"Lia?", suaminya memanggil. "Lia? Airnya sudah mendidih". Bima memeluk istrinya dari belakang sambil meraih kenop kompor.
Bima baru saja bangun dari tidur nyenyaknya dan beranjak menuju beranda. Bima sudah memanggil nama Natalia sejak tadi. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Namun, tak ada jawab yang terdengar dari wanita itu. Bima tahu ada yang tidak beres. Ia pun berjalan menuju dapur dan mendapati istrinya sedang termenung menatap kosong taman belakang rumah.
Natalia yang menyadari pelukan Bima. Natalia mengelak dan beranjak memutar kenop kompor agar mati, meninggalkan Bima yang mengerut kening bingung dengan sikap istrinya. Natalia tak pernah menolak pelukan Bima. Natalia tak juga menatapnya sejak ia terbangun.
"Hei, ada apa?", Lia tetap tak berbalik dan hanya mengaduk secangkir kopi. Bima menarik tangan Natalia dan mengunci dengan kedua lengannya.
Lia masih saja membuang muka. Bima menarik dagu dan Natalia akhirnya menatap kedua manik mata coklat Bima. Mata Natalia berkaca - kaca dan rautnya sedih. Natalia mengelak dan beranjak pergi menuju ruang tamu. Ia duduk di pinggiran sofa coklat di ruangan itu. Sofa bersejarah. Sofa yang menjadi bisu segala cerita.
Bima pun berjalan menuju Natalia dan sekali lagi menanyakan keadaannya. "Kamu kenapa, Lia?"
Masih tak ada kata yang keluar dari bibir Natalia. Bima duduk di sebelah Lia dan merengkuh tubuh kecilnya dari belakang. Tubuh itu pun bergetar kecil.
"A-aku...", Natalia tercekat. "Aku ingin kembali ke rumah".
Bima melepaskan pelukannya dan mengerutkan dahi bingung.
"Ini rumah kita, Lia", Bima menarik bahu Lia agar tubuh kecil itu berhadapan dengannya.
Lia menutup mata dan menggelengkan kepalanya. "Bukan".
"Maksud kamu apa, Lia?"
"Aku ingin kembali ke rumah", Ulang Natalia. "Bukan rumah ini. Aku ingin kembali ke tempat Bapak dan Bunda".
"Kamu jangan bercanda, sayang. Ini masih pagi", Bima tertawa kecil.
Natalia tetap diam, "Aku serius!". Ia beranjak dan masuk ke dalam kamar tidur. Natalia pun mengeluarkan koper dari walk-in-closet. Ia menarik koper menuju halaman. Melewati Bima yang terduduk memperhatikan dirinya berjalan keluar.
Bima yang menyadari Natalia semakin menjauh pun mengejarnya. Ia menarik tangan Natalia. "Lia, ada apa? Ayo kita bicararakan baik - baik. Apa masalahnya, sayang? Aku tidak mengerti".
Natalia terdiam. Ia berbalik dan memandang wajah suaminya. Tangannya yang sedari tadi tak lepas digenggam oleh Bima pun ditarik. Natalia mengelus setiap incinya wajah Bima; mulai alis, mata, hidung, hingga bibirnya.
"Mungkin Bapak benar, Bima", Natalia menarik tangannya turun. "Menikahimu adalah kesalahan terbesarku."
Bima pun tersentak.
"Selamat tinggal, Bima". Natalia menarik kembali kopernya masuk ke dalam mobil sedan putih yang terparkir di garasi. Mobil itu keluar dari garasi dan melaju menjauh dari pandangan. Meninggalkan Bima yang diam dan menatap mobil itu dari pekarangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD YOU CLOSER
RomanceJanganlah kamu mengenggam pasir terlalu erat, ia akan habis dan tak bersisa. Berilah ruang dan jarak agar tiap butirnya mengisi ruang. Biarlah ia bernapas selagi juga merindu setiap sentuhan inci kulit yang mengenggamnya.