Bel sekolah berbunyi tiga kali tanda berakhirnya pelajaran pada hari ini. Kiara memasukkan seluruh bukunya kedalam tas, lalu bergegas meinggalkan kelasnya. Seperti biasa, Kiara berjalan seorang diri membelah koridor yang ramai oleh siswa. Ada yang hanya sedang mengobrol, atau bercanda sambil tertawa terbahak -bahak. Namun, yang dilakukan Kiara hanyalah berjalan dengan wajah datar membelah puluhan siswa yang bersiap untuk pulang.
Kakinya melangkah cepat, Kiara hanya ingin segera sampai di pintu gerbang dan menaiki mobil jemputannya. Siang ini sangat terik, membuat peluh di dahi Kiara semakin membanyak. Reina sudah melihat pintu gerbang dan segera ia berlari kecil.
Belum ada mobil jenputannya. Kiara mendengus kesal. Ia usap keringatnya dengan punggung tangan. Sambil menunggu jemputan, Kiara memvuka buku biologinya di bawah pohon rindang. Masih banyak oksigen disana. Tangannya kini memegang perutnya yang berbunyi. Nampaknya ia lapar, berhubung Kiara tidak membawa bekal hari ini.
Ia menatap tukang batagor didepannya dengan berharap tukang batagor itu tidak kunjung pergi. Setelah merogoh sku dan mendapatkan selembar dua puluh ribuan, ia berjalan mendekati gerobk batagor.
Saat jaraknya dengan gerobak batagor tinggal beberapa meter lagi, tukang batagor itu melajukan motornya. Membuat gerobak di atas motornya menjauh dari pandangan Kiara. Kiara berteriak khas anak cheers, namun sialnya hal itu tak membuahkan hasil.
"Bang, batagor!" Serunya sambil berusaha mengejar. Alih alih berhenti, tukang batagor itu malah semakin melajukan motornya.
"Sial!" gerutunya sambil mengepalkan tangan.
Suara deru motor merapat ke arahnya. Kiara berfikir, motor itu hanya akan melewatinya saja. Namun ternyata motor itu berhenti tepat disampingnya. Sontak saja, Kiara menoleh ke arah motor itu. Silihatnya cowok dengan helm full face menaiki sebuah motor ninja sedang menatapnya. Kiara menatap acuh cowok itu. Ia mendengus kesal, lalu membalikkan badannya meninggalkan cowok itu.
"Mau batagor?!" Teriak cowok itu.
"Hah?" Kiara bertanya sambil menaikkan salah satu alisnya.
"Mau beli batagor?" Ucap cowok itu sepertiLz mendikte.
Kiara menatapnya dalam diam. Ia tidak mengenal cowok itu. Mana mungkin ia percaya kepada cowok yang sebelumnya belun pernah ia kenal. Pistanthrophobia muali menguasai dirinya.
Kiara hanya mengangguk pasrah.
Cowok tadi langsung menghidupkan mesin motornya lalu melesat menyusul batagor yang sudah pergi. Punggungnya hilang ditelan keramaian. Kiara hanya melongo melihat cowok itu mengejar tukang batagor. Ia perlahan melangkah menuju ke gerbang sekolah dan mulai membuka buku biologinya. Terlihat punggungnya bersandar di gerbang berwarna hitam itu. Beberapa anak cheers menyapanya dan ia balas dengan segaris senyum.
"Belum dijemput?" Tanya Geyra-mantan ketua cheers yang menyerahkan jabatannya kepada Kiara.
"Telat kayaknya," jawab Kiara sambil membenarkan posisi anak rambutnya yang mulai berkeliaran akibat angin.
Geyra tersenyum simpul lalu pamit duluan. Mobil putih sudah siap untuk dinaiki Geyra. Ia sempat melambaikan tangannya kepada Kiara dan sibalas dengan lambaian pula. Mobil putih itu sudah melaju dengan kecepatan tinggi. Membuat rok Kiara sedikit berterbangan.
Kiara melanjutkan membaca buku biologi yang baru sampai halaman 320. Suara motor berhenti tepat didepan Kiara, membuat dirinya mendongakkan kepalanya. Ia sedikit terkejut melihat cowok tadi berada di depannya dengan satu plastik batagor.
"Ini batagornya," ucap cowok itu tanpa turun dari motornya. Kiara menerima plastik berisi batagor itu dengan rasa khawatir. Ia lalu menyerahkan uang dua puluh ribunya kepada cowok itu.
Cowok itu tertawa keras, membuat Kiara menundukkan kepalanya. Sudah ia duga kalau cowok didepannya itu hanya ingin membuat dirinya malu.
Tanpa berkata sedikitpun, Kiara menyerahkan plastik berisi batagor itu kembali ke cowok di depannya. Mobil jemputannya sudah datang. Ia melesat pergi mangabaikan ekspresi bingung cowok itu.
Setelah Kiara duduk di mobilnya cowok itu tiba-tiba memasukkan bungkusan batagor tadi melalui celah jendela yang sebentar lagi akan tertutup.
Kiara terkejut setengah mati. Hampir saja mobilnya akan melaju dengan cepat. Segera Kiara menyuruh sopir pribadinya untuk memberhentikan mobilnya.
Kiara menurunkan kaca mobil sambil memandangi manik mata cowok itu.
"Hampir aja mobil gue jalan," gerutu Kiara setelah wajah cowok itu sudah nampak nyata.
Cowok itu hanya mengulur senyum. Kiara jadi teringat bahwa dirinya belum berterimakasih atas perjuangan cowok itu. Mengejar batoagor.
"Makasih, deh, kalo gitu," ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Cowok tadi hanya mengangguk. Cowok itu lalu mengacak rambutnya yang memang sudah acak acakan sedari tadi. Bajunya dileluarkan, jelas dia bukan siswa baik baik.
"Vano," ucap cowok itu memperkenalkan dirinya tanpa Kiara suruh.
Kiara mengangguk, oke, namanya Vano. Ia bisa tahu sebelum dirinya bertanya. Cukup hebat, kan?
"Kenalin balik, kek," ujar Vano sambil menaruh tangannya di kaca mobil Kiara sambil menelusuri isi mobil Kiara. Tentu hanya ada kotak tisu di depan sana.
Kiara terkekeh kecil. Ia mulai merasa pistanthrophobia sedikit mengurang. Vano cukup mengasyikkan.
"Oke, gue Kiara,"
"Gitu, dong," jawab Vano sambil berdiri tegak memandang Kiara yang nampaknya tercengang.
"Silakan pulang putri Kiara," tambahnya lagi mempersilakan Kiara untuk pulang. Persis seperti para pangeran yang memepersilakan tuan putrinya untuk sekadar berjalan.
Dan Kiara melaju dengan lengkungan senyum dibibirnya.
Sampai ketika ia berada di kamarnya, bersama buku biologi, dan bayangan cowok pejuang batagor.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
impossible to believed
Romancesaat semburat jingga menawan di ujung barat sang rembulan siap bercengkrama bersama gelapnya awan. disaat seseorang menatap indahnya bintang teringat sesuatu yang tidak pernah ia percaya. ia tidak percaya hal itu. it's imposible Hidup Kiara dibuat b...