Waktu terus berjalan, sekarang menunjukkan pukul 05:20. Semua lampu dipadamkan dan hanya diterangi oleh api kompor yang digunakan untuk merebus air.
"Oh, iya... kutanyakan saja padanya. Kenapa ditelepon kau bilang kau sendirian…?" Kata Asai berbicara dalam hati.
"Ya, benar... jika kutanyakan padanya... Mungkin jawabannya... Hanyalah sebuah alasan yang remeh. Aku saja yang terus mengira-ngira ide gila dan membuat diriku sendiri gelisah. Tampaknya begitu. Itu adalah penjelasan yang paling mungkin diterima. Tapi! tapi... jika ketakutan terbesarku memang benar... Dia menyesalinya... dia menyesal telah mengadu membunuh Sayuri... Jika penyesalan itu menuju pada pemecahan selanjutnya... 'kalau saja dia tidak ada disini' , 'tidak akan ada masalah... kalau saja dia tidak ada disini!' Jika itulah yang berkelebat di dalam kepalanya. Maka, pernyataan 'hanya aku sendiri' itu... Bisa menutupi sebuah pembunuhan! Dia bisa bilang kalau dia datang ke lereng itu sendirian. 'Dia tersesat aku tak tahu ke mana dia pergi'... itu bisa menutupinya. Dan masih akan terasa masuk akal." Kata Asai yang masih berbicara di dalam hati. Ia sangat gelisah, ia terus mengawasi Ishikura.
"Pasukan penyelamat akan datang dan menemukan hanya 1 orang... Singkatnya... Pembunuhan!! Tidak... aku hanya mengkhayalkan hal itu! Aku bertingkah aneh... Jadi paranoid!!" Kata Asai masih berbicara dalam hati.
Dalam banyak kasus, waktu seperti zat kimia. Tapi terkadang, kepekatan peristiwa tertentu terlalu besar, sehingga pikiran terjebak di masa lalu. Ketika sedang di masa lalu, pikiran tidak menyadari berlalunya waktu. Ketika hal itu terjadi, waktu yang berlalu pada masa kini berubah menjadi racun.
Emosi berfermentasi, membusuk, remuk, dan bermutasi. Racun mengalir ke dalam pembuluh darah dan pikiran. Pengakuan itu, telah menghentikan waktu kedua lelaki ini.
Asai terus memperhatikan Ishikura secara diam-diam. Tiba-tiba terdengar suara 'Jleb... Jleb...' Asai melihat kaki Ishikura yang sakit, lalu ia terkejut, Ishikura sedang menusuk-nusuk kakinya yang sakit dengan pisau.
"Tidak... tidak bisa balik..." Kata Ishikura yang semakin kuat menusuk kakinya. Asai yang melihatnya terkejut sampai mundur.
"Aku tak bisa menanyakannya... Jika aku bertanya 'apa yang kau maksud dengan 'hanya aku sendiri'?'. Mungkin saja aku malah memberinya ide yang sama sekali belum dia pikirkan. Itu sama saja dengan membangunkan ular tidur. Bisa saja itu mengubah pikirannya. Aku tak ingin memberinya ide buruk lagi" Kata Asai dalam hati sambil mengambil batang kayu berukuran 30 cm yang digunakan untuk dijadikan kayu bakar.
"Oh, iya!!" Gumam Asai.
"Ishikura... " Kata Asai.
Ishikura menoleh dengan wajah yang sangat menyeramkan.
"Boleh aku pinjam ponselmu? Kau bawa kan...? Kata Asai tersenyum. Sambil menyembunyikan tangannya yang memegang batang kayu tersebut.
"Ya, benar. Aku bisa menelepon pangkalan dan menginformasikannya dengan mereka. Tak perlu bertanya pada Ishikura. Kenapa Aku tak memikirkan ini lebih cepat?" Kata Asai dalam hati.
"Iya..." Jawab Ishikura dengan wajah masamnya, lalu ia mengeluarkan ponselnya dan saat Asai melihatnya.
"Aku sudah bermaksud memakainya untuk menelepon. Tapi, seperti yang kau lihat... Tampaknya rusak di jalan..." Kata Ishikura dengan wajah masam.
Asai terkejut, ia langsung berkeringat dingin.
"Sayang sekali... Hari ini bukan hari keberuntunganku..." Kata Ishikura sambil melihat ponselnya yang babak belur.
"Rusak? bisakah aku memercayainya...? tampaknya terlalu cocok. Ya... itu terlalu kebetulan. Apa dia melakukan itu dengan sengaja? Untuk mengisolasiku dari dunia luar…!?" Kata Asai berbicara dalam hati. Ia meletakkan kembali kayu yang dipengangnya, Lalu ia berdiri dan berjalan ke dapur. Lalu membuka semua laci yang ada di dapur dengan terburu-buru.
"Tak ada!! Kenapa tidak ada satupun disini...? Kenapa!?" Kata Asai dalam hati.
"Kenapa Asai...?" Kata Ishikura yang tiba-tiba muncul dibelakang Asai, Asai langsung terkejut sampai berkeringan dingin.
"Anu... Aku mau bikin sesuatu... Tapi, sama sekali nggak ada... Pisau..." Kata Asai sambil gemeteran.
"Ooh..." Kata Ishikura sambil tersenyum.
"Sekarang ini, banyak pendaki gunung yang begitu. Datang kerumah persinggahan lalu pergi membawa perlengkapannya." Lanjut Ishikura sambil berjalan mendekati Asai dengan tongkat selancarnya.
Asai melirik ke tangan Ishikura. Ia terkejut saat melihat Ishikura menggenggam pisau kecil.
"Ishi...-" Kata Asai gemeteran.
Ishikura mengoper pisau yang dipegannya kepada Asai, lalu Asai menangkapnya, ia memegang pisau itu sambil gemeteran.
"Pakai itu..." Kata Ishikura sambil meninggalkan dapur dengan memakai tongkat selancar untuk menggantikan kakinya yang sakit.
Dengan pisau itu, Asai memulai memotong sayuran.
"Aku berpikir terlalu bukan-bukan... ya, itu hanya imajinasiku" Kata Asai sambil mengusap keringat yang mengalir di wajahnya.
Dan setelah beberapa menit, Sup yang dibuat Asai telah siap. Mereka sedang menyantapnya di depan kompor sebagai penghangat.
"Kalau dipikir-pikir... itu mustahil." Kata Asai dalam hati.
"Kembalikan!" Kata Ishikura dengan wajah masamnya sambil menyantap sup yang dimasak Asai.
"Yang tadi..." Lanjut Ishikura.
Asai langsung gemeteran lalu ia mengambil pisau itu yang ada di sampingnya. Asai langsung berkeringat dingin.
"Jika untuk melindungi rahasia... Apa dia akan membunuh?... Ishi... Ishikura... Apa kau akan melakukannya-!?" Kata Asai dalam hati, lalu ia mengoper pisau itu kepada Ishikura. Ishikura membiarkan pisau itu tergeletak di sampingnya.
"Beritahu aku... apakah aku keliru...? atau aku benar!? Dan jika aku benar..." Kata Asai dalam hati sambil melihat seisi rumah yang sunyi, lalu ia melihat jam dinding telah menunjukkan pukul 07:20 pm.
"Apakah artinya... kau dan aku akan saling bunuh!?"
__________
mohon votenya ya...🙏
sama commentnya juga...
next chapter bakal lebih seru lagi loh👍
see you next chapter guys.. bye🙋

KAMU SEDANG MEMBACA
CONFESSION
Mystery / ThrillerAsai dan Ishikura terjebak di tengah badai salju di gunung Owari, Ishikura yang terluka cukup parah dan yakin dirinya akan mati, mengakui pembunuhan yang pernah dilakukannya di masa lalu.