senang, dan mencium pipi ku lama. Aku awalnya terkaget, hanya bisa diam dengan pipi yang bersemu merah. Sean melihatnya hanya tertawa dan menjawil hidungku, seperti biasanya.
Kehidupan kami setelah itu, berjalan dengan sangat lancar. Tidak ada kebiasaannya yang berubah. Dan rasanya, rasa yang ada di dalam hati ini tumbuh lebih besar setiap harinya.
Bagaimana perlakuannya yang tanpa ia sadari sangat manis dimataku. aku hanya memberikannya kode kalau aku ingin bunga. Dan yang aku harapkan hanya satu tangkai mawar merah segar yang kau berikan tepat saat hari jadi kita yang satu tahun.
namun, ekspektasi tidak sesuai dengan realita. Kau bahkan mewujudkan ekspektasi ku berkali kali lipat lebih indah. Kamu, berdiri dihadapan ku, membawa satu bouquet bunga berbagai jenis warna warni yang indah. Aku kaget. Namun kamu hanya terkekeh dan menyodorkan bouquet itu sambil berkata, "Kamu dari kemaren pengen bunga kan? Nih. Aku gatau kamu mau bunga apa.. jadi, aku beli semua bunga aja. Semoga kamu suka" Ujarmu sambil mengusap tengkuk karena canggung.
Mataku berair, dan refleks, aku melompat kedalam pelukan hangatmu. Pelukan yang selalu bisa menghangatkan ku disaat aku kedinginan. Pelukan yang selalu bisa menenangkan ku disaat aku sedih.
Aroma khas tubuhmu adalah hal yang selalu kusuka sedari dulu.
Semua berjalan baik baik saja setelah itu. Sampai suatu hari, kau mengajakku ke suatu tempat.
Dengan menggunakan sepeda pixie mu, kita menyusuri hutan kecil yang ada dibelakang kompleks perumahan.Kamu membawaku ke danau kecil, dimana disana banyak sekali ikan yang berenang kesana kemari. Aku tertawa. Tentu saja. Karena kamu tahu pasti bahwa aku menyukai ikan.
Suara khas burung yang berkicau menemani siang kita yang indah tanpa interupsi apapun.
Kau yang tertawa lepas, seakan tidak memiliki beban apapun. Dan aku, aku tertawa seakan aku tidak akan tertawa lagi.
Waktu bergerak sangat cepat, dan matahari sudah berada di barat, siap kembali pada peraduannya.
Hari itu hari yang menyenangkan. Setidaknya sebelum petir mulai terdengar menyambar dilangit.
"Ayo, pulang. Udah mendung" Ajakku pada Sean yang masih duduk di rumput ditepi danau.
"Tunggu. Ada hal yang mau aku bicarain" Sean menahan tangan ku, dan terpaksa aku duduk kembali disebelahnya.
Sean terdiam. Ia menatap manik mataku dalam. pegangan tangannya mengerat. Kulihat beberapa kali ia menghela nafasnya gusar. Tuhan, kenapa perasaan ku menjadi tidak enak?
"Sean?" Panggilku, membuatnya tersadar.Ia lalu membuka mulutnya, mengatakan sesuatu yang membuat duniaku runtuh dalam hitungan detik. Membuat kebahagiaan yang baru kurasakan beberapa waktu lalu sirna. Digantikan oleh rasa sakit tak berujung karena perkataannya menggores hati ini terlalu dalam.
Mulutku membuka, mataku membesar dan berkaca kaca. Menatap nya dengan pandangan kecewa.
"Kemana?" Tanya ku getir. Ia hanya menggeleng dan memalingkan wajahnya kearah lain.
"Jawab!" Tanpa sadar aku berteriak. Membuat air mata yang tadi berada di pelupuk mata sukses meluncur bebas membasahi pipi gembilku cepat.
Sean terlihat merasa bersalah. Ia berusaha mengusap air mataku namun kutepis tangannya. Dadaku naik turun, jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.
Hujan mulai turun dengan bebas. Membasahi kami berdua yang tidak terhalang oleh apapun. Namun aku tidak peduli. Tidak. Aku tidak siap.
Dengan sekali tarikan Sean menarikku ke pelukannya. Pelukan yang pasti akan sangat kurindukan setiap harinya. Sungguh, kenapa semua harus berakhir seperti ini?
Apakah ini akhir dari semuanya?
"Maaf" Satu kalimat itu sukses meluncur dari mulut nya. Aku menangis terisak dipelukannya. Berusahan mengalahkan suara hujan yang perlahan semakin deras setiap detiknya.
Haruskah berakhir disini?
Sean melepaskan pelukannya, mengecup bibirku sekali dan pergi membawa sepeda fixie biru langit kesayangannya meninggalkan ku sendiri di tengah hujan deras sore itu.
Ia pergi membawa sepotong hati, tanpa berniat untuk kembali. Meninggalkan ku disini, dengan setengah hati yang telah kau bawa pergi.
Rasa cintaku larut bersamaan dengan hujan deras yang memuntahkan isinya secara cuma cuma.
Kemanakah aku akan menangis, kalau kamu pergi?
Bagaimana dengan ritual yang selalu kita lakukan setiap minggu?
Siapakah nanti yang akan menjawil dan mengacak acak rambut ku lagi?
Siapa?
Secepat itu kah kau meninggalkan semua yang telah terjadi Sean?
Aku menangis, memeluk diriku sendiri ditengah hujan yang deras sore itu. Melihat bayangan tubuh Sean yang sudah menghilang dibalik hujan.
Dan semenjak hari itu, Sean sudah tidak tampak lagi.
Karena ia meninggalkan dunia tepat setelah ia meninggalkan hutan dimana kenangannya akan diriku dan dirinya berada.
Ia menghilang, dibalik hujan sore itu dengan segenap kenangan yang sudah di tinggalkan. Berbaur satu bersama tetesan air hujan yang turun terus menerus. Sesuatu yang selalu dianggap anugrah oleh semua orang.Kau jangan khawatir. Walaupun air mata ini larut bersama hujan yang turun sore itu, namun kenangan akan dirimu akan selaku ada dihatiku, sampai kapanpun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Yang Menghilang Dibalik Hujan
Storie brevi¤One Shoot¤ Hati ku menghilang, ikut larut bersama rinai hujan yang jatuh hari itu. Disaat kamu pergi membawa sepotong hati, tanpa berniat untuk kembali lagi.