Girl In Black

15 0 0
                                    


Seorang gadis baru saja pindah ke sebelah rumahku.
Ada sesuatu yang kurasa tak biasa darinya, dia selalu mengenakan pakaian yang berwarna hitam dan tak hanya itu, dia juga tak pernah keluar dari rumahnya saat siang hari, sekalipun dia keluar, dia pasti selalu mengenakan pakaian tertutup yang kelihatannya berfungsi untuk melindunginya dari sinar matahari.
Setidaknya itulah yang selalu kuamati dari dirinya melalui jendela kamarku yang tertutup rapat ini, dan entah mengapa aku benar-benar merasa tertarik dengannya.

Malam itu aku bercerita perihal si gadis tetangga pada kakakku Icha.
"Apa kau tak merasa aneh dengan gadis itu?" tanyaku padanya setelah bercerita panjang lebar.
"Yah, memang aneh, tapi kurasa sebaiknya kau tak perlu berpikir macam-macam soal gadis itu, kau hanya akan malu bila ternyata kata-katamu itu salah," jawabnya dengan nada tak peduli.
"Mengapa? Dia benar-benar membuatku penasaran." Aku kembali bertanya dengan heran.
"Kau terlalu banyak menonton film horor, tapi ya sudah, terserah kau saja." Icha hanya mengangkat bahu lalu pergi.

Hari-haripun berlalu dan gadis itu semakin membuatku penasaran.
Pada suatu hari ada sebuah kejadian mengerikan di dekat rumahku, 5 orang warga ditemukan tewas tepat di pekarangan belakang rumah gadis itu, dan di leher kelima mayat tersebut terdapat luka seperti bekas gigitan.
Polisi sempat menahan si gadis dan ayahnya keesokan harinya, tapi akhirnya mereka dibebaskan karena mereka terbukti tak ada di rumah saat kelima mayat itu ditemukan.

Aku yang sudah lama memendam rasa penasaran pada gadis itupun akhirnya memutuskan untuk menemuinya di taman nanti malam.
Aku tahu dia selalu pergi ke taman itu setiap malam, walaupun aku tak tahu apa yang dia lakukan di sana.

Jarum pendek di jam tanganku sudah menunjukkan pukul sembilan malam, dan dia belum juga datang ke taman ini.
Aku selalu melihatnya pergi ke taman ini pukul delapan malam, tapi mengapa ujung hidungnya pun belum tampak sampai sekarang? Apa dia memutuskan mengganti kebiasaannya dan tidak datang ke taman ini lagi?
Setelah berkali-kali mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru taman tua ini, akhirnya aku melihatnya. Penerangan di taman ini tak begitu bagus, tapi aku bisa melihatnya dengan jelas, pakaian hitam yang sama dan pandangannya yang kosong.
Gadis itu duduk di bawah pohon besar dan termenung memandang langit. Aku memberanikan diri melangkah ke arahnya, dan saat aku duduk di sampingnya, dia sama sekali tidak bereaksi.

"Ada banyak kursi di taman ini, mengapa malah memilih duduk di tanah?" ujarku membuka percakapan.
"Aku hanya menikmati hal yang tidak akan bisa kunikmati lagi," balasnya.
"Jawabanmu terdengar putus asa sekali. Omong-omong, aku Regina, dan kau?"
"Karena aku akan segera mati." Dia melirikku sekilas dan tersenyum sinis. "Namaku Ara."
"Baiklah, Ara, kau lebih seperti makhluk abadi penghisap darah ketimbang manusia lemah yang akan segera menjemput ajal."
"Kau percaya hal seperti itu? Konyol sekali." Raut wajah Ara terlihat lebih santai dan tidak lagi kosong saat mengatakannya.
"Tentu saja aku percaya saat buktinya ada di depan mataku."

Ara mendengus keras-keras. "Bagian mana dari diriku yang kelihatan seperti itu, eh?"
"Kau tidak keluar saat siang hari, sekali pun ya, kau selalu memakai pakaian tertutup. Kau selalu keluar saat malam hari dan kembali saat dini hari. Dan lima orang ditemukkan tewas di pekarangan rumahmu dengan luka gigitan di leher mereka."
"Konyol. Aku penderita kanker kulit, dan kulitku tidak boleh terkena sinar matahari. Dan alasan terakhir itu, aku dan ayahku bahkan tidak di rumah saat itu." Beberapa detik kemudian, dia kelihatan terkejut dan memandangku tajam-tajam, "Kau tahu dengan detail tentangku, kau seorang stalker?"
"Mungkin saja jawabanmu hanya alibi agar identitasmu tidak ketahuan, 'kan? Dan, aku bukan stalker, aku hanya tertarik padamu. Itu saja."
"Terserah kau saja kalau tidak mau percaya, bukan urusanku."
"Akuilah kalau kau seorang vampir, aku tidak akan mengatakannya pada orang lain."
"Tidak akan, karena aku bukan makhluk seperti itu, dasar keras kepala."
"Baiklah. Coba tunjukkan gigimu untuk membuktikan kalau kau memang manusia."
"Tidak akan...! Dasar tak tahu sopan santun," Ara berkata dengan ketus lalu bangkit dan pergi meninggalkanku.

GIRL IN BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang