Matahari mulai mengintip tubuhku yang sedang terlelap diatas padang besi yang dingin hingga membuatku merasa keram bagai menembus tulang belakangku.
Hari yang baru telah dimulai. Aku harus menjaga adikku. Melindunginya dari para makhluk yang tak menyayangi nyawa mereka sendiri. Yang benar saja, teganya dia melenyapkan adikku. Padahal ini adalah satu harapan untukku dan kita semua.
Seketika mulai terdengar suara gemuruh hentakan kaki, yang awalnya tak jelas mulai memanah ke gendang telingaku. Aku mulai menyiapkan senapan untuk melawan mereka. Ada rasa tak tega untuk membunuh mereka. Namun, ini harus dilakukan.
Mulai terlihat segerombol manusia berbaju zirah yang terbuat dari tegnologi dan keserakahan. Mataku mulai menjaga kedipan. "Ini Demi Adikku."
Aku menelan ludah sembari mereka mulai sangat dekat denganku. Mereka sekarang hanya sepetak di depanku.
"Hei Anak muda. Biarkan kami memiliki adikmu itu! Minggirlah," kata seorang perwira diantara para gerombolan itu.
"Tak akan," tanggapku sendu. Mereka mulai mendekat namun aku tak bisa membunuh mereka. Senapanku terjatuh akibat getaran yang diciptakan tanganku oleh perintah hati yang gundah ini. Aku mencoba melindugi adikku. Membiarkanku diinjak hingga rusukku patah. Tamparan yang membuat telingaku mengalirkan darah segar. Hingga diriku bagaikan boneka darah. Aku tak akan menyerah. Namun aku mendekati sebuah titik semu. Aku tak bisa apa-apa. Semua badanku memar hingga seluruh bagian ragaku ngilu merasakan rasa sakit. Aku tak berdaya, tak bisa menggerakkan tubuhku lagi. Bahkan mataku sudah bengkak bagaikan bola dosa yang mereka buat. Aku hanya bisa pasrah melihat mereka mengambil adikku.
Mereka mulai menebangnya. Ya, adikku. Sebuah pohon terakhir yang ada dimuka bumi. Mataku mulai merasa perih merasakan air mata yang mengalir di kedua mataku.
Yang kutakutkan telah terjadi. Tanpa waktu lama, mereka yang tak lain adalah para gerombolan makhluk keji mulai berguguran bagaikan daun terakhir yang kulihat. Mereka jatuh satu-persatu dan tewas. Sudah kubilangkan. Kalian tak pernah mengerti apa yang kutakutkan selama ini. Aku bukan takut kehilangan adikku.
Tapi aku takut hidup seorang diri di dunia ini....
Selama ini aku hanya berharap....
Berharap bisa hidup abadi bersama kalian.
Manusia....
.
.
.
End.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayang Manusia Pohon
Short StoryKetika kami mencoba menenggelamkan sebuah gambar ke dalam imajinasi, sebelum melemparnya pada aksara berbeda makna. . . Thanks covernya! @inkzar