Sepanjang perjalanan, Riani beberapa kali kembali meringis kesakitan. Dan tanpa dapat berbuat apapun, Dava hanya bisa memandang Riani dengan ekspresi wajah cemas dan khawatir, terjadi sesuatu pada perempuan yang sedang ia pandangi itu.
"Gue bawa lo kerumah sakit ya?", bujuk Dava.
Sedari tadi, Dava terus mengatakan hal itu dan Riani hanya menjawab dengan gelengan kepalanya lalu..
"Gue ada dokter spesialis di rumah"
"Spesialis? Emang lo sakit apa?"
Astaga, gue keceplosan, batinnya sambil mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Eng...maksud gue ada dokter pribadi. Gue nggak sakit apa-apa kok, tenang aja", jelasnya sambil menahan sakit.Tak lama kemudian mereka sampai di sebuah apartemen yang tidak lain adalah apartemen Riani sendiri.
"Lo tinggal di apartemen?"
"Iya"
"Sendiri? Orang tua lo?"
"Iyaa, tapi ada Bi Ami. Pembantu di apartemen ini. Orang tua gue lagi di Luar Negeri. Emang kenapa sih?"
"Nggap papa sih, berarti gue boleh dong kapan-kapan main kesini."
"Hmm", gumam Riani.Yaudah gue masuk dulu ya, temen lo udah jemput tuh dibelakang.
Memang tadi Dava pergi bersama temannya jadi, mobil Dava ada yang membawa.
"Oke. Tapi lo emang bisa sendiri?"
"Udah nggak papa kok. Ini juga gue udah mendingan."
"Oh" Dava hanya meng-oh saja."Akhh", jerit Riani saat ia berdiri di luar mobil.
Dava pun langsung menghampiri nya.
"Udah ayo gue antar. Gak usah dipaksa kalo gak bisa".
Seketika ia langsung menggendong Riani dan mata mereka saling berpandangan tapi tak lama.
Ia terus berjalan sedangkan Riani yang berada di gendongan Dava terus menatap lurus ke mata Dava, tanpa diketahui sang pemilik mata.Dava meminta Riani untuk menekan bel.
Sekarang sudah ada Bi Ami dihadapan mereka berdua.
"Iya, selamat si... Non Riri kenapa?"
"Boleh langsung masuk bi?" tanya Dava
"Oh, iya silahkan langsung kekamar non Riri aja, bibi mau nelfon dokter dulu"
"Makasih bi" seru DavaDava menurunkan Riani dari gendongannya ke atas kasur dan matanya menyapu semua bagian di ruangan ini. Ia melihat ada beberapa foto Riani dan keluarganya. Lalu ia terfokus pada satu foto.
"Ini foto pacar lo ya?"
Riani yang juga melihat foto itu sudah tau foto yang dimaksud Dava
"Oh, nggak itu foto kakak gue sama.." Riani menggantungkan ucapannya
"Sama?"
"Udah ah gue capek. Lo udah boleh pulang. Makasih yaa."
Mendengar ucapan Riani, ia merasa ada yang Riani tidak ingin ia mengetahuinya. Ia pun terdiam dan tidak mananyakan hal tadi lagi.
"Iya sama-sama. Gue pulang ya"Lalu Dava berjalan beberapa langkah lalu berhentis sambil menatap Riani.
"Gws ya", seru Dava sambil menampakkan senyum manisnya itu.
"Makasih", balas Riani juga dengan senyumannya.
Mata mereka saling bertubrukan cukup lama."Gue pulang ya Riri", ucap Dava sambil tersenyum dan melanjutkan langkahnya. Riani terkejut, selain keluarganya dan Bi Ami, tak ada yang memanggilnya dengan sebutan Riri selain Dava.
Tak tau mengapa ia merasa nyaman selama di dekat Dava.####
"Woii", seru Dava yang berhasil mengagetkan teman-temannya.
"Astaga Dav, lo buat orang kaget aja ya" ucap Rian, salah satu teman Dava dengan nada kesal.
"Udah nggak usah ngambek, orang cuma becanda kok" bujuk Dava.
"Eh Dav, btw lo tadi kok lama sih didalam?", tanya Dimas.
"Enggak papa", jawab Dava sekenanya.
"Gila, baru kali ini gue lihat Dava seperhatian ini ke cewek", ucap Rangga.
Sahabat-sahabatnya mengatakan hal itu karena tidak biasanybiasanydekat dengan seorang cewek. Apalagi cewek di sekolahnya yang selalu berteriak histeris saat Dava lewat."Sekarang mau kemana?" tanya Dava
Semua sahabatnya hanya mengangkat bahu dan menggelengkan kepala nya.
"Gimana sih" Dava berdecak kesal.
"Yaudah gue balik ya" lanjut Dava
"Loh Dav, kita gimana?" tanya Dimas
"Kan Rangga bawa mobil, jadi kalian bareng dia aja. Gue capek soalnya" jelas Dava
"Yaudah deh" ucap Rian.
"Gue duluan", seru Dava sambil berjalan lalu memasuki mobilnya dan pergi meninggalkan teman-temannya.Sesampainya dirumahnya, ia langsung bergegas menaiki tangga menuju kamarnya yang ada dilantai 2. Tangannya memegang kenop pegangdan menekannya kebawah. Setelah pintu nya terbuka, Dava langsung melempar tas nya kesembarang tempat lalu menjatuhkan badannya tepat diatas kasur. Matanya menatap langit-langit kamarnya yang berwarna biru donker . Ia mengingat kejadian saat dia mengantar Riani ke apartemennya. Ia tak tahu apa yang terjadi padanya tadi. Mengapa ia sampai berniat mengantarkan seorang perempuan, terlebih ia merasa khawatir dengan keadaan perempuan itu sekarang.
"Aneh" serunya dengan pelan lalu berdecak.
"Gue kenapa sih". Lalu ia mengingat saat ia berkenalan dengan Riani tadi dan memuji nama Riani dan menyambungkannya dengan paras cantik yang dimiliki Riani.
"Itu lagi, kok gue bisa sih ngegombal kayak tadi"
"Gila nih gue" ucapnya."Riani Michella Caroline" serunya dengan pelan. Setelah mengucapkan nama gadis yang membuatnya aneh itu ia langsung memejamkan matanya. Ia tertidur dengan pulas dengan baju seragam sekolah yang belum ia ganti dan sepatu beserta kaus kaki yang masih menempel dengan sempurna di kaki nya.
###
"Makasih dok" seru Riani dan bi Ami bersamaan. Setelah dokter itu pergi bi Ami bertanya pada Riani yang membua Riani yag sedang minum tersedak.
"Non, tadi itu pacar non Riri ya?"
Seketika Riani langsung batuk-batuk dan mulai menormalkan nafasnya.
"Enggak lah bi, dia itu cuma teman yang baru deket sama aku haru ini. Itu juga karena dia duduk sebangku sama aku" jelasnya dengan sedikit kesa.
"oh, bibi kira pacaran. Tapi dia ganteng loh non dan kelihatannya baik" ucapnya
"udah ah bi. Aku capek mau istirahat dulu ya bi"
"ya udah bibi beres-beres lagi ya, terus kalo non nanti masih tidur setelah bibi selesai kerja, bibi langsung pulang ya"
"iya bi".Riani memang seorang gadis yang dingin dan tak peduli pada apapun tapi pada saat berbicara pada bi Ami, ia tetap banyak bicara dan menjelaskan dengan sopan karena bi Ami sudah ia anggap seperti ibunya sendiri. Tapi hanya pada bi Ami.
Ia teringat perkataan bi Ami barusan, tadi itu pacar non Riri ya?
Ia langsung membuang pikirannya jauh-jauh dan berkata dalam batinnya..Gue nggak mau bermimpi terlalu jauh untuk bisa berhubungan lagi sama cowok. Gue nggak mau bermimpi lagi untuk kembali merasakan indahnya mencintai.
Gue takut...jika nanti gue harus pergi ninggalin dia selamanya. Ninggalin semuanya. Dan gue mungkin nggak akan sanggup walau hanya untuk ngebayanginnya.Tak terasa air matanya mengalir membasahi pipi nya. Ia pun menghapusnya dan memejamkan mata.
Hi... guyss
sorry ya lama nge publis(yaelah, kayak banyak yang baca) soalnya takut gak nyambung jadi masih disimpan di draf biar bisa di ubah
oke...aku cuma mau bilang makasih untuk yang baca dan vote, semoga ini menjadi awal yang bagusss😊😊💕💞💞

KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Away
Roman pour AdolescentsIni cerita tentang Impian Mimpi Perjuangan Cinta Kebencian Kesetiaan PengonMimpi Kehidupan Riani Michella Caroline