I Wanna be a Good Brother!

653 51 5
                                    

- Namjoon PoV
-Jeon Namjoon. 11 tahun.
"Uhuk... Uhuk...",Suara batuk Jungkook menyadarkanku dari tidur, hampir saja aku terlelap.
"Jungkook", panggilku sambil menyentuh pipi gempalnya yang masih hangat dengan punggung tanganku.
Jungkook masih enggan membuka kedua matanya.
"Kookie janji tidak nakal. Eomma jangan pelgi~Kookie janji... Uhuk.. Uhuk...", lirih Jungkook terbatuk-batuk.
"Jungkook, buka matamu. Lihat, sekarang sudahjam berapa ? Kau bahkan tidak masuk sekolah hari ini", kataku sambil menoel-noel hidung peseknya.
Aku terus menoel-noel hidungnya, sesekali aku juga menoel pipi gempalnya itu. Perlahan Jungkookpun membuka kedua matanya.
"Eomma cayang Kookie?", tanya Jungkook berusaha meraih wajahku.
Kurasa Jungkook masih setengah sadar. Dengan pelan, aku meraih tangan mungil Jungkook.
"Hyung sayang Kookie", kataku.
Jungkook mengerjap-ngerjapkan matanya, berusaha memahami bahasa bibirku.
"Hyung sayang Kookie", kataku lagi.
Jungkook masih diam dan belum memberiku respon.
Jungkook hanya menatapku bingung.
"Hyungie dua", lirih Jungkook.
Aku menggeleng. Baru kali ini Jungkook salah mengartikan isyaratku.
"Bukan. Hyung sayang Kookie", kataku memberi isyarat dengan tangan.
"Ei, Hyungie catu cekayang", Jungkook menatapku dengan ekspresi kebingungan.
"Kau tidak memperhatikanku baik-baik", dengan gemas aku mencubit kedua pipi gempalnya itu.
Jungkook terus memasang ekspresi kebingungan, dia bahkan tidak tertawa sedikitpun, biasanya Jungkook akan tertawa sambil berkata,
"Hyungie, pipi Kookie tambah cebay".
Mungkin karena Jungkook sedang demam, sehingga dia tidak bersemangat untuk meresponku. Aku menghentikan cubitanku ketika mendengar suara batuk Jungkook. Aku mengambil segelas air yang terletak di meja untuk Jungkook. Kemudian aku mengangkat pelan tubuh Jungkook dan meletakkan 2 bantal di punggungnya, supaya Jungkook nyaman berbaring.
"Minumlah", aku mendekatkan mulut gelas ke bibir Jungkook.
Dengan cepat Jungkook meneguk habis air yang ada di gelas.
"Mau lagi?", tawarku.
"Ah ! Kau harus minum obat, tapi sebelum itu kau harus makan dulu", aku nyaris lupa memberi obat untuk Jungkook.
"Hyungie, Kookie tidak OK~", lirih Jungkook.
"Kookie demam", kataku.
"Hyung panaskan bubur, Kookie tunggu di sini, OK?", jelasku dengan bahasa isyarat.
Jungkook menggeleng kuat.
"Kookie mau Eomma~", pinta Jungkook sambil menarik kaosku.
Mengapa kau terus mengungkit-ungkit wanita itu, Jungkook?
"Hyung panaskan bubur untuk Kookie", aku tersenyum lembut sebelum melepaskan tarikan Jungkook dari kaosku.
"Bubur dengan sangaaaaaat enak", sambungku.
Tanpa menunggu respon Jungkook, aku segera keluar dari kamar Jungkook dan berjalan menuju dapur untuk memanaskan bubur yang telah dibuat Appa tadi pagi. Sampai kapan aku harus menghindar ketika Jungkook membahas tentang wanita itu ?
Tap Tap Tap
Terdengar langkah seseorang yang menuruni tangga dengan terburu-buru.
"Hyungie! Hyungie! Kookie teyat! Hyungie!", terdengar suara teriakan Jungkook yang memanggilku.
"Iya!", sahutku sedikit berteriak dari dapur, aku sedang membuat soup untuk Jungkook.
BRuuuuK
Suara sesuatu yang keras menghantam lantai yang terbuat dari kayu.
"Jungkook!", pikiranku mengatakan bahwa Jungkook terjatuh.
Dengan segera aku mematikan kompor dan berlari menuju ruang keluarga.
"Jungkook!", teriakku terkejut ketika melihat Jungkook sedang terbaring telungkup di lantai.
Aku menghampiri Jungkook dan menggendongnya ke sofa.
"Mana yang sakit? Katakan pada Hyung!", kataku cemas, aku tidak ingin Jungkook terluka, tapi sekarang aku lalai menjaganya hingga dia terjatuh.
"Hyungie... Kookie... teyat... Kookie... teyat... cekoyah...", lirih Jungkook sambil mencengkram tali tas yang sedang disandangnya.
Aku baru menyadari bahwa Jungkook telah berseragam rapi lengkap dengan tas sekolah yang tersandang di punggunggnya.
"Taetae, Chiminie, itana pacil, cekoyah", jelas Jungkook.
Aku menggeleng.
"Kookie demam, tidak sekolah",
"Kookie janji Taetae Chiminie, itana pacil, cekoyah, Kookie janji", jelas Jungkook lagi.
"Kookie demam, Tae, Jimin bilang main istana pasir setelah Kookie sehat, OK?", jelasku.
"Kookie demam?", tanya Jungkook keheranan.
Aku mengangguk sambil menyentuh keningnya yang masih terasa hangat.
"Itana pacil becok", lirih Jungkook kecewa, sepertinya Jungkook sangat ingin bermain istana pasir bersama temannya.
Aku memeluk Jungkook dengan erat.
"Kookie janji itana pacil... Becok Taetae, Chiminie tunggu Kookie... Cama-cama itana pacil...", kata Jungkook dengan suaranya yang serak.
"Maafkan, Hyung yang telah membohongimu", lirihku.
Tidak tahu, ini sudah yang keberapa kali aku berbohong kepada Jungkook, aku merasa telah menjadi kakak yang paling jahat.
Sore harinya.
"Hiks.. hiks...", terdengar suara isakan seseorang.
Aku yang sedang tertidur di ranjang Jungkook pun terbangun. Aku mempertajam penglihatanku, kulihat Jungkook sedang terbaring membelakangiku. Tubuhnya meringkuk seperti ulat bulu.
"Jungkook?", panggilku sambil mendekatkan diridan memeluk tubuhnya yang kecil itu.
Suhu tubuhnya masih panas. Demamnya belum turun juga?
"Eomma, jangan pelgi, Kookie tidak OK~ hiks..hiks...", lirih Jungkook terisak.
Aku membalikkan tubuh Jungkook dengan lembut. Kedua mata Jungkook masih terpejam, aku dapat melihat kedua matanya yang basah.
"Jungkook, bangun. Kalau kau tidur sambil menangis, itu bisa membuatmu masuk angin",kataku pelan sambil menyeka air matanya dengan punggung tanganku.
"Eomma~ peyuk Kookie~", Jungkook terus mengigau.
Aku membawa Jungkook dalam dekapanku, kupeluk dia dengan erat.
"Mengapa harus wanita itu? Mengapa bukan Hyung? Hyung menyayangimu lebih dari yang wanita itu berikan. Mengapa kau terus mengingat wanita itu? Apa yang harus Hyung lakukan agar kau bisa melupakannya?", lirihku,aku sedih mendengar Jungkook yang terus mengigaukan wanita itu.
"Kookie... Cayang... Eomma..", ucap Jungkook dengan napas berat.
Merasa aneh dengan cara bernafas Jungkook, akupun melonggarkan pelukanku.
"Jungkook? Apa yang terjadi denganmu? Jungkook, buka matamu!", rasa panikku muncul ketika Jungkook tidak meresponku, Jungkook bahkan tidak mau membuka kedua matanya setelah aku menepuk-nepuk pelan pipi gempalnya.
Aku meraih ponselku yang terletak di atas meja untuk menghubungi Appa. Appa sedang dalam perjalanan ke sini, sebentar lagi beliau akan tiba. Aku mondar-mandir tidak jelas, tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku menghentikan gerakanku ketika mendengar suara Jungkook.
"Eomma...", lirih Jungkook.
"Eomma?", aku menggigit bibir bawahku.
Ponsel yang berada digenggaman, kulepas dengan sengaja. Aku menjatuhkan diri di atas ranjang, kulirik sebentar wajah Jungkook yang memerah dan berkeringat. Kemudian aku tersenyum kecut menatap langit-langit.
"Eomma... Eomma, Eomma! Mengapa kau terus memanggilnya! Dia tidak ada di sini dan dia tak mungkin kembali lagi! Buka matamu, Jungkook! Ini Hyung! Apakah aku tidak berarti bagimu! Hah!", teriakku sejadi-jadinya, aku sudah tidak bisa mengontrol emosiku lagi.
Aku benar-benar lepas kendali. Air mataku bahkan tidak bisa kutahan supaya tidak keluar. Aku benar-benar frustasi. Aku kembali menatap Jungkook yang masih enggan membuka matanya.
"Kau menyakitiku, Jungkook~", lirihku sambil menyentuh pipinya kanannya.
Pipi hangatnya sangat kontras dengan tanganku yang dingin.
"Hyungie...",Jungkook menggerakkan tangan kanannya dengan perlahan, kemudian dia menyentuh punggung tangan kiriku yang masih menempel di pipinya.
Entah apa yang membuatku enggan menyingkirkan tanganku dari pipinya.
"Hn~ Ini Hyungie...", lirih Jungkook sambil tersenyum dalam tidurnya.
Nafasnya mulai ringan dan beraturan. Pikiranku sedikit tenang. Dan rasa bersalahkupun muncul, tidak seharusnya aku marah-marah liar seperti ini.
"Maafkan Hyung~", aku meletakkan kedua tanganku di pipinya,
"Kau membuatku hangat, Jungkook"
"Hyungie...", panggil Jungkook setelah membuka kedua matanya.
Matanya tampak sembab dan sedikit bengkak.
"Ah~ Akhirnya kau bangun juga. Kau membuatku cemas", aku tersenyum sambil memeremas pelan kedua pipinya itu.
Jungkook tersenyum tipis.
"Pipi Kookie tambah cebay~", Jungkook mencoba untuk tertawa meskipun kerongkongannya kering.
Malam harinya, setelah Appa menidurkan Jungkook. Aku hanya terdiam duduk di sofa ruang keluarga, aku bahkan tidak menyalakanTV, padahal malam ini ada acara quiz favoriteku. Pikiranku saat ini dipenuhi dengan rasa bersalah dan menyesal.
"Kau tidak ingin tidur?", tanya Appa sambil duduk di samping kananku.
"Hn", aku menggeleng pelan.
Appa menepuk pelan pundakku.
"Kau tidak perlu cemas, Jungkook baik-baik saja. Demamnya juga sudah turun", jelas Appa.
"Ini salahku, aku bukan kakak yang baik. Jungkook sakit karena aku kurang teliti menjaganya, aku kurang memperhatikan, aku membuatnya menangis. Aku lalai memegang tugas sebagai seorang kakak", lirihku tertunduk, aku tidak bisa menatap Appa, Appa pasti kecewa padaku.
"Besok kau harus masuk sekolah. Appa tidak ingin kau ketinggalan pelajaran", kata Appa datar.
"Hn", anggukku.
Aku berjalan pelan meninggalkan Appa. Hanya itukah responmu, Appa? Kau tidak ingin marah padaku?
"'Soup buatan Hyung enak. Rasanya seperti buatan Eomma, tapi ini jauh lebih enak', itu yang Jungkook kakatan", kata Appa.
Aku sedikit kecewa, mengapa rasa soupku sama seperti buatan wanita itu? Tapi rasa bahagiaku mengalahkan rasa kecewaku. Aku bahagia karena Jungkook bilang rasa soupku jauh lebih enak dari wanita itu. Meskipun aku tidak mendengarkannya secara langsung. Huf~ Aku terlalu besar kepala. Hahaha...
"'Kookie becok cembuh. Kookie kuat', itu juga yang Jungkook katakan", sambung Appa menirukan perkataan Jungkook dengan cedel.
Aku tersenyum tipis mendengar Appa yang berbicara cadel.
"Hn! Adikku memang kuat", kataku.
Keesokan harinya.
"CENDWIIIIT!", teriak seorang bocah cadel.
Belum sempat aku membuka kedua mataku -nyawaku juga belum terkumpul sepenuhnya-,ada 'sesuatu' yang besar menimpa punggungku.
"OCH!", teriakku terkejut dan juga sakit pada punggung dan pinggangku.
"Pagi!", sapa Jungkook yang masih menempel di punggungku, dialah 'sesuatu' itu.
Aku membalikkan tubuhku supaya bisa melihat Jungkook. Jungkook pun berpindah posisi menjadi menempelkan diri di dadaku. Kulihat Jungkook sudah berseragam rapi, wajahnya juga tampak lebih berseri. Senyum lebarnya dan pipinya yang gempal, melihatnya seperti ini saja merupakan kebahagianku di pagi hari.
"Pagi!", sapa Jungkook lagi.
"Pagiiiiiiii~", balasku sambil menarik gemas kedua pipi gempalnya itu.
"Ah! Hyungie! Pipi Kookie cebay!", jerit Jungkook.
Aku melepaskan cubitanku, kemudian beralih ke rambut hitamnya dan mengacak-ngacak gemas. Jungkook hanya tertawa geli. Setelah puas memainkan rambut Jungkook, Jungkook perlahan memegang kedua tanganku.
"Gomawo, Hyungie", kata Jungkook sambil meletakkan kedua tanganku dan menempelkannya ke kedua sisi pipinya, demamnya sudah hilang.
Aku mengernyitkan dahiku, memberi isyarat bahwa aku tidak mengerti dengan maksud Jungkook.
"Tangan Hyungie, Kookie cembuh, demam hiyang", jelas Jungkook yang masih enggan melepas kedua tanganku,
"Tangan Hyungie buat cop eeeeeeenak untuk Kookie",
"Tangan Hyungie cepeti Eomma. Tapi Kookie yebih cuka tangan Hyungie. Kookie cayang Hyungie, caaaaaayaang", celoteh Jungkook sambil menggenggam gemas kedua tanganku.
Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku hanya bisa tersenyum puas.
"Hyung saaaaaaaaaaaaaayang Kookie!", balasku meremas pipi gempalnya lagi.
Oh, Tuhan! Terima kasih telah menjadikanku seorang kakak untuk adik kecilku yang hebat ini.

Terputus

Heart Of GoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang