Heart of Gold

884 63 5
                                    

Hari berikutnya di TK Bangtan.
"Tunggu Kookie?", tanya Jungkook sambil menyodorkan jari kelingking kanannya padaku.
"Iya", anggukku sambil mengaitkan jari kelingking kananku di jarinya.
Kejadian ini seperti deja vu saja. Setelah beryaksok, Jungkook berlari menuju Taehyung dan Jimin -anak berambut hitam kemarin- Jungkook mulai akrab dengan mereka berdua.
"Bolos lagi kah, Namjoonie?", tanya Baekhyun-Saem.
"Sepertinya saya harus bolos sekali lagi", jawabku tersenyum kecut.
"Jangan membolos. Jungkook akan baik-baik saja. Lihat, dia tampak senang bermain bersama teman-temannya", bujuk Baekhyun-Saem sambil menunjuk ke arah Jungkook yang sedang bermain bola bersama kedua temannya itu.
Aku berpikir sejenak, sepertinya tidak apa-apa meninggalkan Jungkook sebentar. Dan akhirnya aku memutuskan untuk ke sekolah dan menitipkan Jungkook pada Baekhyun-Saem. Selesai pulang sekolah, aku langsung mengayuh sepeda menuju TK Bangtan untuk menjemput Jungkook. Kata Baekhyun-Saem, Jungkook sedang tidur bersama Taehyung dan Jimin. Melihat Jungkook sedang tertidur, aku memutuskan untuk menunggu di luar hingga Jungkook terbangun. Sambil menunggu, aku berbincang-bincang dengan Baekhyun-Saem. Baekhyun-Saem menceritakan kejadian setelah aku diam-diam meninggalkan Jungkook tadi pagi.
Flashback
"Hyungie tidak ada...", lirih Jungkook, tak lama kemudian diapun menangis.
"Hiks... Hiks... Hyungie tidak ada...", rapal Jungkook terjongkok sambil terisak-isak.
"Kookie, mengapa menangis?", tanya Taehyung panik.
"Hueeee... Hueeee...", Jiminpun ikut menangis.
"Chiminie, mengapa kau juga menangis?", tanya Taehyung semakin panik, karena kedua temannya menangis tiba-tiba.
"Kookie nangis, Chiminie jadi cedih", jawab Jimin menyeka air matanya.
"Kookie~", panggil Taehyung sambil menepuk pelan pundak Jungkook.
Jungkook menatap Taehyung dengan mata sembab penuh air mata.
"Hyungie tidak ada... Hyungie hiks...hiks...tidak ada... Hiks...hiks...", isak Jungkook cegukan.
"Kookie ja-ngan na-ngis, Chiminie ja-di na-ngis", bujuk Taehyung menggunakan bahasa isyarat seadanya.
Sambil cegukan, Jungkook menatap Jimin yang masih menangis.
"Chiminie jangan nangis... Hiks...hiks...", kata Jungkook.
"Kookie jangan nangis juga", lirih Jimin menghapus air mata dengan punggung tangannya.
Taehyung menyeka air mata di pipi Jungkook.
"Kookie na-ngis, Chiminie ju-ga nan-gis, Taetae ju-ga na-ngis, namjoon hyung ju-ga na-ngis, ce-mua ju-ga na-ngis", hibur Taehyung.
"Kookie tidak mau nangis", lirih Jungkook berhenti menangis, tetapi cegukannya masih ada.
"Kookie ce-nang, Chiminie ju-ga ce-nang, Taetae ju-ga ce-nang, namjoon hyung ju-ga ce-nang, ce-mua ju-ga ce-nang", kata Taehyung sambil tersenyum, diikuti Jimin yang juga tersenyum pada Jungkook.
"Kookie cenang!", kata Jungkook tersenyum lebar.
End Flashback
Aku tersenyum mendengar penjelasan Baekhyun-Saem. Jungkook beruntung punya teman seperti Taehyung dan Jimin.
"Sepertinya aku tidak perlu cemas lagi meninggalkan Jungkook sendirian", kataku lega.
"Jungkook itu anak yang hebat", kata Baekhyun-Saem.
"Namjoon hyung", panggil seseorang.Aku dan Baekhyun-Saem menoleh ke sumber suara.
"Tae dan Jimin sudah bangun rupanya", kata Baekhyun-Saem menghampiri mereka.
"Sepertinya Jungkook belum bangun", kataku ketika tidak melihat Jungkook bersama mereka.
"1, 2, 3!", aba-aba Jimin.
"Seraaaang!", teriak Taehyung dan Jimin bersamaan.Mereka berlari sambil meninju dan memukulku, mereka mengeroyokku?
"Tae, Jimin jangan kasar begitu", larang Baekhyun-Saem.
"Hahaha.. Gwencana", kataku tertawa karena dikeroyok oleh bocah-bocah yang menggemaskan ini.
"Namjoon hyung jahat! Cudah membuat Kookie menangis!", marah Jimin.
"Gomen, gomen", kataku sambil memeluk mereka berdua.
"Kalau Namjoon hyung membuat Kookie menangis lagi. Taetae tidak akan segan-segan untuk meyebut Kookie dayi Namjoon hyung", ancam Taehyung dengan logat cadelnya.
"Hahaha... Gomawo!", tawaku.
"Gaaaah~ mayah teytawa", cibir Taehyung.
"Tolong jaga Jungkook ya selama aku tidak ada", kataku sambil terseyum pada mereka berdua.
Mereka berdua mengangguk kuat.
"Namanya Kookie bukan Jungkook, Namjoon hyung", ralat Taehyung.
Lho? Tidak cadel kah?
"Benar. Kookie, bukan Jungkook!", sambung Jimin.
Aku hanya tertawa pelan. Dasar bocah.
Sesampainya di rumah.Jungkook hanya diam saja sambil memasang mimik kesal. Dia pasti marah karena kutinggal tadi pagi.
"Kookie mayah Hyungie!", ketusnya sambil membanting tubuhnya di sofa.
"Hyung sa-yang Kookie", kataku sambil tersenyum padanya.
Jungkook malah mencibir dan berpaling ke arah lain. Aku tahu dia tidak benar-benar marah padaku. Aku berjalan ke dapur untuk memanaskan soup tomat kesukaan Jungkook yang dibuat oleh Appa tadi pagi. 5 menit kemudian. Kami makan siang bersama. Jungkook masih diam. Dan aku memilih untuk diam juga.
"Kookie tidak mayah Hyungie", kata Jungkook memulai percakapan.
"Hyung sa-yang Kookie", balasku.
"Kookie cayang Hyungie", balasnya lagi.
"Kau sangat menggemaskan!", kataku sambil mengacak-ngacak rambut hitamnya itu.
"?"
Malam ini Appa lembur. Jadi di rumah hanya ada aku dan Jungkook saja.
"Saatnya tidur, Jungkook", kataku.
Jungkook sedang asyik bermain game di ipad kesayangannya.
"Jungkook", panggilku sambil menarik paksa ipad dari genggamannya.
"Kookie main", rengeknya sambil menggapai-gapai ipad di tanganku.
"Wak-tu-nya ti-dur", kataku sambil menunjuk jam dinding.
Jungkook menoleh ke arah jam dinding.
"Kookie tidur?", tanyanya.Aku mengangguk.
"Si-kat gi-gi, ti-dur", kataku sambil membimbingnya ke kamarnya.
Dengan patuhnya Jungkook menurutiku.
"Kau memang adik yang penurut, Jungkook", kataku sambil tersenyum.
Sementara Jungkook sedang sikat gigi di kamar mandi, aku iseng-iseng melihat isi ipadnya. Di sana ada foto-foto piknik bersama murid-murid kelas Himawari -kelas Jungkook-. Jungkook tampak senang bisa bermain dan berkumpul bersama teman-temannya. Selain foto piknik, ada juga foto diriku, keluarga kami, tetangga, kucing, bunga, dan lainnya. Aku juga melihat foto wanita itu yang lumayan banyak di sana. Aku menjadi kesal setelah melihat wajahnya yang sedang tertawa, setelah mengingat apa yang telah dia lakukan terhadap Jungkook. Dengan segera aku menghapus semua foto yang berbau wanita itu. Aku tidak suka Jungkook mengingat wajah wanita itu lagi.
"Clear!", seruku ketika puas memberantas habis hal-hal yang berbau wanita itu dari ipad Jungkook.
"Jungkook mengapa lama sekali sikat giginya ya?", gumanku.Aku berjalan menuju kamar mandi.
"Mengapa lama sekali, Jungkook?", tanyaku setelah membuka pintu kamar mandi.Aku melihat Jungkook sedang terjongkok di dekat wastafel sambil memegang perutnya.
"Kookie muntah~ peyut~", lirihnya.
"Kau masuk angin, Kookie", kataku sambil menggendongnya dari depan.
Aku membaringkan Jungkook di atas ranjang. Kemudian aku mengambil minyak kayuh putihdari kamarku. Aku mengoles perut Jungkook dengan minyak tersebut.
"gwen-ca-na?", tanyaku sambil menunjuk perut Jungkook yang agak gembung.
Jungkook hanya menggeleng pelan.
"Peyut~", lirihnya lagi.
Aku bahkan tidak tahu apa yang Jungkook rasakan saat ini.
"Sa-kit-nya, se-per-ti. a-pa?", tanyaku sambil menggerakkan mulutku perlahan-lahan.
"Se-per-ti, di-tu-suk, ja-rum?", tanyaku lagi.
"Pabbo! Jungkook belum pernah merasakan ditusuk jarum", umpatku.
Aku berpikir sejenak.
"Hari ini Jungkook makan apa saja? Mmmm~ soup tofu dengan kentang goreng tanpa saus. Sepertinya tidak ada masalah dengan menunya. Makannya teratur? Tentu saja! Jadibukan sakit ma'ag. Berarti masuk angin, karena perut Jungkook sedikit gembung. Iya! Itu pasti masuk angin!""Hyung, am-bil, o-bat, du-lu, ya", kataku sambil menarik selimut menutupi tubuh Jungkook hingga ke lehernya.
"?"
"Taraaaah! Obatnya datang, Jungkook!", kataku sambil mengguncang-guncang botol obat.
Jungkook hanya terduduk di atas ranjang sambil memainkan ipadnya.
"Tidak ada~", katanya pelan.
"Apanya yang tidak ada?", tanyaku.
"Tidak ada~ tidak ada~ poto", rapalnya sambil menggeser-geser layar ipad dengan telunjuk kanannya.
"Jungkook?", panggilku sambil menepuk pelan pundaknya.
"eomma, tidak ada~ Eomma tidak ada poto~ Eomm- hiks...hiks...", Jungkook mulai menangis.
"Jangan menangis, Jungkook!", kataku sambil memeluknya.
"Eomma tidak ada~ Eomma... Poto...hiks...hiks...hiks.. tidak ada... Hiks...hiks...", Jungkook terus terisak sambil merapalkan kalimat yang sama.
"Hentikan, Jungkook!", bentakku sambil menjauhkannya dari pelukanku.
"Eomma.. Eomma poto.. Kookie lihat... Tidak ada... Eomma poto... Hiks...hiks...", tangisnya semakin membesar.
"Hentikan, Jungkook! Jangan terus merapalkan nama itu lagi!", teriakku sambil menutup mulut Jungkook dengan tangan kananku.
Jungkook menggeliat berusaha menjauhkan tanganku dari mulutnya.
"Hentikan, Jungkook!", teriakku frustasi sambil membanting tubuh Jungkook di ranjang.
"Mppmp~""Jangan sebut itu lagi", kataku sambil menariktanganku dari mulut Jungkook.
"Hyungie~ Eomma.. Hiks.. Eomma.. poto... ti..."
"Aku bilang diam, Jungkook!", teriakku sambil melayangkan tangan kananku bermaksud untuk menamparnya.
Astaga! Apa yang aku lakukan!Aku hampir saja memukul Jungkook!
"Aaaaa!", teriak Jungkook sambil menjambak-jambak rambutnya.
"Mianhae, Jungkook!", kataku sambil mencengkram kuat kedua tangannya.
"Aaaaaaaa! Aaaaaaaa!", Jungkook terus berteriak dan meronta-ronta, sambil menendang-nendang tubuhku, agar aku menjauh darinya.
Belum pernah aku melihat Jungkook berteriak histeris seperti itu. Sebenarnya apa yang aku lakukan? Apa yang terjadi dengan Jungkook? Apa yang harus aku lakukan untuk menenangkan Jungkook?
"Mianhae, mianhae, Jungkook~",kataku pelan sambil berbaring memeluknya kuat-kuat.Aku tidak peduli Jungkook terus memukul-mukul punggungku supaya aku melepaskannya.
"Aku bukan kakak yang baik. Aku bahkan hampir saja memukulmu. Aku sama seperti wanita itu. Mianhae~"
"Kookie takut. Hyungie mayah. hyung... Uhuk..uhuk..", isak Jungkook terbatuk-batuk di bahuku.Hatiku sakit ketika Jungkook berkata seperti itu.
"Mengapa aku bisa marah pada Jungkook?", tanpa sadar air mata yang aku tahan supaya tidak jatuh, akhirnya jatuh juga.
Aku mengusap-ngusap punggung Jungkook.
"Kookie peyut, muntah. Kookie lihat Eomma. Kookie tidul. Kookie lihat Eomma.. Hiks..hiks.. Eomma, Eomma poto tidak ada. Hiks...hiks.."
"Cukup, Jungkook. Jangan bicara lagi. Nanti kaumuntah", kataku pelan.
Jungkook mencengkram piyamaku dengan kuat. Dia terus terisak-isak dalam pelukanku.
"Eomma mayah. Eomma benci Kookie. Kookie nakal. Hyungie mayah... Hyungie benci Kookie. Kookie nakal. Kookie jahat. Pukul Kookie~ pukul Kookie~"
"Tidak!", bantahku sambil melepaskan pelukanku.
Aku menarik Jungkook supaya menatapku. Aku menghapus air mata dan ingus dari wajah Jungkook dengan piyamaku.
"Kookie ti-dak na-kal. Kookie ti-dak ja-hat. Kookie he-bat. Kookie pe-nu-rut. Kookie ku-at. Kookie pin-tar. Hyung sa-yang Kookie. Kookie a-da-lah har-ta ka-run ba-gi Hyung", jelasku supaya tidak terisak di hadapan Jungkook.
"Kookie ti-dak na-kal. Kookie ti-dak ja-hat. Kookie he-bat. Kookie pe-nu-rut. Kookie ku-at. Kookie pin-tar. Hyung sa-yang Kookie. Kookie a-da-lah har-ta ka-run ba-gi Hyung", aku terus mengulang-ngulang perkataanku sampai Jungkook mengerti.
"Hyungie cayang Kookie?", tanya Jungkook.
"Hyung sa-ngat sa-ngat sa-ngat sa-yang Kookie"
"Hyungie pukul Kookie?"
"Ti-dak! Hyung, ti-dak, ma-u, pu-kul, Kookie. hyung-"
"Kookie nakal. Kookie jahat. Hyungie mayah", sela Jungkook.
Aku menggeleng.
"Hyung sa-yang Kookie", kataku sambil mencubit pipi tembemnya.
"Kookie cayang Hyungie~", lirih Jungkook.
"Mianhae~", sambung Jungkook sambil menyeka air mata di pipiku.
"Gomawo, Jungkook! Adikku tersayang", kataku bergetar menahan tangis.
Aku tidak boleh menangis lagi di hadapan Jungkook. Aku memeluknya sekali lagi. Kemudian aku mencium keningnya.
"Kookie OK, peyut", kata Jungkook dengan suara serak sambil memegang perutnya.
Aku menaikkan tubuhku.
"Ma-sih, sa-kit kah?", tanyaku sambil memegang perutnya.
"Peyut OK", jawab Jungkook.Aku tersenyum lega.
"Arraseo~"Aku berjalan menuju lemari pakaian dan mengambil piyama untuk Jungkook.
"Gan-ti, pi-ya-ma, nan-ti, Kookie, ma-suk, a-ngin", kataku sambil menyerahkan piyama bermotif kelinci pada Jungkook.
"Pi-ya-ma, Kookie, ba-sah", jelasku sambil menyentuh piyama yang dikenakan Jungkook sekarang.
Setelah mengerti maksudku, Jungkook dengan cepat melepas piyamanya dan mengganti dengan piyama yang kuambil ini.
Setelah Jungkook tertidur. Aku kembali ke kamarku. Aku berjalan menuju meja belajarku yang terletak bersebelahan dengan ranjang. Aku membuka laci sebelah kiri di barisan kedua dari atas. Di sana ada sebuah figura foto keluarga kami, lengkap dengan wanita itu.
"Benar-benar happy family", kataku tersenyum ketika melihat foto tersebut.
Ada Appa yang sedang memelukkuku darisamping, sedangkan Jungkook duduk dipangkuan wanita itu. Mereka tersenyum bahagia di saat ulang tahun Jungkook yang ke 3. Kalau dipikir-pikir aku adalah kakak yang egois. Memaksa sang adik untuk melupakan ibu kandungnya, sementara aku tidak bisa melupakan sosok ibu tersebut. Jujur, aku tidak bisa melupakanmu, Eomma. Meskipun kau telah menyakiti Jungkook sekalipun. Aku tetap menyanyangimu. Aku rindu padamu, Eomma~
Keesokan harinya. Seperti biasa, aku bangun jam 6 pagi. Setelah membenah diri, aku segera melesat ke kamar tersenyum melihat Jungkook yang sedang tertidur sambil memeluk figura kaca yang kuletakkan tadi malam di pinggir ranjangnya.
"Yes! Kakak berhasil bangun lebih pagi darimu, adikku!", seruku dengan bangga.
"Hey, adikku paling menggemaskan seKorea! Ayo bangun!", seruku sambil menepuk-nepuk pipi tembemnya.
Hangat?
"Jungkook?", panggilku sambil menyentuh keningnya.
"Astaga! Kau demam, Jungkook!", teriakku histeris.Aku segera berlari memanggil Appa.

Heart of Gold - End

Heart Of GoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang