Pistanthrophobia

59 1 0
                                    

Matanya kini menatap wallpaper yang tertempel di dinding kamarnya. Doraemon. Kamar berukuran 4×5, yang didominasi oleh warna biru. Diatas tempat tidurnya tertata rapi belasan boneka doraemon. Dari yang ukuran seperti orang dewasa sampai yang sekecil tikus.
Rumahnya di design sendiri oleh ayahnya yang seorang arsitek. Perpaduan antara klasik dan eropa membuat rumahnya nyaman untuk dihuni. Hal ini juga yang membuat gadis dengan rambut hitam panjang yang sering di kepang di kanan kirinya dan di ikat di bagian belakang urung untuk keluar dari rumah senyaman itu.
Terdapat kolam renang di belakang rumah dengan cat berwarna biru langit.
Pistanthrophobia.
Fobia inilah yang dialami oleh Reina. Membuat dirinya sulit untuk percaya kepada orang lain selain kedua orang tuanya. Dan membuatnya menjadi gadis yang tertutup, pendiam, dan tidak banyak bicara. Walaupun demikian Reina tetap aktif dalam kegiatan di International High School menjadi seorang ketua cheers yang terkenal seatro sekolah. Parasnya yang cantik menambah keanggunan dalam menari.
Memang sulit dipercaya, gadis seperti Reina bisa menjadi ketua cheers di International Haigh School. Namun, memang begitulah adanya. Geyra Lorent Bintara, atau akrab disapa Lorent, tiba tiba menunjuknya sebagai ketua cheers. Reina tidak percaya dengan keputusan Lorent.
Awalnya gadis dengan mata coklat terang itu menolak, dengan alasan dirinya tak berbakat dalam hal menari dan tidak mempunyai cukup mental untuk tampil di depan banyak orang. Tentu saja alasan ini bohong. Jika dia mengatakan tidak mempunyai cukup mental, buktinya ia pernah mengikuti kontes menari high class di San Fransisco Amerika Serikat. Menjadi ketua cheers memang ia hindari karena ia berfikir dirinya adalah seorang pistanthrophobia, yang mungkin akan sulit untuk bersosialisasi layaknya penderita Agoraphobia.
Semua iu terjadi karena ia merasa nyaman mengurung diri di rumah. Novel, buku biologi, laptop, dan ponsel adalah kawan setianya.
"Jangan sembunyiin bakat lo, gue tau lo pinter nari. Jadi yang terbaik, gak harus jadi juara," itulah kata kata yang terlontar dari bibir Lorent, yang membuat Reina mengangguk seketika itu. Dia menjadi ketua cheers.
Tidak sedikit cibiran yang melayang untuk diri Reina. Dirinya yang cantik, namun tertuptup. Dirinya yang cerdas, namun pendiam. Dirinya yang sebagai ketua cheers, namun tidak.mempunyai sahabat dan bahkan, mungkin seorang teman.
Walaupun banyak cibiran yang melayang, Reina tetap Reina, mampu membalas tatapan iri, heran, atau tatapan benci dengan senyum ramah.
Terkadang, sisi lain dari seorang Reina-murah senyum dan ramah- membuat banyak cowok di International High School menaruh hati padanya. Namun, perasaan banyak cowok tersebut kandas seiring berjalannya waktu. Jangankan merespon perasaan, Reina merasa peka pun tidak.
Dan itulah yang membuat para cowok berjuang. Siapa tahan menunggu Reina peka maka dialah yang menang. Namun, sepertinya Reina tidak pernah peka dan bahkan memang sengaja tidak mau peka.
Namun, jika ada seorang lelaki yang mau menunggu Reina sampai ia peka dan akhirnya jatuh cinta, akankah Reina menerimanya? Atau justru mengabaikannya?
Dan siapakah orang itu?
                                  ***

impossible to believedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang